Saham Laggard Saat IHSG Naik: Cek Potensi & Daftar Lengkapnya!

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Di tengah optimisme pasar dan tren penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), fenomena menarik terjadi: sejumlah saham berkapitalisasi besar (big caps) justru masih menunjukkan kinerja yang tertinggal. Saham-saham ini, yang kerap disebut top laggards, menjadi penahan laju bursa saham secara keseluruhan.

Penguatan IHSG sendiri terbilang impresif. Pada penutupan perdagangan Kamis (24/7/2025), IHSG berhasil bertengger di level 7.530,90, meningkat 0,83% dari hari sebelumnya. Bahkan, dalam sebulan terakhir, indeks saham acuan ini telah melonjak signifikan sebesar 9,63%. Secara year to date (YTD), kenaikannya mencapai 5,13%.

Namun, di balik geliat IHSG, beberapa saham big caps tetap “betah” menghuni jajaran top laggards. Data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) mengalami pelemahan harga saham yang cukup dalam, yakni 17,95% YTD hingga Kamis (24/7/2025), berada di level Rp 4.800 per saham. Tak kalah, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga terkoreksi 12,92% YTD, dengan harga saham Rp 8.500 per saham.

Selain sektor perbankan, saham BREN turut mencatatkan koreksi tajam sebesar 18,47% YTD, mencapai level Rp 7.725 per saham pada Kamis (24/7). Kondisi ini kontras dengan mayoritas saham emiten di bawah konglomerasi Prajogo Pangestu lainnya yang justru menikmati periode kenaikan harga yang euforis dan signifikan sepanjang tahun 2025.

Simak Rekomendasi Teknikal Saham SSIA, GOTO, dan SMBR untuk Perdagangan Jumat (25/7)

Daftar top laggards tidak hanya diisi oleh nama-nama di atas. Beberapa saham lain yang juga masuk dalam kategori ini antara lain PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO), PT Bayan Resources Tbk (BYAN), PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN), PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO), dan PT Bank Mega Tbk (MEGA).

Mengulas penyebabnya, Analis Investindo Nusantara Sekuritas, Pandhu Dewanto, menjelaskan bahwa faktor utama di balik status laggard pada saham-saham big caps ini adalah belum pulihnya likuiditas secara penuh di pasar saham. Ia mengamati bahwa penguatan IHSG saat ini lebih banyak didorong oleh saham-saham dari grup konglomerasi tertentu, bukan big caps secara umum.

“Di sisi lain, saham big caps yang seharusnya menjadi tulang punggung pergerakan IHSG justru masih relatif tertinggal,” kata Pandhu, Kamis (24/7/2025). Kondisi likuiditas yang minim ini semakin kentara dengan pengumuman Morgan Stanley Capital International (MSCI) yang mencabut saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), PT Petrosea Tbk (PTRO), dan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) dari daftar pengecualian. Keputusan ini memicu ekspektasi masuknya ketiga saham tersebut ke dalam indeks MSCI, yang kemudian dimanfaatkan oleh banyak investor untuk mengambil keuntungan dari momentum tersebut.

Selain itu, sentimen “wait and see” dari para investor juga menjadi faktor penekan. Mereka cenderung menanti rilis laporan keuangan semester I-2025 yang akan membanjiri pasar pada akhir Juli 2025. “Investor masih wait and see karena mungkin ada kekhawatiran bahwa kinerja kuartal II-2025 yang melambat,” tambah Pandhu.

Pandhu menambahkan, potensi saham-saham laggard untuk mengejar ketertinggalannya akan muncul seiring dengan membaiknya likuiditas di pasar modal. Indikator kunci perbaikan likuiditas ini, menurutnya, adalah masuknya arus dana yang signifikan dari investor asing.

BEI Buka Gembok Besok, Saham CDIA Kembali Diperdagangkan Jumat (25/7)

Senada, Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, juga berpendapat bahwa kinerja saham-saham laggard kemungkinan besar akan membaik hanya ketika terlihat sinyal pemulihan fundamental bisnis dan perbaikan ekonomi makro. “Kami perkirakan saham big caps akan pulih pada semester II-2025 seiring perbaikan ekonomi dan tren penurunan suku bunga acuan,” jelas Wafi, Kamis (24/7/2025).

Wafi menambahkan, komposisi saham-saham laggard di papan atas masih berpotensi mengalami perubahan, meskipun tidak secara ekstrem. Perubahan ini akan sangat bergantung pada dinamika pasar serta rotasi sektoral yang mungkin terjadi selama sisa tahun 2025.

Pandhu juga memiliki pandangan serupa mengenai potensi pergeseran dalam daftar top laggards. Ia menekankan bahwa saham pada hakikatnya adalah cerminan dari fundamental perusahaan. Oleh karena itu, saham-saham yang melonjak tajam tanpa ditopang fundamental yang kuat, diperkirakan akan sulit mempertahankan posisinya di level harga tinggi.

Dari deretan saham laggard yang ada, Pandhu menyoroti saham-saham di sektor perbankan sebagai pilihan menarik bagi investor, khususnya BMRI dan BBCA. Keduanya masih berada di area support dan ideal untuk mulai dicicil beli oleh investor sembari menanti rilis laporan keuangan semester I-2025.

Wafi mengamini pandangan tersebut, merekomendasikan saham-saham laggard dari perbankan besar untuk dipertimbangkan secara bertahap (cicil beli) sebagai investasi jangka menengah hingga panjang. Namun, bagi investor yang membidik keuntungan jangka pendek, saham-saham berbasis komoditas dinilai lebih menjanjikan.

Ringkasan

Meskipun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan penguatan signifikan, mencapai 7.530,90 pada 24 Juli 2025 dan naik 9,63% dalam sebulan, sejumlah saham berkapitalisasi besar (big caps) justru tertinggal. Saham-saham ini, yang disebut top laggards, mencakup PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan pelemahan 17,95% YTD, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) terkoreksi 12,92% YTD, dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) turun 18,47% YTD. Daftar laggards juga meliputi BBRI, AMRT, GOTO, BYAN, AMMN, ADRO, dan MEGA.

Analis menjelaskan bahwa penyebab fenomena ini adalah belum pulihnya likuiditas pasar secara penuh dan sentimen “wait and see” dari investor yang menanti laporan keuangan semester I-2025. Potensi saham-saham laggard untuk mengejar ketertinggalan diperkirakan muncul pada semester II-2025 seiring perbaikan ekonomi makro dan tren penurunan suku bunga acuan. Saham perbankan besar seperti BMRI dan BBCA direkomendasikan sebagai pilihan menarik untuk investasi jangka menengah hingga panjang.

You might also like