Ramalan Ekonomi RI 2026: Bappenas, BI, Sri Mulyani, Siapa Paling Akurat?

MNCDUIT.COM JAKARTA — Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2026 menunjukkan adanya perbedaan pandangan yang signifikan di antara lembaga keuangan dan perencanaan utama negara. Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memiliki estimasi yang bervariasi, menciptakan diskrepansi dalam target dan asumsi dasar.

Dalam beberapa pekan terakhir, representasi dari pemerintah dan bank sentral secara aktif menyampaikan kondisi ekonomi terkini serta proyeksi masa depan, termasuk mengenai target pertumbuhan ekonomi, kepada wakil rakyat di kompleks parlemen. Ini menandakan pentingnya pembahasan mengenai arah perekonomian nasional.Img AA1I3qGz

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menetapkan target pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2026 pada kisaran 5,2% hingga 5,8%. Angka ini merupakan peningkatan dari target tahun berjalan yang sebesar 5,2%.

: Gelombang Panas Berisiko Kerek Turun Pertumbuhan Ekonomi Eropa 0,5%

Sementara itu, dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, mematok target yang lebih ambisius. Bappenas memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan berada di rentang 5,8% hingga 6,3% pada tahun 2026.

Berbeda halnya dengan proyeksi dari bank sentral. Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, memperkirakan ekonomi Indonesia hanya akan mampu tumbuh di rentang 4,7% hingga 5,5%, dengan nilai tengah sebesar 5,02%.

Data terbaru menunjukkan bahwa hingga kuartal I/2025, pendorong utama Produk Domestik Bruto (PDB) seperti konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah, ekspor, impor, dan investasi, hanya mampu mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,87%. Angka ini mengindikasikan perlambatan dibandingkan ekspektasi awal.

Melihat tren tersebut, baik pemerintah maupun Bank Indonesia telah mengikuti jejak sejumlah lembaga internasional dalam menurunkan outlook atau proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2025 ke level yang lebih rendah. Langkah ini mencerminkan kehati-hatian terhadap dinamika ekonomi global dan domestik.

Mana Lebih Realistis?

Menanggapi beragam target dan proyeksi tersebut, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, berpendapat bahwa angka paling realistis adalah batas bawah proyeksi Bank Indonesia, yakni 4,7%. Angka ini jauh di bawah target yang ditetapkan pemerintah.

“Mempertimbangkan kondisi eksternal, outlook harga komoditas ekspor masih rendah, sisi permintaan dalam negeri juga tumbuh terbatas, serta berlanjutnya efisiensi anggaran pemerintah,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (6/7/2025). Bhima menambahkan bahwa asumsi dasar ekonomi makro (ADEM) dalam RAPBN 2026 sebaiknya dibuat lebih moderat. Tujuannya adalah agar target penerimaan perpajakan tidak kontradiktif dengan kondisi riil pelaku usaha dan masyarakat. Selain itu, pemerintah juga disarankan untuk menambah anggaran perlindungan sosial sebagai antisipasi tekanan ekonomi pada tahun 2026.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah Redjalam, memiliki pandangan yang berbeda. Menurutnya, target maupun proyeksi dari ketiga lembaga tersebut telah sesuai dengan asumsi masing-masing kementerian/lembaga. Ia mencontohkan Kementerian Keuangan yang menerapkan strategi ekonomi dan fiskal berfokus pada kedaulatan pangan, energi, dan ekonomi, serta akselerasi investasi dan perdagangan global untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Piter menekankan bahwa pencapaian target tersebut sangat bergantung pada pemenuhan seluruh prasyarat serta pelaksanaan program kerja secara efektif dan efisien. “Apapun targetnya dapat dicapai apabila semua prasyarat dipenuhi, program-program kerja dijalankan secara efektif dan efisien,” tuturnya kepada Bisnis.

Proyeksi Gubernur BI Perry Warjiyo yang lebih rendah dari target pemerintah juga memiliki alasan kuat. Dalam paparannya di DPR, tercantum bahwa proyeksi PDB dari BI memang lebih rendah dibandingkan milik Kementerian Keuangan dengan asumsi penyerapan APBN tidak mencapai 100%. Selain itu, strategi stimulus fiskal masih banyak dalam bentuk belanja barang, yang mungkin kurang optimal dalam mendorong pertumbuhan.

“Prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai titik tengah kisaran pemerintah bila penyerapan dilakukan secara optimal, strategi stimulus dilakukan dengan tepat sehingga dapat meningkatkan keyakinan pelaku ekonomi,” ungkap Perry, menyoroti pentingnya efektivitas kebijakan.

Estimasi Lembaga Internasional

Di tengah ancaman tarif perdagangan global dan disrupsi rantai pasok, sejumlah lembaga internasional juga telah merilis analisis terbaru mereka terkait proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia, termasuk Indonesia, untuk periode 2025.

Bank Dunia atau World Bank, mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 sebesar 4,7% dan memperkirakan akan melaju menuju 5% pada tahun 2027. Dalam laporan GEP Juni 2025, Bank Dunia menguraikan bahwa peningkatan ketidakpastian kebijakan perdagangan, penurunan kepercayaan, serta dampak melemahnya permintaan eksternal dari negara-negara maju dan China, kemungkinan besar akan menghambat ekspor dan investasi swasta di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia.

“Meskipun beberapa perekonomian akan mendapat manfaat dari dukungan kebijakan fiskal—seperti program pengeluaran sosial dan investasi publik di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam—dampak makroekonomi penuh dari peningkatan hambatan perdagangan, yang sulit diprediksi, dapat menghambat pertumbuhan,” tulis Bank Dunia, dikutip pada Rabu (11/6/2025). Pernyataan ini menegaskan kompleksitas tantangan global.

Sementara itu, Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,1% menjadi 4,7% untuk tahun 2025. Penyesuaian ini sejalan dengan pemangkasan proyeksi ekonomi global dari 3,3% menjadi 2,8%, menunjukkan tren perlambatan ekonomi dunia.

Pada awal April lalu, Asian Development Bank (ADB) juga mengeluarkan proyeksi terbarunya di angka 5%. Namun, angka ini belum memperhitungkan dampak potensial dari tarif resiprokal yang diinisiasi oleh Presiden AS Donald Trump, yang dapat mengubah lanskap perdagangan global secara signifikan.

Di tengah revisi turun oleh banyak lembaga, Asean+3 Macroeconomic Research Office atau AMRO menjadi pengecualian. Lembaga ini mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada level 5,0% untuk tahun 2025, menunjukkan optimisme yang lebih stabil dibandingkan dengan lembaga internasional lainnya.

Ringkasan

Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2026 menunjukkan perbedaan signifikan antar lembaga negara. Kementerian Keuangan menargetkan 5,2%-5,8%, Bappenas lebih ambisius dengan 5,8%-6,3%, dan Bank Indonesia memperkirakan 4,7%-5,5%. Data kuartal I/2025 menunjukkan pendorong Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh 4,87%, mengindikasikan perlambatan dari ekspektasi awal.

Perbedaan proyeksi ini memicu perdebatan di kalangan ahli tentang mana yang lebih realistis, dengan beberapa menyarankan angka Bank Indonesia yang lebih rendah. Lembaga internasional seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) juga telah merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025 menjadi sekitar 4,7%. Namun, Asean+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) mempertahankan perkiraan 5,0%, menunjukkan keragaman pandangan.

You might also like