
MNCDUIT.COM – JAKARTA. Tekanan terhadap harga minyak dunia semakin nyata, didorong oleh penurunan permintaan global yang signifikan. Kondisi ini diperparah oleh rencana peningkatan produksi dari aliansi OPEC+ serta perlambatan ekonomi global sepanjang tahun ini, yang semuanya berkontribusi pada tren pelemahan harga komoditas strategis tersebut.
Mengacu data Tradingeconomics pada Senin (7/7) pukul 17.53 WIB, harga minyak mentah WTI menunjukkan kenaikan tipis 0,74% secara harian. Namun, akumulasi koreksinya sepanjang tahun berjalan mencapai 6,46%. Senada, minyak mentah Brent juga menguat tipis 0,63% pada hari yang sama, meskipun secara year-to-date (ytd) tercatat penurunan yang lebih dalam, yakni 7,83%.
Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, memproyeksikan bahwa harga minyak dunia akan berada di level US$ 60 per barel pada akhir kuartal III-2025. Untuk periode akhir tahun yang sama, ia memprediksi harga akan bergerak di kisaran US$ 50–55 per barel.
Permintaan Turun, Harga Minyak Mentah Diprediksi US$ 60 pada Akhir Kuartal III-2025
“Peningkatan produksi tentunya juga sangat berandil, dengan pemulihan sebesar 548.000 bph, lebih besar daripada 411.000 bph sebelumnya, memicu harapan untuk pemulihan yang lebih besar ke depannya,” jelas Lukman kepada Kontan, Senin (7/7). Selain itu, harapan pasar terhadap meredanya ketegangan konflik di Timur Tengah turut menjadi faktor pendorong pelemahan harga minyak dunia. Ia menambahkan, “Harapan akan deeskalasi di Timur Tengah oleh intervensi AS dengan mengebom fasilitas nuklir Iran, yang diharapkan akan memberikan tekanan untuk melepaskan ambisi nuklir.”
Menurut Lukman, permintaan minyak bukan hanya telah menyentuh puncak, melainkan kini telah memasuki tren penurunan yang jelas. Hal ini diperburuk oleh ketidakpastian seputar tarif perdagangan, melemahnya ekonomi global tahun ini, serta pertumbuhan pesat elektrifikasi kendaraan di seluruh dunia. Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa produksi yang terus digenjot di Amerika Utara akan terus menggerus pangsa pasar OPEC+ apabila mereka tidak memulihkan produksinya.
Sementara itu, Analis Senior Dupoin Futures Indonesia, Andy Nugraha, menyoroti peningkatan produksi OPEC+ sebagai salah satu faktor utama penekan harga minyak WTI. Produksi yang diperkirakan naik sebesar 548.000 bph pada Agustus, dan kemungkinan bertambah menjadi 550.000 bph pada September, akan mengembalikan mayoritas pemangkasan produksi sebelumnya, sehingga menambah pasokan global.
Lebih lanjut, peningkatan inventaris global dan Amerika Serikat (AS) juga menjadi pemicu signifikan. “Stok minyak di AS dan global juga meningkat, yang kemudian menjadi beban harga minyak WTI,” tutur Andy, seraya menambahkan bahwa permintaan global saat ini sedang stagnan atau bahkan melemah. Dari sisi sentimen pasar non-fundamental, ketidakpastian geopolitik juga memengaruhi. “Eskalasi konflik di Timur Tengah, seperti isu Iran–Israel, dapat menyebabkan lonjakan singkat. Meskipun dampaknya biasanya bersifat temporer,” ujarnya.
Adapun sentimen dari spekulan dan dana non-komersial turut memperburuk kondisi. Andy mengungkapkan banyak hedge fund yang memangkas posisi beli (long) dan beralih menjual (short) karena ekspektasi tren penurunan harga. Faktor lain yang memengaruhi penurunan harga minyak mentah adalah musim badai di Gulf Coast, Amerika Serikat. “Musim badai menambah risiko suplai, memberikan support tersendiri, namun harga secara keseluruhan masih berada dalam tekanan,” lanjut Andy.
Berdasarkan proyeksi Andy, harga minyak WTI diperkirakan berada di level US$ 58–60 per barel pada akhir tahun, didorong kondisi kelebihan pasokan dan penguatan stok. Sementara itu, untuk akhir kuartal III-2025, Andy memperkirakan minyak WTI berkisar antara US$ 64–72 per barel, dengan volatilitas tinggi, mengingat kombinasi ketidakpastian geopolitik dan indikator ekonomi global. “Kemungkinan ada rebound, jika terjadi gangguan suplai seperti geopolitik dan badai, dan posisi short squeeze,” tambahnya.
Harga Minyak Lanjutkan Pelemahan, Ini Penyebabnya
Meski demikian, secara umum, Andy menilai tekanan akibat peningkatan produksi OPEC+ dan tingginya stok cenderung menahan potensi kenaikan harga secara signifikan.
Harga minyak dunia berada di bawah tekanan kuat akibat penurunan permintaan global yang signifikan, rencana peningkatan produksi dari aliansi OPEC+, serta perlambatan ekonomi global. Meskipun harga minyak mentah WTI dan Brent menunjukkan kenaikan tipis harian, keduanya mencatat koreksi substansial sepanjang tahun berjalan, menandakan tren pelemahan yang jelas di pasar komoditas ini.
Analis memproyeksikan harga minyak akan terus menurun, berpotensi mencapai level US$ 50-60 per barel pada akhir tahun 2025. Faktor-faktor pendorong utama penurunan ini meliputi kelebihan pasokan global dari peningkatan produksi, tren penurunan permintaan yang jelas, pertumbuhan kendaraan listrik, serta ketidakpastian ekonomi global dan geopolitik.