September Effect Hantui Saham Bank? BBCA, BMRI Cs Gimana?

Img AA1LQXvU

MNCDUIT.COM, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali dihantui ancaman fenomena ‘September Effect’ atau ‘Black September’. Kondisi ini mencerminkan pola historis di mana kinerja pasar saham cenderung melemah secara signifikan setiap bulan September.

Statistik dari Mirae Asset Sekuritas menunjukkan betapa kuatnya pola ini; dalam 10 tahun terakhir, IHSG hanya mampu menguat dua kali di bulan September. Artinya, sebanyak delapan tahun sisanya, IHSG selalu terkoreksi di bulan kesembilan. Penurunan rata-rata indeks pada bulan ini bahkan mencapai 1,8%, menjadikannya bulan dengan koreksi tertinggi dibandingkan bulan-bulan lainnya.

Namun, di tengah bayang-bayang tren historis yang mengkhawatirkan ini, Senior Market Analyst Mirae Asset Indonesia, M. Nafan Aji Gusta, melihat adanya potensi sentimen positif yang bisa menjadi katalis. Pada September tahun ini, pasar menyoroti peluang pemangkasan Federal Funds Rate (FFR) oleh The Fed.

: Kala September Effect Merembet ke Aset Kripto, Ada Potensi Reli Bitcoin Cs?

Seperti diketahui, kebijakan pelonggaran suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat ini cenderung akan memicu aliran modal asing untuk masuk ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan imbal hasil investasi di pasar AS menjadi lebih rendah, mendorong investor mencari opsi yang lebih menguntungkan.

“Menariknya, Nafan justru berpendapat bahwa saham-saham perbankan berpeluang memanfaatkan ‘September Effect’ dengan penguatan, apalagi ada momentum suku bunga The Fed pada September tahun ini,” kata Nafan kepada Bisnis, Kamis (4/9/2025).

: : September Effect Bayangi IHSG, Investor Asing Lepas Saham Big Banks BBCA BMRI Cs

Selain sentimen global, kebijakan moneter domestik juga berpotensi menjadi katalis positif. Bank Indonesia sepanjang tahun 2025 ini telah memangkas BI Rate sebesar 100 basis poin (bps). Nafan memproyeksikan masih ada potensi pelonggaran moneter lanjutan yang akan dilakukan BI di sisa tahun ini, kemungkinan satu hingga dua kali lagi, masing-masing sebesar 25 basis poin.

Dengan kebijakan moneter yang lebih longgar, emiten-emiten perbankan dapat mengambil langkah strategis untuk meningkatkan penyaluran kredit mereka. Pada akhirnya, hal ini akan berkontribusi signifikan terhadap peningkatan kinerja fundamental perseroan. “Ini memang sejatinya bisa menjadi katalis, apalagi dengan adanya pertumbuhan kredit berkualitas, sehingga non performing loan (NPL) bisa ditekan,” tandasnya.

: : Hadapi September Effect, Cek Saham Blue Chip 2024 Mercy Harga Bajaj

Meskipun demikian, realitas pasar sepanjang tahun ini menunjukkan bahwa saham perbankan justru menjadi pemberat utama laju IHSG. Hingga Rabu (3/9/2025), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 1,08% atau 84,27 poin ke level 7.885,86. Namun, deretan saham dengan kontribusi negatif terbesar atau top laggards IHSG secara year to date (YTD) masih didominasi oleh saham-saham bank jumbo, yakni PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI).

Masing-masing saham tersebut telah terkoreksi signifikan, yakni 17,57% untuk BBCA dan 18,95% untuk BMRI sejak awal tahun. Kontribusi negatif keduanya terhadap laju IHSG sangat terasa, dengan BBCA menyumbang pemberat sebesar 114,51 poin dan BMRI sebesar 95,74 poin.

Secara sektoral, kinerja IDXFinancials sejak awal tahun hingga 3 September 2025 baru mencatat kenaikan 4,67%. Angka ini jauh tertinggal dibandingkan sektor lain seperti teknologi yang melejit 158,09% atau sektor basic materials yang naik 36,29%.

Namun, Nafan tetap optimistis. Ia menilai saham-saham finansial memiliki potensi kuat untuk menjadi leading sector ke depan, seiring dengan harapan bahwa kinerja fundamental emiten perbankan akan membaik dan tumbuh secara progresif.

Dengan adanya peluang rebound tersebut, Nafan memberikan rekomendasi buy untuk saham BBCA. Target harga (TP) 1 dipatok di Rp8.250, TP2 di Rp8.550, dan TP3 di Rp11.675. Sementara itu, level support diprediksi berada di Rp7.875 dan Rp7.600.

Senada, rekomendasi buy juga diberikan untuk saham BMRI. Target harga (TP) 1 ditetapkan di Rp5.075, TP2 di Rp5.250, dan TP3 di Rp7.175. Adapun level support diprediksi berada di Rp4.760 dan Rp4.530.

“Nafan menambahkan, valuasi BMRI dinilai lebih menarik atau undervalued dibandingkan BBCA, dengan dividen yield yang juga lebih tinggi,” pungkasnya.

_______

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Ringkasan

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara historis dihadapkan pada “September Effect”, di mana dalam sepuluh tahun terakhir, IHSG delapan kali terkoreksi dengan rata-rata penurunan 1,8%. Namun, tahun ini ada potensi sentimen positif dari peluang pemangkasan Federal Funds Rate oleh The Fed yang diharapkan menarik modal asing ke pasar negara berkembang. Selain itu, kebijakan pelonggaran moneter lanjutan dari Bank Indonesia juga berpotensi mendorong peningkatan penyaluran kredit dan kinerja fundamental perbankan.

Meskipun saham-saham perbankan besar seperti BBCA dan BMRI menjadi pemberat utama IHSG secara year-to-date dengan koreksi signifikan, seorang analis melihat adanya peluang penguatan. Analis tersebut optimistis bahwa sektor finansial bisa menjadi leading sector ke depan dan merekomendasikan ‘buy’ untuk saham BBCA serta BMRI. BMRI dinilai lebih menarik dari sisi valuasi dan dividen yield.

You might also like