
MNCDUIT.COM – JAKARTA. Bank Indonesia (BI) terus menyoroti urgensi percepatan penurunan suku bunga perbankan. Hal ini krusial agar sejalan dengan arah pelonggaran kebijakan moneter yang telah ditempuh, serta optimalisasi penempatan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) Pemerintah di sistem perbankan. BI menilai, laju transmisi penurunan suku bunga dari kebijakan makro ke sektor riil masih menunjukkan perlambatan yang signifikan.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dalam pernyataannya mengungkapkan bahwa hingga September 2025, pergerakan suku bunga perbankan belum sepenuhnya mencerminkan penurunan suku bunga acuan BI Rate yang telah mencapai 150 basis poin (bps) sejak awal tahun.
Secara rinci, Perry menjelaskan dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Rabu (22/10/2025), bahwa penurunan suku bunga deposito satu bulan terbilang minim. Tercatat hanya turun 29 bps, dari 4,81% pada awal 2025 menjadi 4,52% di September 2025, sebuah kontras tajam dibandingkan 150 bps penurunan BI Rate.
Bank Indonesia mengidentifikasi salah satu faktor utama yang memperlambat penurunan suku bunga deposito adalah praktik pemberian special rate atau suku bunga khusus bagi deposan besar. Proporsi dana dari deposan ini cukup signifikan, menyumbang 26% dari total Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan.
Situasi serupa, bahkan lebih mencemaskan, terlihat pada suku bunga kredit perbankan. Penurunannya jauh lebih kecil, hanya 15 bps, bergerak dari 9,20% di awal 2025 menjadi 9,05% pada September 2025. Fenomena ini menegaskan bahwa transmisi kebijakan moneter terhadap suku bunga kredit masih sangat terbatas, berisiko besar menghambat laju pertumbuhan kredit yang sangat dibutuhkan oleh sektor riil.
Dalam upaya mempercepat transmisi kebijakan ini, Bank Indonesia terus mengintensifkan implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM). Data hingga minggu pertama Oktober 2025 menunjukkan bahwa total insentif KLM yang telah disalurkan mencapai angka fantastis Rp393 triliun, didistribusikan kepada beragam kelompok bank.
Distribusi insentif ini mencakup bank BUMN yang menerima Rp173,6 triliun, bank umum swasta nasional (BUSN) sebesar Rp174,4 triliun, bank pembangunan daerah (BPD) sebesar Rp39,1 triliun, dan kantor cabang bank asing (KCBA) senilai Rp5,7 triliun.
Secara sektoral, fokus penyaluran insentif KLM diarahkan pada sektor-sektor prioritas yang dianggap vital bagi perekonomian nasional. Ini meliputi sektor pertanian, perdagangan, manufaktur, real estate, perumahan rakyat, konstruksi, transportasi, pergudangan, pariwisata, ekonomi kreatif, serta sektor UMKM, ultra mikro, dan juga sektor hijau.
Ke depan, Bank Indonesia berkomitmen untuk terus memperkuat kebijakan KLM agar lebih berorientasi ke depan (forward looking). Strategi ini diharapkan mampu memacu pertumbuhan kredit dan pembiayaan perbankan yang lebih tinggi, memberikan dorongan signifikan bagi aktivitas ekonomi.
Lebih lanjut, Gubernur Perry Warjiyo menegaskan bahwa pemberian insentif KLM akan semakin erat dikaitkan dengan kecepatan bank dalam merespons melalui penurunan suku bunga kredit atau pembiayaan. Langkah ini adalah wujud nyata upaya percepatan transmisi kebijakan suku bunga ke sektor riil secara lebih efektif.
“Dengan transmisi kebijakan moneter yang lebih cepat dan efisien, kami berharap dapat menurunkan biaya dana secara keseluruhan, sekaligus mendorong terciptanya pembiayaan produktif yang berkelanjutan untuk mendukung perekonomian nasional,” pungkas Perry.
Bank Indonesia (BI) mendesak perbankan untuk segera mempercepat penurunan suku bunga, karena transmisi kebijakan moneter ke sektor riil masih berjalan lambat. Meskipun suku bunga acuan BI Rate telah turun 150 basis poin (bps) sejak awal 2025, suku bunga deposito bank hanya turun 29 bps dan suku bunga kredit bahkan lebih minim, hanya 15 bps, hingga September 2025. Perlambatan ini terutama disebabkan oleh praktik pemberian suku bunga khusus kepada deposan besar, yang berisiko menghambat pertumbuhan kredit.
Untuk mengatasi masalah tersebut, BI telah mengintensifkan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM), dengan menyalurkan total Rp393 triliun hingga Oktober 2025 kepada berbagai jenis bank dan sektor prioritas. Ke depan, BI berkomitmen untuk terus memperkuat KLM dan akan mengaitkan pemberian insentif dengan kecepatan bank dalam menurunkan suku bunga kredit. Langkah ini diharapkan dapat mempercepat transmisi kebijakan, menurunkan biaya dana, dan mendorong pembiayaan produktif untuk perekonomian nasional.