
MNCDUIT.COM – Pembukaan perdagangan pekan ini di Bursa Efek Indonesia (BEI) diwarnai pelemahan tajam pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pada Senin pagi, IHSG anjlok 114,26 poin atau setara 1,65 persen, bertengger di posisi 6.792,88. Kondisi serupa juga dialami oleh kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 yang terperosok 15,68 poin atau 2,05 persen menuju level 749,25.
Analis Phintraco Sekuritas, Ratna Lim, telah memproyeksikan pergerakan melemah IHSG ini. Sentimen utama yang mendominasi pergerakan pasar modal global dan domestik diperkirakan berasal dari tingkat geopolitik. Peningkatan eskalasi konflik di kawasan Timur Tengah menjadi sorotan utama, terutama setelah Amerika Serikat (AS) turut campur melalui serangan udara yang dilancarkan pada Sabtu (21/6/2025) waktu AS.
Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, Ratna Lim menambahkan, sentimen tersebut diperparah oleh potensi kenaikan harga energi dan tarif impor AS, serta kondisi teknikal IHSG yang menunjukkan sinyal koreksi. Oleh karena itu, diperkirakan IHSG berpotensi melanjutkan pelemahan dan menguji level support di kisaran 6.820-6.850.
Keterlibatan AS dalam konflik antara Iran dan Israel diperkirakan akan semakin meningkatkan ketegangan geopolitik global. Hal ini berpotensi memicu lonjakan harga komoditas, khususnya minyak mentah, yang pada gilirannya dapat mendorong kenaikan inflasi global. Apabila skenario ini terjadi, bank sentral di seluruh dunia mungkin akan kesulitan untuk menurunkan suku bunga. Padahal, ekonomi global saat ini cenderung membutuhkan stimulus moneter untuk mendorong pertumbuhan yang lebih baik.
Selain itu, kekhawatiran juga muncul terkait kemungkinan Iran untuk meninggalkan NPT (Non-Proliferation Treaty), sebuah perjanjian internasional yang bertujuan mencegah penyebaran senjata nuklir. Pelaku pasar juga mencermati potensi kenaikan harga minyak mentah dan LNG, mengingat seperlima pasokan minyak harian dunia melewati Selat Hormuz yang strategis, terletak antara Iran dan negara tetangganya seperti Arab Saudi.
Sepanjang pekan ini, investor dan pelaku pasar akan mencermati dengan saksama perkembangan konflik di kawasan Timur Tengah, negosiasi perdagangan antara AS dan mitra dagangnya, serta pidato penting dari Chairman The Fed. Di samping itu, perhatian juga akan tertuju pada rilis data ekonomi krusial seperti indeks Personal Consumption Expenditure (PCE) Prices, serta indeks Purchasing Managers Index (PMI) dari AS, Euro Area, dan Jepang.
Pada perdagangan Jumat (20/6/2025), bursa saham Eropa menunjukkan pergerakan positif. Indeks FTSE 100 Inggris menguat 0,35 persen, Euro Stoxx 50 meningkat 0,70 persen, indeks DAX Jerman naik 1,27 persen, dan indeks CAC Prancis menguat 0,48 persen. Sementara itu, bursa saham AS di Wall Street kompak melemah pada sesi perdagangan yang sama. Indeks Dow Jones Industrial Average merosot 0,08 persen, berakhir di 42.206,79. Indeks S&P 500 jatuh 0,22 persen dan ditutup di 5.967,97, sedangkan Nasdaq Composite melemah 0,43 persen dan berakhir di 21.623,83.
Pada pembukaan perdagangan pekan ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 1,65% ke 6.792,88, diikuti pelemahan indeks LQ45. Pelemahan ini diproyeksikan terkait sentimen geopolitik akibat peningkatan eskalasi konflik di Timur Tengah setelah Amerika Serikat turut campur. Kondisi pasar juga diperparah oleh potensi kenaikan harga energi dan tarif impor AS.
Keterlibatan AS dalam konflik tersebut berpotensi memicu lonjakan harga komoditas dan inflasi global, menyulitkan bank sentral menurunkan suku bunga. Pelaku pasar juga mencermati kekhawatiran Iran meninggalkan NPT dan potensi kenaikan harga minyak dari Selat Hormuz. Investor akan fokus pada perkembangan konflik Timur Tengah, negosiasi perdagangan, pidato Chairman The Fed, serta data ekonomi penting seperti PCE Prices dan PMI.