Rupiah Terancam Rp 16.700! Ini Tantangan Kuartal III 2025

Img AA1tEfu3

MNCDUIT.COM – JAKARTA. Kuartal III 2025 diproyeksikan menjadi periode yang penuh tantangan bagi pasar keuangan global, dengan berbagai risiko yang siap membayangi. Di tengah dinamika tersebut, nilai tukar rupiah diperkirakan akan bergerak dalam rentang Rp 16.000 hingga Rp 16.700.

Kondisi indeks dolar AS (DXY) menunjukkan tren pelemahan. Mengutip Trading Economic, dalam sepekan terakhir, DXY telah turun 0,45%, dan secara bulanan penurunannya bahkan mencapai 1,8%. Hingga sore ini pukul 15.40 WIB, indeks dolar tercatat melemah tipis 0,05% ke level 96,975. Namun, pelemahan DXY ini ternyata tidak serta-merta menarik arus modal masuk dengan cepat ke pasar negara berkembang seperti Indonesia, sehingga rupiah pun tidak leluasa untuk menguat.

Menurut Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo, investor global saat ini masih cenderung berhati-hati dan mencari aset yang dianggap lebih aman di tengah ketidakpastian. Selain itu, likuiditas pasar domestik juga memegang peranan krusial. Tanpa likuiditas yang memadai, atau jika ada tekanan jual yang kuat dari investor, rupiah cenderung tertekan meskipun dolar AS sedang melemah.

Sutopo menyoroti sejumlah tantangan signifikan yang akan dihadapi rupiah sepanjang kuartal III-2025. Salah satu ancaman utamanya adalah potensi pergeseran investor ke aset safe haven, terutama saat kebijakan tarif Amerika Serikat yang penundaannya dijadwalkan berakhir pada Agustus mulai diterapkan. Meskipun pergerakan DXY bisa bervariasi, potensi koreksi lebih lanjut mungkin terbatas dan justru berpotensi memberi ancaman baru bagi stabilitas rupiah.

Melihat kembali pengalaman pada bulan April lalu, ketika DXY memasuki tren pelemahan setelah pengumuman kebijakan tarif oleh Trump, rupiah justru ikut terpuruk dan sempat mendekati level Rp 17.000. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kekhawatiran pasar akan pecahnya perang dagang yang dapat memicu ketidakpastian. Sutopo menekankan bahwa jika tarif tersebut resmi diberlakukan, rupiah berpotensi kembali mengalami tekanan. Puncak ketegangan perang dagang di masa lalu terbukti telah memicu capital outflow besar-besaran dari pasar negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, di mana investor cenderung mengurangi eksposur mereka terhadap aset berisiko.

Untuk mengantisipasi risiko-risiko tersebut, rupiah membutuhkan dukungan kuat dari sentimen domestik. Faktor-faktor seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan cadangan devisa menjadi penentu utama ketahanan rupiah. Sebagai informasi, pada kuartal I-2025, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 4,87%, sedikit melambat dari periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 5,02%. Sementara itu, inflasi tahunan per Juni 2025 berada di angka 1,87%, naik dibanding bulan sebelumnya yang sebesar 1,6%.

Adapun posisi cadangan devisa per Mei 2025 tercatat di level US$ 152,5 miliar. Sutopo menilai, cadangan devisa yang cukup besar ini memberikan ruang yang leluasa bagi Bank Indonesia (BI) untuk melakukan intervensi di pasar valuta asing jika rupiah benar-benar tertekan hebat di tengah ketegangan global. Secara keseluruhan, sejumlah upaya strategis dapat dilakukan secara domestik untuk menjaga ketahanan nilai tukar rupiah.

Selain intervensi aktif dari Bank Indonesia, Sutopo juga mengimbau pemerintah untuk terus berupaya menjaga daya tarik investasi, mempercepat realisasi proyek-proyek infrastruktur, dan meningkatkan ekspor. Langkah-langkah ini sangat penting untuk memperkuat fundamental perekonomian nasional. Dengan mempertimbangkan potensi tekanan global, Sutopo memprediksi rupiah akan bergerak dalam rentang Rp 16.000–Rp 16.700 selama kuartal III-2025. Namun, ia mengingatkan bahwa pergerakan nilai tukar ini sangat dinamis dan dapat berubah sewaktu-waktu, tergantung pada perkembangan terkini dari risiko global, khususnya yang terkait dengan ketegangan perdagangan dan kebijakan moneter negara-negara maju.

Ringkasan

Kuartal III 2025 diproyeksikan penuh tantangan bagi pasar keuangan global, menekan nilai tukar rupiah dalam rentang Rp 16.000 hingga Rp 16.700. Meskipun indeks dolar AS melemah, arus modal ke negara berkembang belum kuat, menghambat penguatan rupiah. Investor global cenderung berhati-hati dan bergeser ke aset safe haven, terutama dengan potensi penerapan kebijakan tarif Amerika Serikat yang dapat memicu tekanan pada rupiah seperti pengalaman sebelumnya.

Untuk mengantisipasi risiko, rupiah membutuhkan dukungan kuat dari sentimen domestik melalui pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan cadangan devisa yang memadai. Cadangan devisa US$ 152,5 miliar pada Mei 2025 memberikan Bank Indonesia ruang intervensi di pasar valuta asing. Selain itu, pemerintah diimbau menjaga daya tarik investasi, mempercepat proyek infrastruktur, dan meningkatkan ekspor guna memperkuat fundamental perekonomian nasional.

You might also like