Rp 99 Triliun Raib! Mentan Ungkap 212 Produsen Beras Nakal

Langkah tegas diambil Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dengan melaporkan 212 produsen beras kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kejaksaan Agung. Para produsen ini terindikasi kuat terlibat dalam praktik perdagangan beras yang secara terang-terangan melanggar ketentuan mutu, berat, serta harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah.

“Penetapan ini didasari temuan komprehensif dari kerja lapangan yang dilakukan bersama Satuan Tugas (Satgas) Pangan, Kejaksaan, Badan Pangan Nasional, dan berbagai unsur pengawasan lainnya. Kami sudah serahkan seluruh data ke Kapolri dan Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti,” tegas Amran di Jakarta, Jumat (28/6).

Dari total 268 merek beras yang menjadi target investigasi, angka mencengangkan menunjukkan bahwa 212 merek terbukti bermasalah. Hasil uji laboratorium yang dilakukan secara cermat di 13 titik di 10 provinsi menguak fakta bahwa 85,56% beras premium tidak memenuhi standar mutu yang ditetapkan, 59,78% dijual di atas HET, dan 21% terbukti memiliki berat yang tidak sesuai dengan label kemasan. “Ini sangat merugikan masyarakat. Tidak boleh dibiarkan,” seru Amran, menekankan urgensi penindakan.

Konsumen Berpotensi Rugi Rp 99 Triliun

Di tengah upaya peningkatan produksi nasional, Menteri Amran menyoroti sebuah kejanggalan mencolok terkait harga beras. Badan Pangan Dunia (FAO) bahkan memproyeksikan produksi beras Indonesia akan mencapai 35,6 juta ton pada 2025/2026, melampaui target nasional yang sebesar 32 juta ton. Namun, paradoksnya, harga di pasaran tetap tinggi.

“Kalau dulu harga naik karena stok terbatas, sekarang stok melimpah, produksi tinggi, tapi harga tetap tinggi. Ini indikasi kuat adanya penyimpangan,” ujar Amran, menyoroti adanya manipulasi di balik anomali tersebut.

Estimasi kerugian yang ditanggung konsumen akibat praktik culas ini sungguh fantastis, diperkirakan mencapai Rp99 triliun. Salah satu modus operandi yang terungkap adalah pengemasan ulang beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) untuk kemudian dijual sebagai beras premium dengan harga yang jauh lebih mahal, meraup keuntungan berlipat dari celah aturan.

“Kami sudah beri waktu dua minggu kepada pelaku usaha untuk memperbaiki semua penyimpangan. Kalau tidak patuh, bersiaplah berhadapan dengan hukum. Negara tidak boleh kalah dengan mafia pangan,” tandas Amran dengan nada tegas. Ia juga mengajak seluruh pelaku industri beras untuk berbenah dan menjunjung tinggi etika usaha. “Pangan adalah soal hajat hidup orang banyak. Kalau dibiarkan, dampaknya luas, dari daya beli rakyat hingga stabilitas ekonomi nasional,” pungkasnya, mengingatkan konsekuensi serius bagi bangsa.

Tindak Tegas Siap Menanti

Menyikapi laporan ini, Sekretaris Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Andi Herman, menyatakan kesiapan pihaknya untuk menindak tegas pelanggaran serius ini. “Ini praktik markup dan pelanggaran mutu, berat, serta harga produk. Karena beras adalah komoditas subsidi negara, kerugiannya ganda, untuk negara dan rakyat,” ujarnya, menyoroti dampak kerugian ganda yang ditimbulkan.

Senada dengan itu, Ketua Satgas Pangan Mabes Polri Brigjen Helfi Assegaf menegaskan bahwa praktik pengemasan dan pelabelan yang menyesatkan merupakan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Brigjen Helfi menegaskan bahwa Satgas Pangan telah memberikan tenggat waktu hingga 10 Juli 2025 bagi pelaku usaha untuk membenahi diri. Apabila setelah batas waktu tersebut masih ditemukan pelanggaran serupa, tindakan hukum tegas akan segera diambil, dengan ancaman pidana penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp2 miliar.

Ringkasan

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman melaporkan 212 produsen beras kepada Kapolri dan Kejaksaan Agung atas dugaan praktik perdagangan ilegal yang melanggar ketentuan mutu, berat, dan Harga Eceran Tertinggi (HET). Dari 268 merek beras yang diinvestigasi, 212 terbukti bermasalah; 85,56% beras premium tidak memenuhi standar mutu, 59,78% dijual di atas HET, dan 21% memiliki berat yang tidak sesuai label. Praktik curang ini diperkirakan merugikan konsumen hingga Rp99 triliun.

Salah satu modus operandi yang terungkap adalah pengemasan ulang beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) untuk dijual sebagai beras premium dengan harga lebih tinggi. Menteri Amran telah memberikan tenggat waktu dua minggu bagi pelaku usaha untuk memperbaiki penyimpangan. Pihak Kejaksaan Agung dan Satgas Pangan Mabes Polri siap menindak tegas pelanggaran ini, dengan ancaman pidana penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp2 miliar jika tidak dipatuhi hingga batas waktu 10 Juli 2025.

You might also like