Proyek Danantara Bakal Jadi Ancaman Bagi Emiten Poultry, Simak Rekomendasi Analis

Img AA1OiH8W

MNCDUIT.COM – JAKARTA. Rencana ambisius Danantara untuk menggelontorkan investasi jumbo senilai Rp 20 triliun dalam membangun peternakan unggas terintegrasi mulai awal tahun 2026 dinilai berpotensi kuat mengubah lanskap persaingan di sektor emiten unggas (poultry). Proyek berskala raksasa ini dapat menjelma menjadi ancaman serius atau sebaliknya, menjadi katalis positif yang signifikan bagi para pemain besar di industri, seperti PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN), serta PT Janu Putra Sejahtera Tbk (AYAM). Dampaknya akan sangat bergantung pada skema kerja sama dan arah ekspansi yang akan dipilih Danantara di masa mendatang.

Danantara, yang berencana mendanai proyek peternakan unggas terintegrasi ini bekerja sama dengan Kementerian Pertanian (Kementan), menargetkan pelaksanaannya dimulai pada Januari 2026. Dengan visi membangun sistem peternakan yang menyeluruh, inisiatif Danantara ini bertujuan mulia untuk meningkatkan produksi ayam dan telur, mendukung program pemerintah Makan Bergizi Gratis (MBG), menstabilkan harga komoditas pangan, serta memperkuat ketahanan pangan nasional secara keseluruhan.

Harry Su, Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, mengungkapkan bahwa proyek Danantara saat ini masih dalam fase studi pra-kelayakan. Namun demikian, Harry telah mengidentifikasi dua skenario utama yang mungkin terjadi. Skenario pertama adalah Danantara akan membangun entitas bisnisnya sendiri atau menjalin kerja sama dengan peternak skala kecil hingga menengah yang berada di luar empat emiten unggas besar yang disebutkan sebelumnya. Skenario kedua, yang lebih menjanjikan, proyek ini justru dapat menjadi katalis positif dengan Danantara merangkul kerja sama strategis bersama sejumlah emiten unggas terkemuka seperti CPIN, JPFA, dan MAIN. “Jika skenario pertama yang terjadi, hal itu berpotensi melemahkan harga ayam dan menekan profitabilitas empat emiten tersebut,” terang Harry kepada Kontan, Jumat (14/11/2025).

Senada, Victor Stefano dan Wilastita Muthia Sofi, Analis BRI Danareksa Sekuritas, berpendapat bahwa jika Danantara berambisi menjadi pemain yang terintegrasi penuh, maka emiten-emiten unggas eksisting berpotensi menghadapi pesaing baru yang tangguh. Hal ini mengingat besarnya anggaran yang dimiliki Danantara serta kemudahan akses perizinan yang kemungkinan akan mereka dapatkan. “Meskipun demikian, hal ini tetap membutuhkan waktu sekitar dua tahun dan eksekusi yang kuat untuk menggunakan anggaran tersebut secara efektif,” jelas Victor dan Wilastita dalam riset mereka, Selasa (11/11/2025). Mereka pun mempertahankan rating Overweight untuk sektor perunggasan, karena memproyeksikan momentum laba akan tetap kuat dalam jangka pendek, didukung oleh perbaikan kondisi supply-demand.

Di sisi lain, Abdul Azis Setyo Wibowo, Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, memandang prospek emiten unggas ke depan masih menunjukkan potensi positif. Ini didorong oleh perbaikan harga jual rata-rata (ASP) seiring dengan peningkatan permintaan pasar. Menurut Azis, kedatangan investasi Danantara di sektor unggas justru dapat menjadi katalis positif bagi para emiten. Misalnya, investasi ini bisa mencakup pengembangan industri pangan, pakan, atau infrastruktur pendukung seperti cold-chain dan fasilitas pemrosesan. “Karena hal ini dapat meningkatkan efisiensi biaya, memperkuat kapasitas produksi, serta membuka peluang ekspor dalam jangka menengah,” tutur Azis kepada Kontan, Jumat (14/11/2025). Prospek hingga akhir tahun 2025, lanjut Azis, akan semakin didorong oleh musim liburan akhir tahun yang diperkirakan mendongkrak permintaan konsumen, serta harga jual yang lebih tinggi akibat aktivitas culling berkelanjutan dan berkurangnya kuota impor grand-parent stock (GPS). Sentimen positif ini juga diperkuat oleh kenaikan anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Lebih lanjut, Harry menyampaikan bahwa faktor penting lain yang perlu dicermati oleh investor emiten unggas hingga tahun depan adalah potensi penguatan kembali harga soybean meal. Hal ini didukung oleh pernyataan Presiden Trump yang menyebut bahwa Tiongkok akan membeli 12 juta ton kedelai Amerika. Penguatan pada harga soybean meal berpotensi menggerus profitabilitas margin perusahaan unggas ke depan, mengingat kedelai berkontribusi sekitar 25% pada COGS (Cost of Goods Sold) atau harga pokok penjualan.

Dengan berbagai pertimbangan dan sentimen pasar di atas, para analis telah merilis rekomendasi saham untuk emiten unggas. Harry Su dari Samuel Sekuritas merekomendasikan beli saham CPIN dengan target harga Rp 6.125 per saham, beli saham JPFA dengan target harga Rp 2.410 per saham, serta beli saham MAIN dengan target harga Rp 910 per saham. Sementara itu, Victor dan Wilastita dari BRI Danareksa Sekuritas merekomendasikan beli saham CPIN dengan target harga Rp 6.400 per saham, beli saham JPFA dengan target harga Rp 2.800 per saham, serta beli saham MAIN dengan target harga Rp 1.300 per saham. Terakhir, Abdul Azis dari Kiwoom Sekuritas Indonesia merekomendasikan beli saham JPFA dengan target harga Rp 3.110 per saham, menempatkan saham tersebut sebagai pilihan utama untuk dicermati.

Ringkasan

Danantara berencana menginvestasikan Rp 20 triliun untuk membangun peternakan unggas terintegrasi mulai Januari 2026, bekerja sama dengan Kementerian Pertanian. Proyek ini bertujuan meningkatkan produksi ayam dan telur, mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG), serta memperkuat ketahanan pangan nasional. Inisiatif Danantara berpotensi menjadi ancaman atau katalis positif bagi emiten unggas eksisting seperti CPIN, JPFA, MAIN, dan AYAM, tergantung skema kerja sama yang dipilih di masa depan.

Analis memiliki pandangan bervariasi; beberapa melihat Danantara sebagai pesaing baru yang berpotensi menekan harga dan profitabilitas emiten, sementara yang lain menganggapnya katalis positif melalui investasi pada infrastruktur pendukung yang meningkatkan efisiensi. Prospek emiten unggas jangka pendek diproyeksikan masih positif didukung perbaikan harga jual dan permintaan. Namun, potensi penguatan harga soybean meal menjadi faktor risiko yang perlu diperhatikan karena dapat mengikis margin keuntungan. Sejumlah analis merekomendasikan “beli” untuk saham CPIN, JPFA, dan MAIN.

You might also like