
MNCDUIT.COM JAKARTA. PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) melaporkan penurunan kinerja yang signifikan selama semester I 2025. Lesunya permintaan di pasar domestik disebut-sebut menjadi pemicu utama di balik merosotnya performa perusahaan farmasi dan jamu terkemuka ini.
Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis Kamis (31/7), SIDO mencatat laba bersih sebesar Rp 600,46 miliar, mengalami penyusutan 1,31% secara tahunan (YoY) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 608,49 miliar. Seiring dengan penurunan laba, penjualan SIDO juga ikut tergerus 3,57% YoY, dari semula Rp 1,89 triliun menjadi Rp 1,82 triliun.
Penurunan penjualan ini merata di seluruh segmen produk SIDO. Sebagai contoh, produk farmasi yang pada semester I 2024 berhasil terjual Rp 66,19 miliar, kini berkurang menjadi Rp 62,85 miliar. Tren serupa juga terlihat pada penjualan jamu herbal dan suplemen yang turun dari Rp 1,11 triliun menjadi Rp 1,07 triliun. Bahkan, segmen produk makanan dan minuman SIDO ikut terdampak, dengan penjualan yang menyusut dari Rp 716,70 miliar menjadi Rp 686,48 miliar.
Meskipun demikian, SIDO berhasil menekan beban pokok penjualan menjadi Rp 787,73 miliar, turun dari Rp 792,88 miliar pada semester I 2024. Hal ini sedikit meredam dampak dari penurunan pendapatan, menunjukkan adanya upaya efisiensi dari sisi biaya produksi.
Menurut Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan, penurunan kinerja SIDO disebabkan oleh beberapa faktor, terutama pembengkakan biaya overhead dan anjloknya penjualan yang cukup signifikan di kuartal I 2025, yang mencapai 25,09% YoY dari Rp 1,05 triliun menjadi Rp 789,1 miliar. Ekky menambahkan, kondisi ini dipengaruhi oleh pergeseran momen Ramadhan serta hambatan distribusi produk. Namun, ia melihat adanya sinyal positif di semester I dengan kenaikan pendapatan yang mulai signifikan, memunculkan harapan bahwa kinerja SIDO dapat membaik di semester kedua.
Di sisi lain, Analis Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, berpendapat bahwa lesunya kinerja SIDO lebih didominasi oleh rendahnya permintaan domestik, bukan karena fluktuasi harga bahan baku yang cenderung stabil. Wafi optimis bahwa prospek SIDO ke depan berpotensi lebih baik seiring dengan perbaikan kondisi makroekonomi yang diharapkan dapat mendorong peningkatan domestic demand. Selain itu, potensi kenaikan porsi ekspor juga menjadi salah satu pendorong kinerja positif. Namun, sentimen negatifnya, kinerja SIDO bisa melambat jika permintaan konsumsi domestik masih memburuk hingga akhir tahun.
Ekky Topan juga sependapat mengenai sentimen positif yang dapat mendongkrak kinerja SIDO pada semester II. Hal tersebut meliputi ekspansi distribusi ke segmen general trade (GT) dan modern trade, peluncuran produk baru yang menyasar konsumen muda, serta peningkatan ekspor yang signifikan, khususnya ke pasar Nigeria dan Malaysia, di mana pada semester I mencatatkan kenaikan lebih dari 100%. Selain itu, Ekky menyoroti peningkatan efisiensi operasional, terutama pada rasio beban umum administrasi yang mulai terkontrol.
Secara prospek jangka panjang, meskipun merek SIDO sudah sangat mapan di Indonesia, Ekky menilai bahwa hal ini justru membatasi potensi pertumbuhan pasar domestiknya. Ia menekankan, jika ekspansi pasar luar negeri tidak ditingkatkan secara agresif, ada kemungkinan kinerja keuangan SIDO akan stagnan atau bahkan cenderung melemah dalam jangka menengah. Oleh karena itu, rekomendasi Ekky untuk saham SIDO saat ini masih bersifat buy and see, karena belum terlihat sinyal teknikal maupun fundamental yang cukup kuat sebagai katalis pembalikan arah secara signifikan.
Berbeda dengan Ekky, Wafi justru merekomendasikan buy untuk saham SIDO dengan target harga Rp 750 per saham. Wafi mengakui bahwa keputusan Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk mendepak SIDO dari indeks unggulan LQ45 per Agustus 2025 dapat memengaruhi likuiditas dan menambah tekanan jual pada saham. Namun, ia percaya bahwa perbaikan kondisi fundamental perusahaan dapat mengurangi tekanan jual tersebut.
Dari sisi teknikal, analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana mengamati bahwa harga saham SIDO sedang bergerak sideways, tidak menunjukkan kenaikan signifikan namun juga belum turun tajam. Indikasinya, banyak investor yang mulai menjual, sehingga ada risiko harga akan terkoreksi jika tekanan ini berlanjut. Meskipun demikian, pergerakan harga saham SIDO masih tertahan oleh garis MA20. Grafik MACD yang mulai menyempit dan rawan deadcross menjadi perhatian, namun sinyal dari garis Stochastic yang berpeluang goldencross memberikan harapan akan potensi rebound.
Berdasarkan analisis teknikal tersebut, Herditya merekomendasikan trading buy untuk saham SIDO. Ia menetapkan level support di Rp 505 dan resistance di Rp 530. Investor dapat mengincar saham ini pada rentang target harga Rp 540 – Rp 555 per saham, memanfaatkan potensi pergerakan dalam jangka pendek.
PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) melaporkan penurunan kinerja signifikan pada semester I 2025, dengan laba bersih dan penjualan merosot. Laba bersih turun 1,31% YoY menjadi Rp 600,46 miliar, sementara penjualan menyusut 3,57% YoY akibat lesunya permintaan domestik. Penurunan penjualan terjadi merata di seluruh segmen produk, meskipun perusahaan berhasil menekan beban pokok penjualan. Beberapa faktor pemicu disebut meliputi pembengkakan biaya overhead dan hambatan distribusi.
Meskipun demikian, analis melihat sinyal positif untuk kinerja SIDO di semester II 2025, didorong perbaikan makroekonomi, ekspansi distribusi, peluncuran produk baru, dan peningkatan ekspor. Rekomendasi saham bervariasi dari “buy and see” karena potensi pertumbuhan domestik yang terbatas, hingga “buy” dengan target harga Rp 750. Secara teknikal, saham SIDO bergerak sideways namun menunjukkan peluang rebound, dengan rekomendasi “trading buy” pada rentang harga tertentu.