
Nilai tukar rupiah terus menunjukkan tren pelemahan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS), sebuah dinamika yang dipicu oleh kuatnya tekanan eksternal, terutama dari arah kebijakan suku bunga Federal Reserve (The Fed).
Pada perdagangan Kamis (31/7), kurs rupiah di pasar spot ditutup di level Rp 16.456 per dolar AS, mencatat pelemahan 0,31% dari hari sebelumnya, demikian data Bloomberg. Sementara itu, berdasarkan data JISDOR Bank Indonesia (BI), rupiah menunjukkan pelemahan yang sedikit lebih dalam, yakni 0,44%, berada di posisi Rp 16.459 per dolar AS.
Secara kumulatif, tren pelemahan ini telah membuat kurs rupiah terdepresiasi sebesar 1,34% sepanjang bulan Juli 2025, dengan penutupan di level Rp 16.456 per dolar AS. Kondisi ini mencerminkan tekanan global yang terus membayangi mata uang domestik.
Menanggapi fenomena ini, Presiden Komisaris HFX International Berjangka, Sutopo Widodo, menjelaskan bahwa pelemahan rupiah saat ini sangat erat kaitannya dengan arah kebijakan moneter bank sentral utama, yakni The Fed dan Bank Indonesia. Menurut Sutopo, langkah The Fed yang konsisten mempertahankan suku bunga pada level tinggi menjadikan dolar AS sebagai aset yang sangat menarik bagi investor global. “Ketika The Fed mempertahankan suku bunga tinggi, permintaan terhadap dolar AS meningkat signifikan karena imbal hasil investasi di sana menjadi lebih atraktif,” ujarnya kepada Kontan pada Kamis (31/7/2025).
Kontras dengan kebijakan The Fed, Bank Indonesia (BI) justru mengambil langkah dovish dengan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) dalam Rapat Dewan Gubernur bulan Juli 2025. Keputusan ini, yang bertujuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi domestik, sayangnya memperlebar selisih suku bunga antara Indonesia dan Amerika Serikat. Sutopo menambahkan, “Kondisi ini membuat rupiah menjadi kurang menarik di mata investor asing, karena imbal hasil yang ditawarkan tidak sekompetitif dolar AS.” Ia melanjutkan, “Selisih suku bunga yang melebar ini secara langsung memicu capital outflow, yakni keluarnya modal asing dari pasar domestik, sehingga semakin menambah tekanan terhadap nilai tukar rupiah.”
Menilik prospek ke depan, rupiah diproyeksikan masih akan menghadapi tekanan pelemahan pada perdagangan Jumat (1/8). Hal ini sejalan dengan perkiraan bahwa The Fed akan tetap mempertahankan sikap hawkish-nya—baik dengan menaikkan atau mempertahankan suku bunga—sementara BI cenderung tetap dovish. Sutopo Widodo memperkirakan nilai tukar rupiah pada Jumat (1/8) akan bergerak di kisaran Rp 16.500 hingga Rp 16.600 per dolar AS, mengindikasikan kelanjutan tren pelemahan.
Nilai tukar rupiah terus menunjukkan pelemahan signifikan terhadap dolar AS, ditutup di level Rp 16.456 pada Kamis (31/7), terdepresiasi 0,31% dari hari sebelumnya dan 1,34% sepanjang Juli 2025. Pelemahan ini sebagian besar dipicu oleh kebijakan suku bunga tinggi Federal Reserve (The Fed) yang membuat dolar AS sangat menarik bagi investor global.
Kontras dengan The Fed, Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, memperlebar selisih bunga dan mengurangi daya tarik rupiah di mata investor asing. Kondisi ini memicu keluarnya modal asing (capital outflow), menambah tekanan pada nilai tukar rupiah. Rupiah diproyeksikan akan terus menghadapi tekanan pada Jumat (1/8), diperkirakan bergerak di kisaran Rp 16.500 hingga Rp 16.600 per dolar AS.