
MNCDUIT.COM JAKARTA. Nilai tukar rupiah diperkirakan akan melanjutkan pelemahannya pada perdagangan Rabu (20/8/2025), dipengaruhi oleh kombinasi sentimen eksternal dan internal yang mendominasi pasar. Kehati-hatian investor menjadi kunci di tengah padatnya agenda ekonomi global dan dinamika dalam negeri.
Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, menyoroti bahwa pelemahan rupiah mencerminkan sikap hati-hati investor yang mengantisipasi serangkaian agenda penting. Ini termasuk risalah FOMC (Federal Open Market Committee) serta pidato Ketua The Fed Jerome Powell di simposium Jackson Hole. Selain itu, perkembangan geopolitik seperti perundingan perang Ukraina juga turut membebani sentimen pasar. Lukman menambahkan, “Namun melihat besarnya pelemahan rupiah, juga didorong oleh aksi ambil untung dari penguatan besar rupiah belakangan ini.”
Meski Bank Indonesia (BI) diperkirakan tidak akan mengubah tingkat suku bunga dalam waktu dekat, rupiah berpotensi masih tertekan. Investor tetap memantau dengan cermat kemungkinan kebijakan BI di tengah meredanya tekanan dolar AS. Kondisi ini menuntut kewaspadaan lebih dari para pelaku pasar.
Sementara itu, pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi menyoroti pergerakan rupiah yang juga dipengaruhi oleh sentimen dari Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2026. Pemerintah berencana menarik utang baru senilai Rp 781,87 triliun pada tahun 2026. Angka ini terungkap dalam Buku II Nota Keuangan Beserta RAPBN 2026, yang menunjukkan rencana pembiayaan utang melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan penarikan pinjaman.
Rincian pembiayaan utang tersebut mencakup SBN seperti Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)/Sukuk Negara, yang diperkirakan mencapai Rp 749,19 triliun atau naik dibandingkan proyeksi tahun 2025. Di sisi lain, pembiayaan pinjaman neto pada 2026 direncanakan sebesar Rp 32,67 triliun, menunjukkan penurunan signifikan sebesar 74,9% dibandingkan proyeksi 2025. Pinjaman neto ini akan dipenuhi melalui pinjaman dalam negeri neto sebesar negatif Rp 6.535,5 miliar (sekitar Rp 6,53 triliun) dan pinjaman luar negeri neto sebesar Rp 39.210,6 miliar (sekitar Rp 39,21 triliun).
Ibrahim menegaskan bahwa pemerintah mengklaim pengelolaan utang akan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, serta mengutamakan pembiayaan yang inovatif dan berkelanjutan. Pernyataan ini disampaikan pada Selasa (19/8/2025) seiring dengan publikasi detail RAPBN.
Melihat dinamika tersebut, Ibrahim memperkirakan rupiah akan bergerak fluktuatif namun ditutup melemah pada Rabu, berada di kisaran Rp 16.240 – Rp 16.300 per dolar AS. Senada, Lukman Leong memproyeksikan rupiah akan bergerak dalam rentang Rp 16.200 – Rp 16.300 per dolar AS.
Sebagai informasi, pada perdagangan Selasa (19/8/2025), rupiah di pasar spot ditutup melemah 0,29% ke level Rp 16.246 per dolar Amerika Serikat (AS). Sementara itu, rupiah di kurs referensi Jisdor Bank Indonesia juga mencatat pelemahan 0,48% ke level Rp 16.241 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah diperkirakan akan melanjutkan pelemahannya pada perdagangan Rabu, dipengaruhi oleh sentimen eksternal dan internal yang mendorong kehati-hatian investor. Faktor eksternal mencakup antisipasi risalah FOMC dan pidato Ketua The Fed Jerome Powell, serta perkembangan geopolitik. Pelemahan ini juga didorong oleh aksi ambil untung setelah penguatan besar rupiah belakangan ini.
Secara internal, rupiah terbebani oleh rencana pemerintah untuk menarik utang baru senilai Rp 781,87 triliun pada tahun 2026, yang terungkap dalam RAPBN 2026. Meskipun Bank Indonesia kemungkinan tidak mengubah suku bunga, para analis memproyeksikan rupiah akan bergerak fluktuatif dan ditutup melemah. Rupiah diperkirakan berada dalam rentang Rp 16.200 hingga Rp 16.300 per dolar AS.