
MNCDUIT.COM NEW YORK. Bursa saham Amerika Serikat (AS), atau yang dikenal luas sebagai Wall Street, menunjukkan kinerja lesu pada perdagangan Kamis (21/8/2025). Pelemahan ini mencerminkan sikap hati-hati yang melanda para investor, yang kini dengan cermat menanti petunjuk mengenai arah kebijakan moneter dari konferensi tahunan Federal Reserve di Jackson Hole.
Pada pukul 10.04 waktu setempat, indeks-indeks utama mengalami koreksi. Indeks Dow Jones Industrial Average tercatat turun 119,30 poin atau 0,27% ke level 44.817,87. Tak jauh berbeda, S&P 500 melemah 13,98 poin atau 0,22% menjadi 6.381,80, sementara Nasdaq Composite terkoreksi 48,09 poin atau 0,23% di posisi 21.124,77.
Salah satu faktor utama yang menyeret pasar adalah anjloknya saham ritel raksasa, Walmart, sebesar 4,3%. Meskipun perusahaan ini sebenarnya telah menaikkan proyeksi penjualan dan laba tahunan, berkat tingginya permintaan konsumen di berbagai segmen, kinerja kuartalannya justru meleset dari ekspektasi. Kegagalan ini terutama disebabkan oleh meningkatnya beban biaya operasional, yang sebagian besar dipicu oleh tarif impor yang lebih tinggi. Kondisi ini kemudian menyeret sektor consumer staples secara keseluruhan, yang turut merosot 0,9%.
Wall Street Menguat Didorong Komentar The Fed, tapi Masih Melemah dalam Sepekan
Tidak hanya Walmart, sejumlah ritel besar lainnya seperti Target dan Home Depot sebelumnya juga melaporkan kinerja yang beragam. Sementara itu, tekanan kian bertambah dari sektor teknologi, di mana saham-saham unggulan seperti Meta, Amazon, dan Advanced Micro Devices ikut melemah tajam, menambah beban pada bursa secara keseluruhan.
Para analis mengamati bahwa gelombang aksi jual ini mengindikasikan kekhawatiran yang mendalam di kalangan investor. Mereka menilai, valuasi saham telah mencapai level yang terlalu tinggi pasca-reli signifikan sejak April. Kekhawatiran ini diperparah oleh sentimen negatif yang muncul dari meningkatnya intervensi pemerintah di sektor teknologi, menambah ketidakpastian di pasar.
Selain dinamika korporasi, sentimen pasar juga sangat dipengaruhi oleh data ekonomi terbaru. Laporan yang dirilis pada hari Kamis menunjukkan adanya pelemahan di pasar tenaga kerja, meskipun di sisi lain, aktivitas bisnis swasta justru memperlihatkan peningkatan pada bulan Agustus. Kontradiksi ini menciptakan situasi yang kompleks bagi Federal Reserve dalam menentukan arah kebijakan suku bunga mereka di masa mendatang.
Wall Street Melemah Jelang Pertemuan The Fed, Fokus Tertuju pada Efek Tarif Trump
Mata investor kini tertuju pada pidato Ketua The Fed, Jerome Powell, yang dijadwalkan pada Jumat pagi waktu setempat. Pasar sangat berharap Powell akan memberikan sinyal jelas mengenai kemungkinan pemangkasan suku bunga pada bulan September. Langkah ini dianggap krusial untuk mencegah pelemahan lebih lanjut di pasar tenaga kerja dan mendukung stabilitas ekonomi.
“Investor mencari kepastian bahwa pemangkasan suku bunga akan terjadi bulan depan,” ungkap Rick Gardner, Chief Investment Officer RGA Investments, mencerminkan harapan besar dari komunitas investasi.
Namun, harapan pasar ini sedikit terganjal oleh risalah rapat The Fed bulan Juli yang menunjukkan sikap hati-hati para pembuat kebijakan. Mereka masih dengan cermat menimbang dampak ketidakpastian perdagangan terhadap perekonomian AS secara keseluruhan. Data dari LSEG lebih lanjut memperkuat keraguan ini, mencatat peluang pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada September kini turun signifikan menjadi 79% dari sebelumnya 99,9% pekan lalu.
Di tengah dinamika pasar dan moneter, ada pula perkembangan dari arena perdagangan internasional. Amerika Serikat dan Uni Eropa pada hari Kamis meresmikan kesepakatan kerangka kerja yang sebelumnya telah dicapai bulan lalu, menandai langkah positif dalam hubungan dagang bilateral mereka.
Wall Street Melemah Jelang Laporan Pendapatan Ritel dan Simposium Fed di Jackson Hole
Secara keseluruhan, gambaran pasar turut menunjukkan dominasi sentimen negatif. Di Bursa Efek New York (NYSE), jumlah saham yang turun melampaui saham yang naik dengan rasio 1,85 banding 1. Pola serupa terlihat di Nasdaq, dengan rasio 1,69 banding 1. S&P 500 tercatat hanya memiliki tiga saham yang menyentuh level tertinggi 52 pekan, sementara Nasdaq membukukan 30 saham menyentuh level tertinggi baru, namun di sisi lain, 66 saham justru terperosok ke level terendah baru.
Bursa saham AS, Wall Street, menunjukkan kinerja lesu pada Kamis (21/8/2025) karena investor menunggu petunjuk kebijakan moneter dari konferensi Federal Reserve di Jackson Hole. Indeks-indeks utama seperti Dow Jones, S&P 500, dan Nasdaq mengalami koreksi. Pelemahan ini dipicu oleh anjloknya saham ritel Walmart akibat beban biaya operasional yang meningkat, serta tekanan dari saham-saham teknologi besar.
Kekhawatiran investor juga muncul dari valuasi saham yang terlalu tinggi dan intervensi pemerintah di sektor teknologi. Pasar sangat menantikan pidato Ketua The Fed Jerome Powell untuk sinyal pemangkasan suku bunga pada September, yang dianggap krusial untuk mencegah pelemahan pasar tenaga kerja. Namun, peluang pemangkasan suku bunga 25 basis poin pada September kini turun signifikan setelah risalah rapat The Fed Juli menunjukkan sikap hati-hati.