
PT United Tractors Tbk (UNTR), emiten Grup Astra yang bergerak di berbagai sektor pertambangan dan alat berat, telah merilis laporan keuangan konsolidasi yang berakhir pada 30 September 2025. Perusahaan ini berhasil mencetak performa yang positif pada sisi pendapatan bersih atau top line, namun sayangnya harus menghadapi tantangan dengan adanya penurunan pada laba bersih atau bottom line.
Hingga akhir kuartal III-2025, pendapatan bersih UNTR menunjukkan kenaikan tipis sebesar 1% secara year on year (yoy), mencapai angka Rp 100,5 triliun. Kontribusi terbesar berasal dari segmen kontraktor penambangan, meskipun mengalami pelemahan 8% yoy menjadi Rp 40,2 triliun. Di sisi lain, segmen mesin konstruksi justru mencatat pertumbuhan impresif sebesar 11% yoy, menyumbang Rp 29,3 triliun pada total pendapatan.
Sementara itu, pendapatan dari segmen pertambangan batubara termal dan metalurgi turut terkoreksi 9% yoy menjadi Rp 18,8 triliun. Namun, segmen lain yang menjadi sorotan adalah pertambangan emas dan mineral lainnya yang berhasil melonjak signifikan hingga 53% yoy, mengukuhkan pendapatan sebesar Rp 10,3 triliun, menunjukkan diversifikasi portofolio perusahaan yang mulai membuahkan hasil.
Kendati demikian, tantangan utama terletak pada laba bersih UNTR yang mengalami penurunan substansial sebesar 26% yoy, hanya mencapai Rp 11,5 triliun pada akhir kuartal III-2025. Penurunan ini terutama disebabkan oleh berkurangnya kontribusi dari segmen kontraktor penambangan yang terkendala oleh intensitas curah hujan tinggi, serta dampak dari penurunan harga jual batubara yang mempengaruhi segmen pertambangan batubara termal dan metalurgi. Namun demikian, “terdapat peningkatan kontribusi terutama dari pertambangan emas,” jelas Manajemen UNTR dalam keterbukeran informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis (30/10).
Kinerja positif terlihat jelas pada segmen mesin konstruksi. Penjualan alat berat Komatsu oleh UNTR hingga September 2025 berhasil meningkat 10% yoy, mencapai 3.653 unit. Peningkatan ini didorong oleh pertumbuhan penjualan di seluruh sektor pengguna, yang menandakan permintaan yang kuat di pasar. Dari total penjualan alat berat tersebut, mayoritas sebesar 63% diserap oleh sektor pertambangan, diikuti oleh 14% di sektor perkebunan, 13% di sektor konstruksi, dan 10% di sektor kehutanan. Komatsu pun berhasil mempertahankan posisinya sebagai pemimpin pasar alat berat dengan pangsa pasar sebesar 22% berdasarkan riset internal perusahaan.
Selain Komatsu, penjualan produk merek lain juga menunjukkan variasi. Merek Scania mencatat kenaikan signifikan 32% yoy menjadi 393 unit, sementara UD Trucks mengalami penurunan 12% yoy, dengan penjualan 137 unit. Diversifikasi merek ini menunjukkan strategi UNTR untuk menjangkau berbagai segmen pasar alat berat.
Bergeser ke segmen kontraktor penambangan, anak usaha UNTR, PT Pamapersada Nusantara (PAMA), mencatatkan volume pekerjaan pemindahan tanah (overburden removal) yang lebih rendah, turun 10% yoy menjadi 829 juta bcm. Selain itu, volume produksi batubara untuk para klien juga mengalami penurunan 2% yoy menjadi 109 juta ton, dengan rata-rata stripping ratio sebesar 7,6 kali. Manajemen UNTR menjelaskan bahwa “Pemindahan tanah dan produksi batu bara klien yang lebih rendah terutama disebabkan oleh intensitas curah hujan yang tinggi hampir sepanjang tahun dan permintaan beberapa klien untuk melakukan penyesuaian terhadap target produksi overburden removal.”
Di segmen pertambangan batubara termal dan metalurgi yang dioperasikan melalui PT Tuah Turangga Agung, volume penjualan batubara justru meningkat 15% dari periode yang sama tahun 2024, mencapai 9,2 juta ton (termasuk 2,8 juta ton batubara metalurgi) per kuartal III-2025. Jika digabungkan dengan batubara pihak ketiga, total volume penjualan mencapai 11,2 juta ton, atau 10% lebih tinggi yoy. Namun, peningkatan volume ini gagal mengimbangi dampak negatif dari penurunan rata-rata harga jual batubara, sehingga pendapatan dari segmen ini ikut terkoreksi, menjadi faktor pendorong penurunan laba bersih perusahaan.
Sebaliknya, UNTR memperoleh keuntungan besar dari kenaikan harga jual emas global, yang menyebabkan lonjakan signifikan pada pendapatan bersih di segmen bisnis emas dan mineral lainnya. Dari sisi operasional, anak usaha UNTR di bidang pertambangan emas, yaitu PT Agincourt Resources (PTAR) dan PT Sumbawa Jutaraya (SJR), secara kolektif mencatatkan total penjualan setara emas sebesar 178.000 ons hingga kuartal III-2025, angka ini 8% lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2024.
Secara spesifik, PTAR yang mengoperasikan tambang emas Martabe di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, berhasil mencatatkan penjualan setara emas sebesar 170.000 ons, naik 3% dari periode sebelumnya. Sementara itu, SJR yang mengelola tambang emas di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, merealisasikan penjualan setara emas sebesar 8.000 ons, turut berkontribusi pada pertumbuhan segmen ini.
Selain itu, UNTR juga memiliki jejak langkah di pertambangan nikel melalui PT Stargate Pasific Resources (SPR), yang mengoperasikan tambang nikel di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. SPR mencatatkan penjualan bijih nikel sebesar 1,6 juta wet metric ton (wmt) hingga kuartal III-2025, yang terdiri dari 0,5 juta wmt saprolit dan 1,1 juta wmt limonit.
Keterlibatan UNTR di sektor nikel semakin kuat melalui kepemilikan sebesar 20,14% di Nickel Industries Limited (NIC), sebuah perusahaan pertambangan dan pengolahan nikel terintegrasi dengan aset utama di Indonesia. Kinerja bisnis ini sempat terdampak oleh pencatatan penurunan nilai terkait dua proyek RKEF lama milik NIC pada kuartal terakhir tahun 2024, yang kemudian memengaruhi kinerja UNTR pada kuartal I-2025. Meskipun demikian, operasional RKEF NIC tetap melaporkan penjualan nickel metal sebesar 62.641 ton pada semester I-2025, menandakan kapasitas produksi yang tetap solid.
PT United Tractors Tbk (UNTR) melaporkan kenaikan pendapatan bersih 1% secara tahunan menjadi Rp 100,5 triliun pada kuartal III-2025. Namun, laba bersih perusahaan mengalami penurunan signifikan sebesar 26% yoy, hanya mencapai Rp 11,5 triliun. Penurunan laba ini disebabkan terutama oleh kontribusi yang lebih rendah dari segmen kontraktor penambangan akibat intensitas curah hujan tinggi, serta dampak penurunan harga jual batubara.
Di tengah tantangan tersebut, segmen mesin konstruksi menunjukkan pertumbuhan impresif 11%, didukung oleh peningkatan penjualan alat berat Komatsu sebesar 10%. Sementara itu, segmen pertambangan emas dan mineral lainnya melonjak 53% menjadi Rp 10,3 triliun, didorong oleh kenaikan harga jual emas global dan peningkatan volume penjualan emas.