Suku Bunga BI Turun: SRBI Kurang Menarik, Investasi Asuransi Tertekan?

MNCDUIT.COM JAKARTA. Industri asuransi umum kini menghadapi perubahan signifikan dalam strategi investasinya, terutama terhadap instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Minat terhadap SRBI terpantau melemah, dengan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) disebut sebagai faktor pemicu utamanya. Fenomena ini mengindikasikan adanya penyesuaian portofolio investasi di sektor tersebut.

Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mengonfirmasi tren ini, seiring dengan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menunjukkan pergeseran nyata. Penempatan investasi asuransi umum di SRBI tercatat sebesar Rp 2,73 triliun pada Januari 2025, namun jumlah tersebut menyusut menjadi Rp 2,60 triliun pada Mei 2025. Angka ini mencerminkan penurunan sebesar 4,76% hanya dalam kurun waktu lima bulan.

Ketua Umum AAUI, Budi Herawan, menjelaskan bahwa penurunan daya tarik SRBI tidak terlepas dari langkah pelonggaran kebijakan moneter oleh BI. “Faktor utama dari tren ini adalah penurunan suku bunga acuan BI. Yield SRBI ikut turun, sehingga daya tariknya bagi perusahaan asuransi juga berkurang, apalagi di tengah tekanan beban klaim dan margin operasional,” ujar Budi kepada Kontan.co.id pada Jumat (1/8/2025).

Sebagai ilustrasi, setelah BI menurunkan suku bunga acuan menjadi 5,50%, imbal hasil (yield) SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan juga menunjukkan tren penurunan bertahap. Pada Januari 2025, yield masing-masing tenor tercatat sebesar 7,16%, 7,20%, dan 7,27%. Namun, pada 16 Mei 2025, angka tersebut menyusut menjadi 6,40%, 6,44%, dan 6,47%.

Meskipun demikian, Budi Herawan menegaskan bahwa SRBI tetap memegang peranan penting, khususnya bagi perusahaan asuransi yang memprioritaskan likuiditas dan keamanan aset dalam portofolio mereka. Namun, kondisi pasar saat ini mendorong sebagian pelaku industri untuk mulai melirik instrumen investasi lain yang dinilai menawarkan imbal hasil yang lebih kompetitif.

“Instrumen seperti obligasi negara (FR/Sukuk) maupun obligasi korporasi berperingkat tinggi menjadi alternatif menarik, meskipun karakteristiknya bersifat jangka menengah-panjang. Bahkan, deposito bank dengan negosiasi khusus juga menjadi pilihan strategis untuk penempatan dana dalam jumlah besar,” papar Budi lebih lanjut.

Budi menambahkan, industri asuransi umum tidak serta-merta meninggalkan SRBI, melainkan melakukan rebalancing portofolio secara cermat. Tujuannya adalah untuk menjaga keseimbangan yang optimal antara kebutuhan likuiditas, profitabilitas, dan pengelolaan risiko investasi yang efektif. AAUI, lanjutnya, akan terus memantau dinamika pasar secara saksama dan mendorong anggotanya untuk senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian serta mematuhi regulasi yang ditetapkan oleh OJK.

Ringkasan

Industri asuransi umum menghadapi pergeseran strategi investasi, terutama karena menurunnya minat terhadap Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Hal ini dipicu oleh penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI), yang berdampak pada rendahnya imbal hasil SRBI. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan penempatan investasi di SRBI turun 4,76%, dari Rp 2,73 triliun pada Januari 2025 menjadi Rp 2,60 triliun pada Mei 2025.

Ketua Umum AAUI, Budi Herawan, menjelaskan bahwa imbal hasil SRBI yang menurun membuat instrumen ini kurang menarik, apalagi di tengah tekanan klaim. Meskipun SRBI tetap penting untuk likuiditas, perusahaan asuransi kini melirik alternatif investasi dengan imbal hasil lebih kompetitif seperti obligasi negara, obligasi korporasi, atau deposito bank negosiasi. Industri asuransi umum melakukan penyesuaian portofolio untuk menjaga keseimbangan antara likuiditas, profitabilitas, dan manajemen risiko.

You might also like