 
             
						
MNCDUIT.COM JAKARTA. Pergerakan nilai tukar rupiah masih menunjukkan pelemahan menghadapi dominasi dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang pekan ini, menciptakan dinamika yang menarik di pasar keuangan.
Menurut data dari Bloomberg, pada penutupan perdagangan Jumat, 31 Oktober, rupiah tercatat menguat tipis 0,03%, mencapai posisi Rp 16.631 per dolar AS dibandingkan hari sebelumnya. Namun, gambaran mingguan menunjukkan tren yang berbeda; dalam kurun waktu satu pekan, mata uang Garuda justru melemah 0,17% dari posisi Rp 16.602 per dolar AS pada pekan sebelumnya.
Di sisi lain, berdasarkan referensi kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah menunjukkan penguatan 0,09% pada penutupan Jumat, 31 Oktober, bertengger di level Rp 16.625 per dolar AS dari perdagangan sebelumnya. Secara mingguan, rupiah Jisdor bahkan menguat tipis 0,03% dari Rp 16.630 per dolar AS, memberikan perspektif yang sedikit berbeda dibandingkan data Bloomberg.
Rupiah Spot Ditutup Menguat 0,03% ke Rp 16.631 per Dolar AS pada Jumat (31/10/2025)
Menanggapi pergerakan ini, Analis Mata Uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, mengemukakan bahwa rupiah cenderung bergerak datar terhadap dolar AS pada hari tersebut. “Hal ini dipicu oleh kesepakatan tarif AS-China yang sempat memberikan sentimen positif, namun di sisi lain tertekan oleh penguatan dolar AS menyusul menurunnya prospek pemangkasan suku bunga The Fed pasca pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC),” jelas Lukman kepada Kontan, Jumat (31/10/2025).
Lukman menambahkan bahwa selama sepekan ini, pendorong utama pergerakan nilai tukar rupiah murni berasal dari faktor eksternal. Pertemuan antara Presiden China Xi Jinping dan Presiden AS Donald Trump, yang membahas kesepakatan tarif, secara bersamaan memberikan dukungan bagi rupiah sekaligus dolar AS. “Sedangkan, hasil FOMC hanya mendukung dolar AS, memperkuat posisinya di pasar mata uang global,” imbuh Lukman.
Rupiah Jisdor Menguat 0,09% ke Rp 16.625 per Dolar AS pada Jumat (31/10/2025)
Memasuki pekan depan, pasar akan menyoroti sejumlah data ekonomi domestik yang padat, termasuk data inflasi, Produk Domestik Bruto (PDB), dan data perdagangan. Dari Amerika Serikat, perhatian akan tertuju pada rilis data Institute for Supply Management (ISM) manufacturing dan service yang dijadwalkan pada hari Senin dan Rabu.
Terkait sentimen dari kesepakatan tarif China-AS, Lukman menilai bahwa situasinya masih belum jelas, mengingat belum adanya rincian resmi dari kesepakatan tersebut. Namun demikian, konfirmasi lanjutan mengenai kesepakatan ini berpotensi menjadi pendorong signifikan bagi pergerakan rupiah.
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, Lukman memprediksi bahwa nilai tukar rupiah berpotensi bergerak dalam rentang Rp 16.450 hingga Rp 16.750 per dolar AS untuk sepekan ke depan.
Nilai tukar rupiah menunjukkan pelemahan mingguan terhadap dolar AS, meskipun tercatat menguat tipis pada penutupan perdagangan Jumat, 31 Oktober, mencapai Rp 16.631 per dolar AS (Bloomberg) atau Rp 16.625 per dolar AS (Jisdor BI). Menurut Analis Mata Uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, pelemahan ini dipicu oleh dominasi dolar AS menyusul menurunnya prospek pemangkasan suku bunga The Fed. Meskipun kesepakatan tarif AS-China sempat memberi sentimen positif, faktor eksternal ini menjadi pendorong utama pergerakan rupiah.
Untuk pekan mendatang, pasar akan menyoroti sejumlah data ekonomi domestik yang padat, seperti inflasi, PDB, dan data perdagangan, serta data ISM dari Amerika Serikat. Ketidakjelasan detail kesepakatan tarif China-AS juga masih menjadi perhatian, namun konfirmasi lanjutan berpotensi menjadi pendorong signifikan bagi rupiah. Lukman Leong memprediksi rupiah akan bergerak dalam rentang Rp 16.450 hingga Rp 16.750 per dolar AS.