Saham Blue Chip Baru BEI 2025: Daftar & Rekomendasi Beli!

Img AA1tXklb

Dunia investasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali bergejolak dengan kabar masuknya sejumlah saham ke dalam kategori blue chip, efektif mulai 1 Agustus 2025. Peristiwa ini sontak memunculkan pertanyaan krusial di benak para investor: saham blue chip mana yang paling menjanjikan untuk dibeli dan berpotensi mendatangkan keuntungan signifikan?

Secara definisi, saham blue chip merupakan aset lapis satu di pasar modal, merepresentasikan perusahaan-perusahaan dengan rekam jejak yang teruji. Mereka dikenal memiliki kinerja fundamental yang kokoh, didukung oleh nilai kapitalisasi pasar yang fantastis, seringkali menembus angka puluhan bahkan ratusan triliun rupiah.

Tak heran jika saham blue chip kerap menjadi tulang punggung bagi indeks-indeks utama di BEI, seperti LQ45, IDX30, dan IDX80, yang menjadi tolok ukur pergerakan pasar modal.

Sejalan dengan dinamika pasar modal, BEI secara berkala melakukan rebalancing, atau penyesuaian konstituen pada indeks-indeks unggulannya. Kali ini, penyesuaian tersebut akan berlaku efektif mulai 1 Agustus 2025 hingga 31 Oktober 2025, membawa perubahan signifikan pada daftar saham blue chip yang menghuni LQ45, IDX30, dan IDX80.

BYD Atto 1 Di Bawah Rp 200 juta, Cek Harga Dolphin Atto 3 Seal M6 Denza Juli 2025

Berdasarkan pengumuman resmi BEI per 25 Juli 2025, sejumlah nama baru dan lama akan bertukar posisi. Untuk indeks LQ45, saham PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI), yang terafiliasi dengan Garibaldi Thoihir, dan PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) dari grup Emtek, kini resmi bergabung. Di sisi lain, PT ESSA Industries Indonesia Tbk (ESSA) dan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) harus rela terdepak dari jajaran prestisius ini.

Perubahan juga terjadi pada indeks IDX30, di mana PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) berhasil masuk, menggantikan posisi PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) dan PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI). Sementara itu, indeks IDX80 menyambut tiga pendatang baru: AADI, PT Petrosea Tbk (PTRO), dan PT Rukun Raharja Tbk (RAJA). Mereka mengisi tempat yang ditinggalkan oleh PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL), dan PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP).

Menurut Analis Edvisor Profina Visindo, Indy Naila, saham yang berhasil menembus indeks-indeks unggulan ini secara umum memiliki daya tarik kuat bagi investor, terutama jika valuasinya masih dinilai terjangkau. Indy menyoroti AADI, yang prospeknya perlu dicermati dari sudut pandang jangka panjang, mengingat ekspansinya ke proyek-proyek energi hijau yang menjanjikan. Untuk ITMG, fokus utama investor akan tertuju pada dinamika harga batu bara global serta proyeksi pendapatan dan laba di masa mendatang. “Penting bagi pelaku pasar untuk terus memantau kinerja keuangan emiten ini guna menentukan timing yang tepat untuk masuk dan menilai prospek jangka panjangnya,” tegas Indy kepada Kontan, Minggu (27/7).

Tonton: Negosiasi Dagang Amerika Serikat vs Uni Eropa Berlangsung Alot, Peluang Masih 50:50

Secara terpisah, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menjelaskan bahwa saham-saham yang secara konsisten menunjukkan tren kenaikan harga akan mengalami peningkatan kapitalisasi pasar. Fenomena ini, menurut Nafan, menjadi indikator kuat kelayakan suatu emiten untuk bergabung dengan indeks-indeks utama seperti LQ45, IDX30, dan IDX80. Nafan menekankan bahwa faktor pendorong masuknya saham ke indeks-indeks tersebut bukan hanya kenaikan harga semata, melainkan juga didukung oleh tata kelola perusahaan (good corporate governance) yang prima dan kinerja fundamental yang solid. Kombinasi ini, lanjut Nafan, memungkinkan emiten yang berhasil masuk indeks untuk menorehkan performa yang lebih unggul dibandingkan yang dikeluarkan. “Meskipun emiten yang keluar indeks juga memiliki kinerja fundamental yang baik, pergerakan harga sahamnya tidak se-likuid saham-saham yang baru masuk,” imbuh Nafan kepada Kontan, Minggu (27/7).

Kinerja Indeks Masih Tertekan

Meskipun demikian, data pergerakan harga saham hingga penutupan perdagangan Jumat (25/7) menunjukkan bahwa indeks LQ45, IDX30, dan IDX80 masih berada di zona merah. LQ45 tercatat di level 794,511, mengalami penurunan 3,89% secara year-to-date (ytd). Senada, IDX30 terkoreksi 3% ytd ke posisi 410,761, sementara IDX80 mencatat penurunan 1,74% ytd di level 118,332. Kontras dengan ketiga indeks tersebut, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru menunjukkan performa yang mengesankan, menguat 6,55% ytd dan ditutup di level 7.543,50 pada hari yang sama.

Nafan menguraikan, penguatan IHSG yang melampaui ketiga indeks utama ini sebagian besar disumbang oleh kontribusi signifikan dari saham-saham konglomerasi serta emiten kategori mid dan small cap yang sukses mencatatkan penguatan harga.

Di tengah dinamika pasar, Indy Naila merekomendasikan strategi akumulasi untuk saham ITMG, dengan target harga optimis di level Rp 25.700 per saham. Patut dicatat, pada perdagangan Selasa, 29 Juli 2025, harga ITMG ditutup pada level Rp 23.225, mengalami sedikit koreksi 0,11% atau 25 poin dari hari sebelumnya. Namun, dalam rentang lima hari terakhir, saham ITMG menunjukkan akumulasi kenaikan sebesar 1,09% atau 250 poin.

ITMG Chart by TradingView

Kemenag Siapkan 219.364 Jabatan Fungsional Tahun 2025, Cek Gaji PNS Terbaru


Ringkasan

Bursa Efek Indonesia (BEI) akan melakukan penyesuaian konstituen saham blue chip pada indeks LQ45, IDX30, dan IDX80 yang berlaku efektif mulai 1 Agustus hingga 31 Oktober 2025. Saham blue chip merepresentasikan perusahaan dengan rekam jejak teruji, kinerja fundamental kokoh, dan kapitalisasi pasar besar, kerap menjadi tulang punggung indeks-indeks utama BEI.

Dalam penyesuaian ini, LQ45 kedatangan PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) dan PT Surya Citra Media Tbk (SCMA), sementara PT ESSA Industries Indonesia Tbk (ESSA) dan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) terdepak. PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) masuk IDX30. Analis menilai saham yang masuk indeks memiliki daya tarik kuat berkat kinerja fundamental dan tata kelola yang prima, meskipun indeks-indeks terkait masih terkoreksi ytd per 25 Juli 2025, kontras dengan penguatan IHSG.

You might also like