The Fed ‘Hold’: BI Rate Sulit Turun? Analisis & Dampaknya

Img AA1JDZCf

MNCDUIT.COM JAKARTA — Samuel Sekuritas Indonesia (SSI) menilai keputusan The Federal Reserve (The Fed) untuk menahan suku bunga acuannya, atau Fed Fund Rate (FFR), akan secara signifikan membatasi ruang gerak Bank Indonesia (BI) dalam memangkas BI Rate di masa mendatang. Penahanan FFR ini berdampak langsung pada kebijakan moneter domestik.

Tim Strategi Makro Samuel Sekuritas Indonesia (SSI) menekankan bahwa Bank Indonesia cenderung akan memprioritaskan stabilitas nilai tukar rupiah dan pengendalian inflasi. Pasalnya, setelah FFR ditahan, nilai tukar rupiah terpantau melemah hingga menembus level Rp16.400 per dolar AS. Dengan kondisi “tunggu dan lihat” The Fed yang berlanjut, SSI memperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga kebijakannya dalam beberapa bulan ke depan, demikian keterangan resmi dari SSI pada Kamis (31/7/2025).

Sejalan dengan proyeksi tersebut, SSI memandang BI akan bersikap hati-hati dalam menyeimbangkan stabilitas eksternal dengan kebutuhan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi domestik sepanjang tahun 2025. Potensi volatilitas pasar dapat kembali memuncak apabila inflasi Amerika Serikat melampaui perkiraan atau jika tensi konflik perdagangan global kembali memanas.

Lebih lanjut, perusahaan sekuritas tersebut menggarisbawahi adanya risiko eksternal signifikan yang berasal dari perlambatan perdagangan global. Kekhawatiran The Fed mengenai ekspor bersih dan eskalasi perang dagang AS yang persisten dapat memberikan tekanan berat pada kinerja ekspor Indonesia, terutama untuk komoditas kunci seperti minyak sawit, batu bara, dan nikel, setidaknya hingga paruh kedua tahun 2025 dan seterusnya.

: Para Pembeli Emas Antam yang Gigit Jari Usai Putusan The Fed Tahan Suku Bunga

Sesuai dengan perkiraan konsensus, The Fed sendiri telah mempertahankan suku bunga acuan pada kisaran 4,25%–4,50% untuk pertemuan kelima berturut-turut. Keputusan ini merefleksikan pendekatan yang hati-hati dan sangat bergantung pada data ekonomi di tengah melambatnya momentum ekonomi Amerika Serikat, meskipun tingkat inflasi masih bertahan tinggi.

Hal yang menarik, terdapat dua suara penentang yang mendukung pemotongan suku bunga—sebuah kejadian langka yang pertama kali terjadi sejak tahun 1993. Ini mengindikasikan bahwa sebagian anggota Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) semakin mengkhawatirkan perlambatan pertumbuhan ekonomi dan dampak negatif yang ditimbulkan oleh perang dagang yang sedang berlangsung.

Sementara itu, para pembuat kebijakan di The Fed mengakui bahwa meskipun tingkat pengangguran AS tetap rendah secara historis, mereka memilih untuk tetap berada dalam mode “tunggu dan lihat”. Ini dilakukan sembari menyeimbangkan risiko terhadap pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga yang bisa timbul akibat potensi inflasi lebih tinggi karena implementasi tarif baru.

: : Bos The Fed Jerome Powell Blak-blakan Alasan Tahan Suku Bunga

Sepanjang tahun ini, Bank Indonesia telah mengambil langkah berani dengan memangkas suku bunga acuan sebanyak tiga kali, dengan total 75 basis poin. Bandingkan dengan The Fed yang sepanjang periode yang sama justru memilih untuk mempertahankan suku bunganya.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, telah menegaskan bahwa pihaknya masih membuka ruang bagi penurunan suku bunga acuan atau BI Rate lebih lanjut. Pernyataan ini disampaikan setelah BI memangkas BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,25% dalam pertemuan bulan Juli 2025.

Perry menjelaskan bahwa keputusan tersebut akan didasarkan pada berbagai pertimbangan, termasuk dinamika inflasi dan pergerakan nilai tukar rupiah, sembari tetap berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, beliau tidak merinci kapan waktu pasti pemangkasan BI Rate akan dilakukan, apakah di sisa tahun ini atau baru pada tahun depan.

“Mengenai waktu dan besarnya, tentu saja akan kami sesuaikan dengan dinamika perekonomian global dan domestik,” tegas Perry dalam konferensi pers pada Rabu (16/7/2025).

Ringkasan

Keputusan The Federal Reserve (The Fed) untuk menahan suku bunga acuannya (FFR) secara signifikan membatasi ruang gerak Bank Indonesia (BI) dalam memangkas BI Rate. Samuel Sekuritas Indonesia (SSI) memperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga kebijakannya dalam beberapa bulan ke depan, memprioritaskan stabilitas nilai tukar rupiah yang melemah hingga Rp16.400 per dolar AS dan pengendalian inflasi. Risiko eksternal seperti perlambatan perdagangan global dan potensi volatilitas pasar juga menjadi pertimbangan BI.

The Fed sendiri telah mempertahankan FFR pada 4,25%-4,50% untuk kelima kalinya berturut-turut, mencerminkan pendekatan hati-hati berbasis data meskipun inflasi masih tinggi. Meskipun ada beberapa suara penentang yang mendukung pemotongan suku bunga, The Fed tetap dalam mode “tunggu dan lihat” untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga. Sementara itu, BI telah memangkas BI Rate sebanyak tiga kali tahun ini dan Gubernur Perry Warjiyo menyatakan BI masih membuka ruang untuk pemotongan lebih lanjut, bergantung pada dinamika inflasi dan nilai tukar rupiah.

You might also like