
MNCDUIT.COM – Pertarungan hukum terkait permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) antara Dahlan Iskan dan PT Jawa Pos di Pengadilan Niaga Surabaya semakin memanas. Dalam persidangan terbaru, Hadi Subhan, Guru Besar Hukum Kepailitan Universitas Airlangga (Unair) sekaligus saksi ahli untuk PT Jawa Pos, secara tegas menyatakan bahwa permohonan PKPU yang diajukan Dahlan Iskan tidak memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam undang-undang kepailitan.
E.L. Sajogo, pengacara PT Jawa Pos yang akrab disapa Leslie, menengarai adanya indikasi itikad tidak baik di balik pengajuan PKPU oleh Dahlan Iskan. Leslie menekankan bahwa berdasarkan bukti-bukti dan keterangan ahli yang dihadirkan di persidangan, PT Jawa Pos tidak memiliki kewajiban utang kepada kreditur manapun, termasuk Dahlan Iskan. “Jika tidak ada utang, janganlah diada-adakan seolah-olah ada utang. Jangan mengajukan PKPU,” tegas Leslie, seraya membantah dalil pemohon mengenai utang kepada dua bank yang turut disebut. Ia menambahkan, jika memang ada kreditur lain, mereka harus hadir dan membuktikan secara konkret adanya utang tersebut di persidangan.
Dalam kesaksiannya di Pengadilan Niaga Surabaya pada Kamis, 31 Juli 2025, Hadi Subhan menjelaskan secara mendalam mengapa utang dividen tidak memenuhi kriteria untuk permohonan PKPU. Menurutnya, pembuktian utang dividen bersifat tidak sederhana, berbeda dengan definisi utang dalam undang-undang kepailitan yang merujuk pada utang berdasarkan perjanjian. “Dividen bukan utang yang dimaksud dalam undang-undang kepailitan. Utang dalam kepailitan itu adalah utang yang ada dalam perjanjian,” jelas Hadi. Ia menambahkan, sejak Mahkamah Agung (MA) menolak putusan pailit terhadap perusahaan asuransi pada tahun 2002, belum ada lagi permohonan PKPU atau pailit yang didasari oleh klaim utang dividen.
Hadi Subhan juga menggarisbawahi syarat krusial lainnya: permohonan PKPU setidaknya harus diajukan oleh minimal dua kreditur. Hal ini didasari oleh sifat PKPU sebagai mekanisme penyelesaian utang secara kolektif. “Jika pemohonnya hanya satu orang saja, itu tidak cukup,” ujarnya. Selain itu, ia menegaskan bahwa keberadaan utang harus dapat dibuktikan secara sederhana. Indikasi adanya sengketa, laporan pidana, atau gugatan perdata adalah ciri dari pembuktian yang tidak sederhana, yang dapat menghambat proses PKPU.
Jawa Pos Nilai Klaim Nany Widjaja soal PT DNP Tidak Berdasar dan Menyesatkan
Mengenai bukti, Hadi Subhan menyatakan bahwa laporan keuangan dan laporan pajak tidaklah cukup sebagai dasar permohonan PKPU, mengingat sifatnya yang dinamis dan dapat berubah sewaktu-waktu. “Laporan keuangan tahun 2024 tidak mencerminkan kondisi saat ini; misalnya, utang yang dulu tercatat bisa saja sudah dilunasi,” jelasnya. Untuk memperkuat argumentasi ini, PT Jawa Pos juga menghadirkan ahli akuntansi dari Unair, Zaenal Fanani. Zaenal memaparkan bahwa utang dividen hanya dapat diakui sebagai utang jika tercatat secara jelas dalam laporan keuangan perusahaan, terutama setelah deklarasi dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Ia menambahkan, jika utang dividen yang belum lunas pada suatu tahun buku tidak muncul dalam pencatatan laporan keuangan tahun buku berikutnya, hal itu mengindikasikan bahwa utang tersebut telah lunas sepenuhnya.
Calon Pengurus PKPU Harus Independen, Tidak Boleh Satu Tim dengan Pengacara Dahlan Iskan
Sebagai informasi, Dahlan Iskan mengajukan permohonan PKPU ini dengan klaim utang dividen senilai Rp 54 miliar dari PT Jawa Pos. Menanggapi kesaksian para ahli dari pihak PT Jawa Pos, Arif Sahudi, pengacara Dahlan Iskan, menyatakan bahwa pihaknya akan mengajukan sanggahan. Ia menegaskan akan menghadirkan saksi ahli yang telah mereka siapkan untuk membantah keterangan yang ada. “Nanti akan kami sampaikan dalam keterangan saksi ahli. Yang berhak membantah saksi ahli nanti biar ahli juga,” pungkas Arif. (gas)
Pertarungan hukum terkait permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) antara Dahlan Iskan dan PT Jawa Pos memanas di Pengadilan Niaga Surabaya. Dahlan Iskan mengajukan klaim utang dividen sebesar Rp 54 miliar sebagai dasar permohonan tersebut. Namun, ahli kepailitan Hadi Subhan, saksi dari PT Jawa Pos, menyatakan bahwa utang dividen tidak memenuhi definisi “utang” dalam undang-undang kepailitan, yang merujuk pada utang berdasarkan perjanjian. Pembuktian utang dividen dianggap tidak sederhana dan berbeda dengan kriteria utang untuk PKPU.
Hadi Subhan juga menegaskan bahwa permohonan PKPU setidaknya harus diajukan oleh minimal dua kreditur, sedangkan Dahlan Iskan adalah satu-satunya pemohon. Ahli akuntansi Zaenal Fanani menambahkan bahwa utang dividen harus tercatat jelas dalam laporan keuangan pasca-RUPS agar diakui. Pihak PT Jawa Pos melalui pengacaranya menengarai adanya itikad tidak baik di balik pengajuan PKPU ini. Menanggapi kesaksian para ahli, pengacara Dahlan Iskan menyatakan akan mengajukan sanggahan dengan menghadirkan saksi ahli mereka sendiri.