
Pasar saham Asia-Pasifik menunjukkan sinyal positif pada pembukaan perdagangan hari Selasa (5 Agustus 2025), meski dibayangi potensi ketegangan baru antara Amerika Serikat dan India. Sentimen ini muncul setelah mantan Presiden AS, Donald Trump, melontarkan kritikan pedas terkait impor minyak Rusia oleh India.
Trump menuduh India membeli minyak Rusia dalam jumlah besar dan kemudian menjualnya kembali di pasar terbuka untuk meraup keuntungan signifikan. Tuduhan ini disampaikan melalui platform media sosialnya, Truth Social, dan langsung memicu perhatian pasar.
Minyak Rusia Picu Perseteruan Baru AS-India di Era Trump
Namun, terlepas dari komentar pedas Trump, sebagian besar bursa saham di Asia tetap bergerak di zona hijau. Indeks Nikkei 225 di Jepang memimpin dengan kenaikan 0,54%, diikuti oleh Topix yang menguat 0,45%. Pasar saham Korea Selatan juga menunjukkan performa solid, dengan indeks Kospi melonjak 1,77% dan Kosdaq (yang berkapitalisasi kecil) naik 1,83%. Di Australia, indeks S&P/ASX 200 juga mencatatkan kenaikan sebesar 0,84%.
Analis pasar berpendapat bahwa penguatan ini juga didorong oleh laporan ketenagakerjaan AS yang kurang memuaskan pada bulan Juli 2025. Data ini mengindikasikan adanya penyempitan risiko antara aset di pasar negara maju, seperti AS, dan pasar negara berkembang.
Derrick Irwin, Senior Portfolio Manager di Allspring Global Investments, menjelaskan bahwa ekonomi AS sedang mengalami perlambatan, baik dibandingkan dengan negara berkembang maupun dari sisi domestiknya sendiri. Pernyataan ini ia sampaikan dalam wawancara dengan CNBC “Squawk Box Asia”.
IHSG Tertekan, Cek Rekomendasi Saham Hari Ini dari BRIDanareksa untuk Selasa (5/8)
Irwin memprediksi bahwa The Fed (Bank Sentral AS) kemungkinan akan memangkas suku bunga, yang berpotensi menekan nilai tukar dolar AS. “Yang terpenting, pemerintahan saat ini telah menunjukkan preferensi terhadap dolar yang lebih lemah,” tambahnya.
Lebih lanjut, Irwin menekankan bahwa dampak ekonomi langsung dari kebijakan tarif terhadap pasar negara berkembang cenderung terbatas, karena sebagian besar impor AS masih dikecualikan dari aturan tarif baru. Ia juga menyoroti faktor-faktor lain yang menjadikan pasar negara berkembang sebagai tujuan investasi yang menarik.
China, misalnya, secara bertahap mulai menerapkan stimulus untuk mendorong konsumsi domestik. Hal ini, menurut Irwin, membuka peluang besar, terutama di sektor kecerdasan buatan (AI). India juga dinilai tetap menjanjikan, meskipun pasar sahamnya baru-baru ini mengalami koreksi. “Saya pikir ada peluang untuk mulai mengoleksi aset-aset bagus dengan cerita jangka panjang yang kuat, setelah pasar sempat melemah,” ujarnya.
IHSG Masih Rawan Koreksi, Cek Rekomendasi Saham Hari Ini dari MNC Sekuritas (5/8)
Secara *year-to-date* (hingga awal Agustus 2025), indeks *benchmark* Nifty 50 di India tercatat naik 4,58%, sementara BSE Sensex menguat 3,69%. Irwin menambahkan bahwa pelemahan dolar AS dan penurunan inflasi global memberikan peluang besar bagi negara berkembang untuk menurunkan suku bunga tanpa menekan mata uang mereka secara berlebihan, yang pada gilirannya dapat mendorong pasar saham mereka secara signifikan.
Wall Street Bangkit, Tiga Indeks Utama Catat Kenaikan Harian Tertinggi Sejak Mei
Sementara itu, pasar saham AS juga mengalami reli pada hari Senin waktu setempat. Indeks Dow Jones Industrial Average melesat 585,06 poin atau 1,34% ke level 44.173,64, memulihkan kerugiannya dari akhir pekan lalu. Indeks S&P 500 naik 1,47% ke posisi 6.329,94, sementara Nasdaq Composite melonjak 1,95% ke 21.053,58.
Pasar saham Asia-Pasifik dibuka dengan sentimen positif meskipun ada potensi ketegangan baru antara AS dan India terkait tuduhan Trump tentang impor minyak Rusia oleh India. Sebagian besar bursa saham di Asia, seperti Nikkei 225, Kospi, dan S&P/ASX 200, menunjukkan kenaikan. Penguatan ini juga didorong oleh laporan ketenagakerjaan AS yang kurang memuaskan pada bulan Juli 2025.
Analis berpendapat bahwa ekonomi AS mengalami perlambatan dan The Fed kemungkinan akan memangkas suku bunga, menekan nilai tukar dolar AS. China mulai menerapkan stimulus untuk mendorong konsumsi domestik dan India dinilai tetap menjanjikan meskipun pasar sahamnya baru-baru ini mengalami koreksi. Sementara itu, pasar saham AS juga mengalami reli dengan kenaikan signifikan pada indeks Dow Jones, S&P 500, dan Nasdaq.