
MNCDUIT.COM JAKARTA. Ekspansi anorganik berupa akuisisi perusahaan tambang tampaknya akan menjadi opsi yang ramai ditempuh oleh emiten-emiten di sektor pertambangan pada 2026 mendatang.
Beberapa emiten sudah menyatakan rencananya untuk mengakuisisi aset tambang lain. PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) misalnya, mereka sedang menjajaki akuisisi tambang emas melalui dua skema, yakni penugasan pemerintah atau membeli saham minoritas di perusahaan patungan agar dapat dikonsolidasikan.
Selain di Indonesia, ANTM juga sudah mengincar aset tambang di luar negeri seperti Timur Tengah dan Kazakhstan.
PT Darma Henwa Tbk (DEWA) turut menjajaki peluang untuk akuisisi tambang meski belum diungkap secara lebih jauh. Yang terang Manajemen DEWA sedang melakukan kajian dan melihat mitigasi risiko atas rencana tersebut.
Simak Rekomendasi Teknikal Saham BBTN, TOBA, ENRG untuk Selasa (30/12)
Sementara itu, PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB) memutuskan untuk memperpanjang tenggat waktu rencana akuisisi saham PT J Resources Nusantara (JRN) di dalam PT Arafura Surya Alam (ASA) selaku pengelola Tambang Emas Doup kepada PT Danusa Tambang Nusantara (DTN), anak usaha PT United Tractors Tbk (UNTR) dari 23 Desember 2025 menjadi 23 Maret 2026.
Analis Fundamental BRI Danareksa Abida Massi Armand mengatakan, aktivitas akuisisi diyakini akan semakin marak pada 2026 terutama untuk komoditas mineral kritis dan emas. Hal ini seiring langkah diversifikasi emiten batubara untuk menyelaraskan portofolio dengan tren transisi energi global.
Pihak emiten dinilai lebih memilih jalur akuisisi dibandingkan eksplorasi greenfield karena menawarkan kepastian cadangan terbukti, efisiensi waktu menuju produksi (time-to-market), serta segera memberikan kontribusi terhadap arus kas perusahaan.
“Keuntungan utamanya yaitu mencakup eliminasi risiko kegagalan eksplorasi geologi dan kemudahan integrasi aset ke dalam struktur operasional yang sudah ada,” ungkap Abida, Senin (29/12/2025).
Kepala Riset Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI) Muhammad Wafi mengatakan, dengan mengakuisisi tambang lain, emiten berkesempatan mendapatkan cadangan baru secara instan tanpa harus melalui perizinan yang berbelit-belit.
Wafi juga meyakini kebutuhan capital expenditure (capex) emiten yang punya rencana akuisisi tambang bakal meningkat pada 2026 nanti. Namun, hal itu bukan jadi masalah, mengingat emiten yang siap melakukan akuisisi umumnya sudah memiliki ketersediaan arus kas yang tebal.
IHSG Diproyeksi Konsolidasi pada Akhir 2025, Ini Strategi Jelang Awal 2026
Rencana akuisisi tambang juga akan mendorong beberapa emiten untuk memanfaatkan berbagai sumber pendanaan seperti pinjaman perbankan, penerbitan obligasi, hingga rights issue.
“Jadi, likuiditas bukan isu, karena tantangannya ada pada mencari aset baru yang tersedia untuk dibeli,” kata Wafi, Senin (29/12/2025).
Abida menyebut, di tengah mencuatnya tren akuisisi tambang, pihak emiten tetap perlu mewaspadai tantangan multidimensional, khususnya terkait kepatuhan regulasi seperti akurasi data dalam sistem RKAB tiga tahunan dan aspek hukum pengalihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang kompleks. Implementasi standar Environmental, Social, and Governance (ESG) juga menjadi tantangan krusial.
“Selain itu, risiko fluktuasi harga komoditas akibat potensi kelebihan pasokan di pasar global juga menuntut ketepatan waktu akuisisi agar aset yang dibeli tetap memberikan nilai ekonomi yang optimal bagi pemegang saham,” terang dia.
Lantas, Abida menyebut, rekomendasi untuk emiten yang memiliki rencana akuisisi cenderung positif, dengan target harga ANTM berada di level Rp 4.100 per saham yang didorong kuatnya kinerja sektor emas. Adapun harga saham UNTR ditargetkan menyentuh level Rp 32.000 per saham.
Di lain pihak, Wafi menyebut saham UNTR, ANTM, PSAB, dan DEWA dapat dipantau investor dengan target harga masing-masing di level Rp 32.000 per saham, Rp 4.000 per saham, Rp 720 per saham, Rp 700 per saham.