Rupiah Hari Ini: Menguat Tipis! Kurs Jisdor Sentuh Rp 16.277

MNCDUIT.COM  JAKARTA. Nilai tukar rupiah menunjukkan performa positif dengan menguat tipis terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (5/6). Penguatan ini didorong oleh pelemahan data ekonomi AS yang secara signifikan meningkatkan ekspektasi pasar terhadap potensi pemangkasan suku bunga acuan oleh bank sentral AS, The Fed.

Berdasarkan data resmi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, rupiah berhasil ditutup menguat sebesar 0,17% ke level Rp 16.277 per dolar AS. Angka ini merupakan perbaikan dari posisi penutupan sebelumnya di Rp 16.305 per dolar AS.Img AA1CyRPj

Tak hanya di Jisdor, penguatan rupiah juga tercermin di pasar spot. Mengutip data Bloomberg, nilai tukar rupiah ditutup pada posisi Rp 16.284 per dolar AS, naik 0,07% dibandingkan penutupan hari Rabu yang berada di Rp 16.295. Kenaikan ini menandai penguatan rupiah untuk dua hari berturut-turut, memberikan sinyal positif bagi sentimen pasar.

Penguatan rupiah dan pelemahan dolar AS secara global terjadi menyusul rilis data ekonomi AS yang mengejutkan. Laporan menunjukkan bahwa aktivitas sektor jasa di AS mengalami kontraksi untuk pertama kalinya dalam hampir setahun pada Mei 2025. Di saat yang sama, pasar tenaga kerja AS juga mulai memperlihatkan tanda-tanda pelonggaran, menambah tekanan pada mata uang Paman Sam.

Lemahnya indikator-indikator ekonomi ini secara langsung mendorong reli di pasar obligasi AS, yang pada gilirannya memperkuat spekulasi bahwa The Fed akan segera mengambil langkah untuk menurunkan suku bunga acuan mereka. Menurut data yang dihimpun oleh LSEG, probabilitas pemangkasan suku bunga pada bulan September mendatang kini diperkirakan mencapai 95%, sebuah angka yang sangat tinggi.

Meskipun demikian, pergerakan mata uang di kawasan Asia secara keseluruhan masih menunjukkan kecenderungan terbatas. Hal ini disebabkan oleh sikap “wait and see” yang diambil oleh para pelaku pasar, yang kini menantikan dengan saksama rilis data ketenagakerjaan AS yang lebih komprehensif pada Jumat (6/6) malam waktu Indonesia.

Survei Reuters memproyeksikan penambahan non-farm payrolls pada Mei hanya akan mencapai 130.000, sebuah penurunan signifikan dari 177.000 pada April. Sementara itu, tingkat pengangguran diperkirakan akan tetap stabil di 4,2%. Jika hasil aktual data ketenagakerjaan ini ternyata lebih lemah dari estimasi yang ada, dolar AS berpotensi besar untuk melanjutkan tren pelemahannya.

Selain faktor data ekonomi, dolar AS juga tengah dibayangi oleh ketidakpastian seputar kebijakan perdagangan Presiden AS Donald Trump. Ia kembali mengumumkan pengenaan tarif terhadap sejumlah negara, meskipun sebagian di antaranya kemudian ditangguhkan, menciptakan gejolak tambahan bagi mata uang global.

Secara teknikal, indeks dolar (DXY), yang mengukur kinerja dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia, berada di level 98,87. Angka ini menunjukkan penurunan sekitar 9% sejak awal tahun dan berpotensi mencatat performa tahunan terburuk sejak 2017, sebuah indikasi tekanan jangka panjang terhadap dominasi dolar.

Sementara itu, mata uang utama lainnya menunjukkan pergerakan beragam. Euro terpantau stabil di US$1,1412 menjelang keputusan suku bunga Bank Sentral Eropa (ECB). Yen diperdagangkan di level ¥143 per dolar AS. Adapun dolar Australia dan Selandia Baru masing-masing menguat ke US$0,6491 dan US$0,603, mendekati level tertinggi dalam tujuh bulan terakhir.

Adapun yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun tercatat di 4,363% pada sesi Asia, sedikit di atas posisi terendah empat minggu yang sempat tercapai sehari sebelumnya di 4,349%. Dinamika yield obligasi ini juga menjadi salah satu indikator penting bagi pergerakan dolar AS.

Ekonom Bank of Singapore, Mansoor Mohi-uddin, menegaskan bahwa data tenaga kerja yang akan datang akan menjadi indikator krusial. “Jika pasar tenaga kerja melemah, dolar AS bisa tertekan lebih dalam,” ujarnya, dikutip dari Reuters, menggarisbawahi pentingnya rilis data tersebut bagi prospek nilai tukar dolar AS ke depan.

Ringkasan

Nilai tukar rupiah menguat tipis terhadap dolar AS pada perdagangan Kamis (5/6), mencapai Rp 16.277 per dolar AS berdasarkan data Jisdor. Penguatan ini didorong oleh pelemahan data ekonomi Amerika Serikat, termasuk kontraksi sektor jasa dan pelonggaran pasar tenaga kerja. Ini menandai penguatan rupiah untuk dua hari berturut-turut.

Kondisi ekonomi AS yang melemah secara signifikan meningkatkan ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga The Fed, dengan probabilitas September mencapai 95%. Pelaku pasar kini menantikan rilis data ketenagakerjaan AS yang lebih komprehensif pada Jumat (6/6), di mana data yang lebih lemah dapat melanjutkan tren pelemahan dolar. Selain itu, kebijakan perdagangan Presiden Trump juga menambah ketidakpastian bagi dolar AS.

You might also like