Spin Off Bisnis Serat Optik Jadi Katalis Positif TLKM, Cek Rekomendasi Sahamnya

Img AA1aBwhD

MNCDUIT.COM JAKARTA. PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) telah menandatangani rencana pemisahan atau spin-off bisnis infrastruktur serat optiknya ke anak usaha baru bernama PT Telkom Infrastruktur Indonesia (TIF). Upaya ini dinilai analis sebagai katalis positif bagi bisnis perseroan secara jangka panjang.

SVP Corporate Secretary PT Telkom Indonesia Tbk Jati Widagdo menjelaskan, rencana ini bertujuan agar TLKM lebih fokus dalam mengembangkan bisnis, menciptakan nilai tambah, meningkatkan efisiensi, dan mengoptimalkan pemanfaatan aset jaringan fiber optik. 

Hal ini diharapkan dapat memperkuat posisi TLKM sebagai penyedia infrastruktur konektivitas utama di Indonesia.

“Rencana transaksi ini juga mendukung agenda nasional dalam mempercepat pemerataan digitalisasi, meningkatkan penetrasi fixed broadband, serta memastikan ketersediaan konektivitas yang andal dan berkualitas di seluruh wilayah Indonesia,” jelas Jati dalam Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia, Selasa (21/10/2025).

Telkom (TLKM) Spin Off Bisnis Serat Optik, Simak Prospek dan Rekomendasi Sahamnya

Adapun, nilai transaksi spin off tersebut mencapai Rp 35,78 triliun. Pasca transaksi ini, komposisi kepemilikan saham TLKM di TIF menjadi 99,9999997% 

Senior Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas menilai,  aksi ini merupakan langkah strategis dan logis karena sejalan dengan agenda InfraCo untuk memperjelas struktur bisnis dan meningkatkan efisiensi perusahaan.

Dampak langsung terhadap kinerja keuangan dia lihat netral, mengingat Telkom masih menguasai hampir seluruh saham TIF. 

“Namun, secara jangka menengah, langkah ini berpotensi meningkatkan valuasi dan fleksibilitas pendanaan, terutama jika diikuti rencana partnership atau divestasi sebagian saham TIF,” ujar Sukarno saat dihubungi Kontan, Selasa (21/10/2025).

Fundamental Analyst BRI Danareksa Sekuritas, Abida Massi Armand berpendapat serupa. Aksi korporasi ini menurutnya juga dapat meningkatkan transparansi aset perseroan dan monetisasi jangka panjang.

“Dengan demikian, spin-off TIF bukan hanya restrukturisasi internal, melainkan fondasi bagi restrukturisasi valuasi TLKM agar lebih adil dan mencerminkan potensi setiap segmen bisnisnya,” kata Abida.

Ke depan, prospek TLKM menurut Abida akan bergantung pada dua pilar utama, yakni transformasi TIF sebagai satu-satunya pemain wholesale di bidangnya, dan optimalisasi sinergi jaringan telekomunikasi tetap dan seluler (fixed mobile convergence/FMC) milik TLKM.

TIF menurutnya berpeluang meningkatkan utilisasinya dari 40% menuju 60–70% sehingga memperbesar pendapatan eksternal tanpa tambahan belanja modal besar, dan menarik penyewa seperti MVNO, penyedia cloud, serta data center. 

TLKM, WIFI dan DSSA Bersaing di Lelang Pita 1,4 GHz, Begini Rekomendasi Sahamnya

Sementara itu, TLKM dan Telkomsel yang kini berfokus pada layanan FMC dapat mempercepat efisiensi, meningkatkan pendapatan rerata per pengguna (ARPU), serta memperkuat margin. 

Integrasi IndiHome ke Telkomsel juga menurut Abida mampu mendorong sinergi jaringan dan pelanggan, memperbaiki struktur neraca, serta mendukung efisiensi belanja modal perusahaan. 

“Dengan arah transformasi ini, TLKM berpotensi menjadi leaner, more focused digital telco dengan valuasi yang lebih kompetitif dibanding pemain regional,” imbuhnya.

Abida mencermati, sentimen awal pasar terhadap aksi korporasi ini sangat positif, tercermin dari kenaikan harga saham TLKM lebih dari 9,52% dan aksi beli bersih asing Rp 87 miliar pasca pengumuman. 

Dia melihat, investor menilai langkah ini sebagai upaya konkret mengurangi conglomerate discount dan meningkatkan transparansi, sejalan dengan tren global di industri telekomunikasi. 

“Aksi ini memperkuat persepsi bahwa TLKM serius membangun fondasi valuasi baru yang lebih menarik bagi investor institusional jangka panjang,” ujarnya.

Namun menurut Sukarno, risiko utama akan datang dari eksekusi regulasi, ketidakjelasan monetisasi, serta persepsi pasar bila spin-off hanya bersifat administratif.

Secara valuasi, TLKM menurut Sukarno masih menawarkan prospek stabil dengan dividend yield yang menarik. Dengan asumsi realisasi monetisasi aset di 2026, potensi re-rating menurutnya terbuka. Dus, dia merekomendasikan beli dengan target harga Rp 3.700.

Setali tiga uang, Abida merekomendasi beli saham TLKM dengan target harga Rp 3.500. Hal ini mencerminkan pandangan positif BRI Danareksa Sekuritas akan transformasi struktural TLKM pasca spin-off.

Pendekatan valuasinya menggunakan gabungan Discounted Cash Flow (DCF) dan EV/EBITDA multiple rata-rata 5 tahun yang lebih tinggi dari mean historis, sejalan dengan ekspektasi re-rating industri di paruh kedua 2025. 

Pendekatan ini menurutnya menyeimbangkan potensi value unlock jangka panjang dengan perbaikan fundamental jangka menengah.

Adapun BRI Danareksa Sekuritas menurunkan estimasi pendapatan tahun 2025 TLKM menjadi minus 2,9% dengan asumsi penurunan 3% YoY pada segmen mobile, pertumbuhan moderat di IndiHome, serta kenaikan terbatas sekitar 5% YoY pada bisnis enterprise dan wholesale

EBITDA juga direvisi turun menjadi 4,8%–6,0% untuk tahun 2025 hingga 2027, namun margin diperkirakan meningkat dari 50% menjadi 51% berkat efisiensi biaya. 

Dengan proyeksi price to earnings ratio (PER) 13,4 kali dan return on asset 15,3% di sepanjang tahun 2026, valuasi TLKM dinilai BRI Danareksa Sekuritas masih menarik secara sektoral. 

“Risiko utama tetap pada potensi downtrading konsumsi data di tengah price repair, mengingat data yield TLKM yang lebih tinggi dibanding pesaing,” pungkas Abida.

You might also like