
JAKARTA. Nilai tukar rupiah menunjukkan kinerja yang mengesankan pada hari Senin (1/9/2025), berhasil menguat signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot. Mata uang Garuda tersebut ditutup perkasa dengan kenaikan 0,49%, mencapai level Rp 16.419 per dolar AS, melampaui posisi penutupan perdagangan sebelumnya.
Namun, di sisi lain, data dari Jisdor Bank Indonesia (BI) mencatatkan sedikit pelemahan. Rupiah berdasarkan Jisdor BI tercatat melemah tipis 0,01% secara harian, berada di level Rp 16.463 per dolar AS.
Pengamat Mata Uang, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan bahwa pergerakan rupiah yang dinamis ini sangat dipengaruhi oleh sentimen global dan domestik. Secara global, harapan terhadap penurunan suku bunga The Fed menjadi pendorong utama. Investor kini secara signifikan meningkatkan taruhan mereka pada pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada bulan September, setelah rilis indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi AS yang sebagian besar sesuai dengan ekspektasi pasar. Perangkat CME FedWatch bahkan mengindikasikan probabilitas penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin bulan ini mendekati 90%.
Selain faktor eksternal, sentimen positif dari dalam negeri turut menyokong kinerja rupiah. Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur Indonesia versi S&P Global mencatat kenaikan signifikan ke angka 51,5 pada Agustus 2025, melonjak dari 49,2 pada bulan sebelumnya. Angka ini menandai level tertinggi sejak Maret 2025 dan merupakan ekspansi pertama dalam lima bulan terakhir. Kenaikan ini didorong oleh rebound output dan pesanan baru setelah empat bulan berturut-turut mengalami pelemahan, seperti yang diungkapkan Ibrahim pada Senin (1/9/2025).
Lebih lanjut, permintaan dari pasar luar negeri juga mencapai titik pertumbuhan tertinggi sejak September 2023. Di sektor ketenagakerjaan manufaktur, terjadi penambahan tenaga kerja secara moderat, mengakhiri tren penurunan lapangan kerja yang berlangsung selama tiga bulan. Beban kerja perusahaan tetap terkendali, ditandai dengan penurunan tumpukan pesanan selama lima bulan beruntun. Aktivitas pembelian juga meningkat, berdampak pada penambahan persediaan bahan baku. Meskipun ada gangguan pengiriman di beberapa jalur, waktu pengiriman relatif stabil. Dari sisi harga, inflasi biaya input masih solid tetapi tetap di bawah rata-rata jangka panjang, bahkan mendekati level terendah dalam lima tahun. Namun demikian, penguatan dolar AS memberikan tekanan pada kenaikan harga bahan baku impor.
Rupiah Spot Ditutup Menguat ke Rp 16.419 Per Dolar AS, Paling Perkasa di Asia
Faktor domestik lain yang memperkuat posisi rupiah adalah berlanjutnya surplus neraca perdagangan Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus sebesar US$4,17 miliar pada Juli 2025. Ini merupakan pencapaian luar biasa yang menandai surplus selama 63 bulan beruntun sejak Mei 2020. Menurut Ibrahim, surplus pada bulan Juli ini bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Juni sebelumnya, yang sebesar US$4,11 miliar, dengan komoditas utama pendorongnya adalah CPO dan batubara.
Rupiah Menguat di Tengah Hari Ini (1/9), Cek Proyeksi Hingga Akhir Kuartal III-2025
Menatap hari perdagangan berikutnya, Ibrahim memproyeksikan bahwa rupiah pada Selasa (2/9/2025) akan bergerak fluktuatif. Meskipun demikian, ia memperkirakan rupiah berpotensi ditutup menguat dalam rentang Rp 16.370 – Rp 16.430 per dolar AS.
Pada Senin (1/9/2025), nilai tukar rupiah menguat signifikan di pasar spot, ditutup pada Rp 16.419 per dolar AS, naik 0,49%. Penguatan ini didorong oleh sentimen global, terutama harapan tinggi akan penurunan suku bunga The Fed pada September. Investor meningkatkan taruhan pemangkasan suku bunga menyusul data indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi AS yang sesuai ekspektasi pasar.
Dari dalam negeri, kinerja rupiah didukung oleh kenaikan Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur Indonesia ke 51,5 pada Agustus 2025, menandai ekspansi pertama dalam lima bulan. Selain itu, surplus neraca perdagangan Indonesia berlanjut mencapai US$4,17 miliar pada Juli 2025, menjadikannya surplus 63 bulan berturut-turut. Faktor-faktor positif ini secara kolektif menyokong posisi mata uang Garuda.