Trump Gebrak The Fed: Turunkan Suku Bunga 1%, Powell Terancam?

Bisnis.com, JAKARTA — Tekanan dari mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed) kembali menguat. Trump mendesak Ketua The Fed, Jerome Powell, untuk menurunkan suku bunga acuan hingga satu persen penuh.

Melalui unggahan di media sosial pada Sabtu (7/6/2025), Trump secara terbuka mengkritik kebijakan suku bunga The Fed. Ia bahkan menyematkan julukan sinis “Terlambat Bertindak” kepada Powell.

“The Fed yang terlambat bertindak adalah bencana! Meski ada dia, negara kita tetap hebat. Pangkas satu poin penuh, berikan bahan bakar roket!” tulis Trump dengan nada khasnya.

Baca Juga: Saham Tesla Ambles Sampai Rp2.400 Triliun di Tengah Perseteruan Elon Musk vs Trump

Desakan untuk pemangkasan suku bunga ini bukanlah hal baru, tetapi skala permintaannya kali ini terbilang ekstrem. Trump, yang menunjuk Powell pada 2017, berulang kali menganggap sang ketua terlalu konservatif dalam menurunkan biaya pinjaman. Bahkan, bulan lalu, Trump secara langsung menekan Powell dalam pertemuan di Gedung Putih.

Baca Juga: Perseteruan Makin Panas, Trump Ogah Bicara dengan Elon Musk

Trump juga mengisyaratkan kemungkinan mencari pengganti Powell, yang masa jabatannya akan berakhir pada Mei 2026. “Akan diumumkan segera,” ujarnya kepada wartawan di Air Force One, tanpa menyebutkan nama spesifik. Ketika ditanya tentang Kevin Warsh, mantan gubernur The Fed, Trump menjawab, “Ia sangat dihormati.”

Baca Juga: Kronologi dan Asal-Usul Perseteruan Donald Trump vs Elon Musk

Sementara itu, The Fed dijadwalkan untuk mengadakan pertemuan penting pada 17–18 Juni. Pasar memperkirakan The Fed akan mempertahankan suku bunga acuan saat ini, sambil mengamati dampak kebijakan ekonomi Trump, terutama terkait tarif, pajak, dan imigrasi, sebelum membuat perubahan signifikan pada kebijakan moneter.

Pemangkasan suku bunga sebesar satu persen dalam satu pertemuan adalah langkah yang jarang diambil, kecuali dalam situasi krisis. Terakhir kali langkah serupa diambil adalah pada Maret 2020, ketika pandemi Covid-19 memicu resesi yang dalam dan lonjakan angka pengangguran.

The Fed sendiri memiliki mandat ganda dari Kongres: menjaga stabilitas harga dan memaksimalkan lapangan kerja, dengan target inflasi 2%. Menurunkan suku bunga terlalu cepat berisiko memicu inflasi yang tidak terkendali, sementara mempertahankannya terlalu tinggi dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.

Desakan Trump muncul setelah data terbaru menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja yang melambat di bulan Mei, meskipun masih tergolong solid, dengan tingkat pengangguran stabil di 4,2%. Gedung Putih mengklaim bahwa ekonomi AS sedang “melonjak,” didukung oleh pertumbuhan gaji dan inflasi yang mulai terkendali.

Namun, para pejabat The Fed berpendapat bahwa pasar kerja masih cukup kuat untuk mempertahankan suku bunga saat ini. Mereka khawatir pelonggaran kebijakan moneter yang terburu-buru justru akan memperburuk tekanan inflasi yang belum sepenuhnya mereda.

Dalam unggahan berikutnya, Trump menuduh Powell “merugikan negara” dengan mempertahankan suku bunga tinggi, yang berdampak negatif pada biaya bunga utang pemerintah.

“Jika dia memotong, kita bisa turunkan bunga utang jangka pendek dan panjang. Inflasi tak ada. Kalau nanti muncul lagi, naikkan suku bunga. Sangat sederhana!!!” tegasnya.

Sejak The Fed menaikkan suku bunga untuk memerangi inflasi tinggi dalam beberapa tahun terakhir, biaya pinjaman di AS telah melonjak. Rata-rata suku bunga obligasi pemerintah saat ini berada di kisaran 3,36%, jauh lebih tinggi dibandingkan era sebelum kenaikan suku bunga.

Pada tahun fiskal lalu, pembayaran bunga utang mencapai 3,06% dari Produk Domestik Bruto (PDB), level tertinggi sejak 1996.

Ironisnya, meskipun Trump dan Partai Republik berjanji untuk menekan defisit, RUU pemotongan pajak yang mereka usung justru diperkirakan akan memperlebar defisit.

Kantor Anggaran Kongres (CBO) memperkirakan RUU tersebut akan menambah beban bunga sebesar US$551 miliar selama satu dekade. Proyeksi ini belum mencakup potensi dampak lain, seperti dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi.

The Fed Makin Mantap Tahan Suku Bunga

Di sisi lain, The Fed semakin yakin untuk mempertahankan suku bunga acuannya, setelah data ketenagakerjaan terbaru menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja AS masih cukup kuat di tengah ketidakpastian yang disebabkan oleh perubahan besar dalam kebijakan perdagangan.

Laporan bulanan Departemen Tenaga Kerja AS yang dirilis Jumat (6/6) mencatat tingkat pengangguran tetap di 4,2% pada Mei. Meskipun penciptaan lapangan kerja tercatat sebanyak 139.000—lebih rendah dibandingkan rata-rata tahun lalu—revisi ke bawah pada data sebelumnya tetap mengindikasikan pelemahan yang bertahap, bukan mendadak.

Para pengambil kebijakan di The Fed tetap berhati-hati. Presiden Fed Philadelphia Patrick Harker menyebut laporan ketenagakerjaan ini “solid” dan mengatakan bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk mempertahankan kebijakan yang ada.

The Fed dijadwalkan menggelar pertemuan pada 17–18 Juni, dan diperkirakan akan tetap mempertahankan suku bunga. Pelaku pasar kini memprediksi pemangkasan pertama baru akan terjadi pada bulan September, disusul satu kali lagi pada bulan Desember.

Setelah laporan ketenagakerjaan dirilis, ekspektasi terhadap kemungkinan pemangkasan ketiga tahun ini mulai berkurang.

“Data ketenagakerjaan yang kuat memperkuat argumen The Fed untuk bersabar,” kata Scott Helfstein, Kepala Strategi Investasi Global X.

Namun demikian, sejumlah analis memperkirakan pasar tenaga kerja akan terus melemah dalam beberapa bulan ke depan akibat tekanan dari tarif impor dan ketidakpastian kebijakan pemerintah.

Laporan terbaru menunjukkan bahwa penambahan lapangan kerja hanya terjadi di sektor-sektor terbatas seperti layanan kesehatan, sementara manufaktur mencatat penurunan terbesar sejak Januari.

Ringkasan

Mantan Presiden AS, Donald Trump, kembali menekan The Fed untuk menurunkan suku bunga acuan hingga 1% penuh, bahkan mengkritik Ketua The Fed, Jerome Powell, sebagai “Terlambat Bertindak”. Trump mengklaim suku bunga tinggi merugikan negara dan menaikkan beban bunga utang pemerintah, mendesak agar pemangkasan suku bunga segera dilakukan untuk memacu pertumbuhan ekonomi.

The Fed, di sisi lain, diperkirakan akan tetap mempertahankan suku bunga acuannya pada pertemuan 17-18 Juni mendatang. Data ketenagakerjaan terbaru menunjukkan pasar tenaga kerja AS masih cukup kuat, sehingga para pejabat The Fed berhati-hati terhadap potensi inflasi jika pelonggaran kebijakan moneter dilakukan terburu-buru. Pasar kini memprediksi pemangkasan suku bunga pertama baru akan terjadi pada bulan September.

You might also like