
MNCDUIT.COM JAKARTA. PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) mengumumkan pembagian dividen tunai sebesar Rp 9 per saham untuk buku tahun 2024. Total nilai dividen yang akan dibagikan mencapai Rp 148,57 miliar, sebuah keputusan yang diambil setelah capaian laba bersih perseroan.
Pada tahun 2024, SMRA berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 1,37 triliun. Dari total laba tersebut, manajemen Summarecon mengalokasikan Rp 148,57 miliar untuk dividen tunai, menyisihkan Rp 18,38 miliar sebagai dana cadangan, dan menganggarkan dana sebesar Rp 1,67 triliun untuk pengembangan usaha serta modal kerja. Hal ini disampaikan oleh Direktur dan Sekretaris Perusahaan SMRA, Lydia Tjio, dalam paparan publik RUPST Tahun 2024 SMRA pada Kamis (12/6).
Menariknya, besaran dividen tunai sebesar Rp 9 per saham yang dibagikan untuk tahun buku 2024 ini tetap sama dengan dividen tunai tahun 2023. Padahal, jika dibandingkan, laba bersih SMRA pada tahun 2023 hanya mencapai Rp 765,96 miliar. Ini berarti terdapat lonjakan signifikan laba bersih SMRA sebesar 79,29% secara tahunan (year on year/YoY) pada tahun 2024.
Pada penutupan perdagangan Kamis (12/6), saham SMRA tercatat di level Rp 422 per saham. Mengacu pada harga tersebut, yield dividen tunai SMRA untuk tahun 2024 berada di angka 2,13%.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, memberikan pandangannya terkait keputusan dividen yang tidak naik. Menurut Nafan, hal ini disebabkan oleh kinerja industri properti yang masih cenderung stagnan di tahun ini. Kondisi tersebut juga tercermin dari kinerja SMRA pada kuartal I 2025.
Pada kuartal pertama tahun 2025, SMRA mencatat penurunan laba bersih sebesar 46% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 238,3 miliar. Pendapatan perseroan juga mengalami penurunan 1,39% YoY pada akhir Maret 2025, dibandingkan dengan pendapatan Rp 2,13 triliun pada kuartal I 2024. Penurunan kinerja pada kuartal lalu ini sebagian besar dipengaruhi oleh kebijakan suku bunga Bank Indonesia (BI) yang masih berada di level tinggi.
“SMRA membagikan dividennya relatif kecil karena untuk memperkuat arus kas mereka nanti ke depan, terutama untuk ekspansi bisnis agar bisa meningkatkan marketing sales,” jelas Nafan kepada Kontan pada Kamis (12/6), menggarisbawahi strategi perseroan dalam menjaga likuiditas untuk pertumbuhan jangka panjang.
Meski demikian, prospek SMRA ke depan masih memiliki peluang untuk perbaikan kinerja, baik pada kuartal II maupun hingga semester II 2025. Potensi ini sejalan dengan tren penurunan suku bunga BI yang kini telah mencapai 5,5% pada Mei lalu. Penurunan suku bunga acuan ini diharapkan dapat meningkatkan permintaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan sekaligus mengurangi beban bunga pinjaman bagi perusahaan properti.
Berdasarkan analisisnya, Nafan merekomendasikan “accumulative buy” untuk saham SMRA dengan target harga mencapai Rp 520 per saham, menunjukkan keyakinannya terhadap potensi kenaikan harga saham di masa mendatang.
Senada, Analis Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, juga turut memberikan pandangannya. Wafi melihat pergerakan saham SMRA saat ini berada di level support Rp 410 per saham dan resistance Rp 450 per saham.
“Masih menurun terbatas dan berpeluang naik lagi untuk breakout resistance garis MA20 dan menguji resistance sideways channel-nya,” terang Wafi, menyoroti indikator teknikal seperti RSI di 51 dan MACD Histo di -2. Mengacu pada analisis teknikal tersebut, Wafi merekomendasikan “beli” untuk saham SMRA dengan target harga di level resistance Rp 450 per saham.
PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) mengumumkan pembagian dividen tunai Rp 9 per saham untuk tahun buku 2024, dengan total Rp 148,57 miliar dari laba bersih Rp 1,37 triliun. Meski laba bersih melonjak 79,29% dari tahun sebelumnya, besaran dividen yang dibagikan tetap sama. Pada penutupan perdagangan 12 Juni, saham SMRA berada di level Rp 422, menghasilkan yield dividen 2,13%.
Keputusan dividen yang tidak naik disebabkan oleh kinerja industri properti yang stagnan dan penurunan laba bersih SMRA sebesar 46% pada Kuartal I 2025 menjadi Rp 238,3 miliar, dipengaruhi suku bunga tinggi. Manajemen menggunakan strategi ini untuk memperkuat arus kas dan ekspansi bisnis ke depan. Prospek SMRA diharapkan membaik di semester II 2025 seiring potensi penurunan suku bunga, dengan rekomendasi “accumulative buy” dari Mirae Asset Sekuritas dan “beli” dari Korea Investment and Sekuritas Indonesia.