Rekomendasi Saham Properti Kawasan Industri: Potensi Cuan Menarik!

Prospek cerah terus menyelimuti kinerja emiten kawasan industri, terutama didorong oleh gelombang investasi masif dalam ekosistem kendaraan listrik (EV) di sejumlah kawasan strategis. Sentimen positif ini diperkirakan akan menjadi penopang utama hingga kuartal-kuartal mendatang, bahkan menembus tahun 2026.

Salah satu emiten yang menonjol adalah PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA), yang performanya semakin kuat berkat pertumbuhan pesat di Subang Smartpolitan. Kawasan ini telah berhasil menarik investasi signifikan dari berbagai tenant, menyusul beroperasinya Jalan Tol Subang-Patimban dan Pelabuhan Patimban yang meningkatkan aksesibilitas dan daya saing. Analis Bahana Sekuritas Indonesia, Arvin Lienardi, menegaskan bahwa kinerja SSIA semakin didorong oleh rencana pembangunan pabrik BYD di kawasan industri Subang.Img AA1O4LU6

Kehadiran investor kakap turut memperkuat posisi SSIA. Sebut saja, masuknya investasi Grup Djarum senilai Rp 3 triliun serta akuisisi 6,05% saham SSIA oleh Grup Barito melalui PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA). Arvin Lienardi, dalam risetnya pada 6 Oktober 2025, menyatakan, “Kehadiran BYD di area tersebut membuktikan reputasi kuat SSIA sebagai pengembang kawasan industri terkemuka.”

Perintis Triniti Properti (TRIN) Divestasi Anak Usaha Rp 325 Juta, Begini Rinciannya

Pergerakan harga saham SSIA juga mencerminkan optimisme pasar. Dalam sebulan terakhir, saham SSIA naik 1,96% dan melonjak tajam 54,65% sejak awal tahun (year to date/YTD). Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, menjelaskan bahwa kenaikan YTD SSIA merupakan kombinasi dari dua sentimen kuat: masuknya BYD di Subang Smartpolitan dan ekspektasi sinergi proyek energi hijau Grup Barito di kawasan tersebut. “Market menilai SSIA punya katalis konkret dan visibilitas pendapatan yang kuat untuk 2026 ke depan,” ujarnya kepada Kontan pada Rabu (8/10).

Namun, tidak semua emiten kawasan industri bernasib sama. Saham emiten sejenis, PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS), terpantau turun 0,74% dalam sebulan dan terkoreksi 9,40% YTD. Demikian pula, saham PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) juga mengalami penurunan 7,07% dalam sebulan dan 1,08% YTD. Penurunan ini disebabkan oleh pipeline penjualan lahan baru mereka yang belum seagresif SSIA, ditambah faktor valuasi yang sebelumnya sudah lebih tinggi.

“Jadi perbedaan performa ini bukan sekadar hype, tapi juga soal narrative clarity. SSIA punya cerita besar yang sedang ‘on progress‘,” jelas Wafi, menyoroti narasi investasi yang lebih jelas dan konkret pada SSIA dibandingkan kompetitornya.

Prospek dan Rekomendasi

Wafi memproyeksikan, prospek emiten kawasan industri secara keseluruhan tetap positif di semester II 2025 dan sepanjang tahun 2026. Momentum ini didukung oleh gelombang reindustrialisasi dan Investasi Langsung Asing (FDI) dari Asia Timur, khususnya di sektor EV, tenaga surya, dan pusat data. Dalam pandangannya, SSIA masih menjadi yang paling unggul di antara para pesaingnya karena lahan di Subang semakin diminati oleh tenant otomotif dan energi baru.

Meskipun demikian, DMAS tetap diuntungkan oleh basis kuatnya di Bekasi dan Karawang, meskipun kecepatan pendapatan prapenjualan (marketing sales) mungkin melambat di semester II. Sementara itu, KIJA diperkirakan membutuhkan waktu untuk pemulihan, namun katalis positif bisa datang dari pengembangan kawasan Kendal Industrial Park serta potensi masuknya tenant baru berbasis logistik. “Jadi rotasi jawara masih bisa terjadi, tapi SSIA tetap kandidat utama sampai pipeline BYD dan Barito benar-benar terealisasi,” papar Wafi.

Berdasarkan analisisnya, Wafi merekomendasikan hold untuk saham SSIA dengan target harga Rp 1.950 per saham. Sementara itu, rekomendasi trading buy disematkan untuk DMAS dan KIJA, masing-masing dengan target harga Rp 140 per saham dan Rp 220 per saham.

SSIA Chart by TradingView

Arvin Lienardi menambahkan, segmen pendapatan hotel SSIA diproyeksikan tumbuh hingga dua digit, mencapai 129% secara tahunan (YoY) pada tahun 2026, yang akan berkontribusi sekitar 15% terhadap total pendapatan di tahun depan. Sementara itu, segmen konstruksi diharapkan menyumbang porsi terbesar, yaitu 51% terhadap pendapatan SSIA pada periode 2026-2027.

“Kerja sama dengan Grup Barito ditandai dengan kontrak senilai Rp 50 miliar dengan anak usaha SSIA, PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA), untuk membangun infrastruktur di Griya Idola Patimban Industrial Park,” pungkas Arvin, merekomendasikan beli untuk SSIA dengan target harga Rp 2.500 per saham.

Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, mengamati pergerakan saham KIJA berada di level support Rp 179 per saham dan resistance Rp 186 per saham. Namun, Herditya masih merekomendasikan wait and see untuk saham KIJA.

Ringkasan

Emiten kawasan industri menunjukkan prospek cerah, didorong oleh gelombang investasi kendaraan listrik (EV) dan reindustrialisasi yang diperkirakan berlanjut hingga 2026. PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) menonjol dengan pertumbuhan pesat di Subang Smartpolitan, berhasil menarik investasi signifikan dari BYD, Grup Djarum, dan Grup Barito. Kinerja SSIA yang kuat didukung pula oleh peningkatan aksesibilitas melalui Tol Subang-Patimban dan Pelabuhan Patimban, tercermin dari kenaikan harga saham yang signifikan.

Berbeda dengan SSIA, emiten seperti PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS) dan PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) mengalami koreksi saham akibat pipeline penjualan lahan yang kurang agresif dan valuasi yang sudah tinggi. Meskipun prospek keseluruhan sektor tetap positif, analis menilai SSIA memiliki katalis konkret dan visibilitas pendapatan yang kuat. Rekomendasi untuk SSIA berkisar antara ‘hold’ dan ‘beli’, sementara DMAS dan KIJA umumnya direkomendasikan ‘trading buy’ atau ‘wait and see’.

You might also like