Waspada profit taking IHSG usai melambung 22% sepanjang 2025

Img AA1Tg4Tw

MNCDUIT.COM JAKARTA – Investor di lantai bursa disarankan untuk mewaspadai potensi aksi ambil untung atau profit taking pada awal tahun, melihat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah melambung lebih dari 22% pada 2025.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup menguat 1,25% menjadi 8.644,25 pada Senin (30/12/2025). Sejak awal tahun, IHSG sudah melesat 22,10%. 

Investor asing juga terpantau kian deras masuk ke pasar saham domestik dengan catatan nilai beli bersih atau net sell kemarin mencapai Rp1,96 triliun. Dengan demikian, nilai net sell sejak awal tahun makin berkurang menjadi Rp16,40 triliun.

: Manuver BlackRock Berburu Saham MEDC dan PGAS Menjelang Tutup Tahun 2025

Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas Miftahul Khaer melihat peluang penguatan lanjutan IHSG melalui momentum January Effect tetap terbuka, tetapi akan terbatas jika dibandingkan reli IHSG pada 2025.

Salah satu faktor yang mendorong terbatasnya penguatan IHSG adalah kinerja indeks yang telah menguat lebih dari 20% sepanjang tahun berjalan 2025 ytd. Meskipun begitu, sejumlah faktor berisiko membatalkan potensi reli pada Januari itu.

Beberapa hal seperti koreksi teknikal pasca-reli panjang IHSG, volatilitas arus masuk dana asing, pergerakan yield treasury AS, hingga ketidakpastian arah ekonomi global pada tahun mendatang.

“Sehingga tidak menutup kemungkinan January Effect kali ini berjalan lebih terbatas atau bahkan terdistorsi oleh aksi profit taking,” katanya, Senin (29/12/2025).

Senada, Head of Research KISI Sekuritas Muhammad Wafi turut menilai peluang terjadinya January Effect cenderung terbuka pada tahun mendatang. Beberapa katalis yang diprediksi mampu mendorong hal tersebut antara lain realokasi aset investor institusi besar dan aksi pelonggaran moneter The Fed.

Belum lagi, peluang masuknya dana asing akibat pelemahan dolar AS juga diprediksi bakal membuat emerging market kian bertenaga pada awal tahun. Indonesia dinilai menjadi salah satu target investor asing lantaran makroekonomi yang cenderung stabil. Namun, risiko tetap terbuka di tengah peluang ini.

“Hati-hati dengan high base effect dan valuasi mahal setelah rally lebih dari 20% pada 2025. Rawan profit taking kalau laporan keuangan tidak sesuai ekspektasi. Sentimen eksternal seperti geopolitik bisa menjadi penghambat juga,” katanya kepada Bisnis, Senin (29/12/2025).

Hal serupa disampaikan oleh Customer Engagement & Market Analyst Department Head BRI Danareksa Sekuritas (BRIDS) Chory Agung Ramdhani. Menurutnya, risiko global dan domestik berpeluang menggagalkan potensi penguatan January Effect.

Dari global, risiko resesi AS dan potensi kebijakan tarif perdagangan internasional yang agresif berpeluang menjadi salah satu penghambat rally ini. Sementara dari dalam negeri, likuiditas perbankan yang masih ketat menjadi salah satu tantangannya.

Bank Central Asia Tbk. – TradingView

Di tengah kondisi ini, Chory memberikan rekomendasi alokasi aset investasi berupa 60% saham lapis pertama, 30% saham lapis kedua, dan 10% cash. Menurunya, saham lapis pertama yang layak diperhatikan adalah BBCA, BMRI, BBNI, ICBP, hingga CTRA.

“Fokus pada yield dividen tinggi dan pertumbuhan laba yang stabil,” katanya, Senin (29/12/2025).

Sementara terhadap saham lapis kedua, sektor teknologi, energi, dan ritel dinilai layak diperhatikan. Beberapa saham seperti PT Petrosea Tbk. (PTRO) dan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN).

Saham lapis kedua penting untuk diperhatikan dalam strategi memanfaatkan rotasi sektoral. Terakhir, cash tetap dibutuhkan investor untuk backup terhadap potensi volatilitas awal tahun.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

You might also like