Ratusan Bank Tutup: Inovasi atau Ancaman? Kata Kemenkeu!

MNCDUIT.COM, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa tren penutupan ratusan kantor cabang bank belakangan ini bukanlah sebuah kemunduran, melainkan cerminan dari kemajuan pesat inovasi di sektor keuangan.

Staf Ahli Bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal Kemenkeu, Arief Wibisono, mengungkapkan data signifikan mengenai fenomena ini. Menurut catatannya, jumlah kantor cabang bank telah menyusut dari 24.784 unit menjadi 24.170 unit. Angka ini mengindikasikan bahwa setidaknya ada 614 unit kantor cabang yang telah menghentikan operasionalnya.Img AA1Hb2iK

“Ini bukan kemunduran, karena kita akan lebih banyak menggunakan inovasi berbasis layanan teknologi,” ujar Arief dalam acara Innovatige Future Finance Awards, sebagaimana dikutip pada Minggu (22/6/2025).

Pergeseran ini juga tercermin dari menurunnya volume transaksi melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Arief mencatat bahwa transaksi ATM melandai dari 630.000 menjadi hanya 570.000. Penurunan ini, menurutnya, disebabkan oleh kemudahan transaksi elektronik yang kini jauh lebih praktis, sehingga mengurangi ketergantungan pada ATM.

Arief menjelaskan bahwa fenomena ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Dalam undang-undang tersebut, otoritas diamanatkan untuk secara aktif mengembangkan teknologi informasi di sektor keuangan, yang kini menjadi motor penggerak utama transformasi. “Inilah menunjukkan adanya pergeseran yang signifikan dari cara nasabah kita mengakses jasa dan layanan perbankan,” imbuhnya.

Namun, di balik kemajuan layanan keuangan digital ini, terdapat tantangan serius yang muncul. Arief tidak menampik bahwa pergeseran masif ke transaksi elektronik juga berbanding lurus dengan lonjakan kasus kejahatan siber. Ia mencatat peningkatan tajam dari 612 kasus pada tahun 2021 menjadi 8.831 kasus pada tahun 2022.

Lonjakan kejahatan siber ini menjadi pekerjaan rumah besar ke depan bagi industri keuangan. Untuk mengatasi hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengambil langkah proaktif dengan mewajibkan penerapan manajemen keamanan siber yang ketat bagi seluruh lembaga di sektor jasa keuangan, sebagai upaya mitigasi risiko.

Dampak Penutupan Kantor

Data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang dirilis oleh OJK lebih lanjut menguatkan tren ini, menunjukkan pengurangan jumlah kantor bank sebanyak 2.723 unit, dari 23.853 unit pada Januari 2025 menjadi 21.130 unit pada Februari 2025. Angka ini memperjelas skala efisiensi operasional bank yang sedang terjadi.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa penutupan kantor cabang ini didasarkan pada keputusan strategis dan bisnis masing-masing bank. Langkah ini merupakan respons alami terhadap percepatan adopsi teknologi digital di sektor keuangan, yang mengubah lanskap perbankan modern.

Mengenai dampak terhadap tenaga kerja bank, Dian memastikan bahwa proses penutupan cabang yang berpotensi mengurangi jumlah pegawai telah diantisipasi dengan matang. Bank-bank telah menyiapkan program pelatihan ulang (retraining) serta realokasi pegawai ke unit bisnis lain dalam lingkup bank. “Hingga saat ini, potensi pemutusan hubungan kerja/PHK massal tidak menimbulkan persoalan besar karena bank-bank disebut telah mematuhi aturan ketenagakerjaan, termasuk dalam hal pemberian kompensasi yang layak bagi pegawai terdampak,” terangnya dalam jawaban tertulis hasil Rapat Dewan Komisioner OJK Bulanan, Jumat (13/6/2025).

Dengan demikian, Dian menggarisbawahi bahwa tren penurunan jumlah kantor cabang bank akan terus berlanjut. Hal ini tidak hanya dipicu oleh semakin masifnya adopsi teknologi informasi di bidang keuangan, tetapi juga oleh perubahan fundamental dalam perilaku, ekspektasi, dan kebutuhan masyarakat terhadap layanan keuangan dari bank. Transformasi ini menjadi keniscayaan dalam ekosistem perbankan yang terus bergerak maju.

Ringkasan

Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa penutupan ratusan kantor cabang bank adalah refleksi dari kemajuan inovasi di sektor keuangan, bukan kemunduran. Fenomena ini didorong oleh pergeseran ke layanan berbasis teknologi dan transaksi elektronik yang semakin masif, sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Data menunjukkan penurunan jumlah kantor cabang dan volume transaksi ATM, mengindikasikan adopsi layanan digital yang signifikan oleh masyarakat.

Namun, pergeseran ke transaksi elektronik ini juga menimbulkan tantangan berupa lonjakan kasus kejahatan siber yang menjadi perhatian serius. OJK telah mengambil langkah proaktif dengan mewajibkan penerapan manajemen keamanan siber yang ketat untuk mitigasi risiko ini. Dampak terhadap tenaga kerja diantisipasi melalui program pelatihan ulang dan realokasi pegawai, memastikan bahwa potensi pemutusan hubungan kerja massal tidak menimbulkan persoalan besar.

You might also like