Saham Indonesia Masuk MSCI: 2 Efek Dahsyat yang Wajib Diketahui!

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Morgan Stanley Capital International (MSCI), barometer penting bagi investor global, telah merampungkan tinjauan berkala indeksnya untuk periode November 2025, dengan pengumuman resmi dilakukan pada Kamis (6/11/2025).

Dalam proses rebalancing yang krusial ini, dua emiten kebanggaan Indonesia sukses menembus jajaran MSCI Global Standard Index: PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN). Pencapaian ini menandai peningkatan profil dan potensi likuiditas bagi kedua saham tersebut di mata investor global.Img AA1MUlh5

Namun, tak semua emiten bernasib sama. Sejumlah saham justru mengalami pergeseran posisi. Salah satunya adalah KLBF, yang kini bergeser ke MSCI Indonesia Small Cap Index. KLBF tidak sendirian, terdapat enam saham lain yang juga masuk dalam kategori ini, di antaranya adalah PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) dan PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG). Grup MNC pun turut menyumbang beberapa nama, seperti PT MNC Digital Entertainment Tbk (MSIN), PT Rukun Raharja Tbk (RAJA), dan PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI).

Di sisi lain, dua nama lain harus rela terdepak dari daftar MSCI Indonesia Small Cap Index, yakni PT Selamat Sempurna Tbk (SMSM) dan PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk (ULTJ).

Perubahan signifikan dalam konstituen indeks ini tentu memicu pertanyaan besar mengenai dampak dan prospek ke depan bagi saham-saham terkait. Seperti yang pernah diulas dalam artikel Begini Laju Pergerakan Saham BREN dan BRMS di Hari Ini (6/11) Usai Masuk MSCI Global, pergerakan harga saham pasca pengumuman seringkali menarik untuk dicermati.

Menyoroti dampak dari pergeseran ini, Analis BRI Danareksa Sekuritas, Reza Diofanda, menjelaskan dua efek utama yang biasa menyertai masuknya saham domestik ke dalam konstituen MSCI.

Pertama, terjadi potensi inflow pasif dari dana indeks atau ETF yang secara otomatis melacak MSCI. Fenomena ini menjadi katalis permintaan teknis yang konkret, terutama bagi saham-saham yang masuk dalam kategori Global Standard dengan kapitalisasi dan free-float yang memadai. Dampak positif ini biasanya mulai terasa menjelang dan sesudah tanggal efektif implementasi.

Kedua, terjadi peningkatan visibility dan likuiditas dalam jangka menengah. Saham-saham yang terdaftar dalam indeks global cenderung mendapatkan perhatian lebih besar dari para manajer investasi aktif dan investor asing, yang pada gilirannya dapat mendorong aktivitas perdagangan.

Namun demikian, Reza mengingatkan bahwa efek harga di pasar tidak selalu positif dalam jangka pendek. Seringkali muncul fenomena “sell on news”, di mana aksi profit taking atau rotasi portofolio dapat menyebabkan koreksi harga sesaat setelah pengumuman, meskipun fundamental emiten tetap kuat.

Secara lebih spesifik, Reza melihat bahwa saham BRMS dan BREN, yang kini mendiami MSCI Global Standard, memiliki peluang lebih besar untuk menarik inflow signifikan dibandingkan saham-saham di kategori small caps. Penempatan mereka di indeks global adalah sinyal positif dari sisi permintaan investor asing. Kendati demikian, ia menekankan pentingnya untuk terus mencermati sensitivitas terhadap harga komoditas, khususnya bagi BRMS, dan juga kinerja keuangan secara keseluruhan.

Di sisi lain, saham-saham seperti DSNG, ENRG, MSIN, RAJA, WIFI, dan KLBF, yang masuk ke dalam indeks small caps, tetap menawarkan exposure kepada investor. Namun, potensi inflow yang diterima cenderung relatif lebih kecil, sehingga pergerakan harganya bisa lebih volatil.

Dari seluruh daftar saham yang mengalami pergeseran posisi dalam indeks MSCI kali ini, beberapa nama dinilai menarik dan layak menjadi perhatian investor, termasuk BREN, BRMS, WIFI, dan DSNG.

Pengumuman MSCI sebelumnya, yang juga sempat menjadi sorotan dalam artikel Resmi! BREN dan BRMS Masuk MSCI Global Standard Index, memang telah menggarisbawahi potensi besar kedua emiten tersebut.

BREN, sebagai salah satu pendatang baru di MSCI Global Standard, berpotensi kuat menarik aliran dana asing berkat posisinya sebagai pionir energi hijau dengan kapitalisasi pasar yang besar. Fundamental perseroan juga terlihat kokoh, didukung oleh ekspansi kapasitas pembangkit yang agresif serta prospek pertumbuhan jangka panjang di sektor energi terbarukan, sebuah sektor yang kini menjadi prioritas investasi global.

Sementara itu, BRMS juga diuntungkan oleh tren bullish harga emas yang dipicu oleh ketidakpastian global, ditambah dengan peningkatan kinerja keuangan yang signifikan sepanjang tahun 2025. Masuknya BRMS ke dalam indeks MSCI diprediksi akan semakin mengukuhkan minat investor institusi terhadap saham komoditas logam mulia.

Dari kelompok small cap, WIFI menonjol sebagai salah satu yang paling menjanjikan. Reza menggarisbawahi kinerja WIFI yang tangguh, ditopang oleh kesuksesan dalam memenangkan berbagai proyek pemerintah serta proyek strategis di sektor infrastruktur digital. Ini termasuk perluasan jaringan broadband senilai hampir Rp 1 triliun yang didukung pembiayaan dari BNI.

Kemudian, DSNG menunjukkan performa keuangan yang impresif, dengan membukukan pendapatan sebesar Rp 8,94 triliun dan laba bersih Rp 1,31 triliun pada kuartal III-2025. Angka ini masing-masing melonjak 25% dan 51% secara Year-on-Year (YoY). Pertumbuhan solid ini sebagian besar ditopang oleh kontribusi segmen kelapa sawit yang mencapai sekitar 88% dari total pendapatan, seiring dengan kenaikan harga CPO dan volume produksi yang meningkat.

Secara umum, Reza menyimpulkan bahwa setelah periode rebalancing MSCI, saham-saham yang berhasil masuk ke dalam indeks memiliki potensi untuk tetap menarik perhatian investor dalam jangka menengah hingga panjang.

Penempatan emiten di indeks global seperti MSCI bukanlah sekadar daftar, melainkan sebuah pengakuan atas likuiditas, kapitalisasi pasar, dan fundamental yang memadai. Ini adalah faktor-faktor krusial yang selalu menjadi pertimbangan utama bagi investor institusi, termasuk dana asing, dalam mengambil keputusan investasi.

Meski pasca rebalancing, harga saham mungkin mengalami volatilitas akibat penyesuaian portofolio, tekanan tersebut umumnya hanya bersifat jangka pendek. Untuk periode selanjutnya, emiten yang mampu menjaga fundamental kuat dan likuiditas perdagangan tinggi akan berpeluang besar untuk bertahan di indeks pada rebalancing berikutnya, menjaga potensi inflow berkelanjutan dari investor global tetap terbuka lebar.

Ringkasan

Morgan Stanley Capital International (MSCI) telah merampungkan tinjauan berkala indeksnya untuk November 2025 dengan pengumuman pada Kamis (6/11/2025). Dalam rebalancing ini, PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) sukses menembus MSCI Global Standard Index, meningkatkan profil dan potensi likuiditas global mereka. Di sisi lain, saham seperti KLBF, DSNG, ENRG, MSIN, RAJA, dan WIFI bergeser ke MSCI Indonesia Small Cap Index, sementara SMSM dan ULTJ terdepak dari daftar.

Analis BRI Danareksa Sekuritas, Reza Diofanda, menjelaskan dua efek utama: potensi *inflow* pasif dari dana indeks serta peningkatan *visibility* dan likuiditas jangka menengah. BRMS dan BREN dinilai memiliki peluang lebih besar menarik *inflow* signifikan sebagai pendatang baru di indeks global. Meskipun ada potensi *sell on news* yang menyebabkan koreksi jangka pendek, saham dengan fundamental kuat dan likuiditas tinggi akan berpeluang besar untuk bertahan dan menarik perhatian investor global dalam jangka menengah hingga panjang.

You might also like