PGAS 2025: Peluang, Tantangan, dan Strategi Investasi Jangka Panjang

Img AA1HjMUX

MNCDUIT.COM JAKARTA. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) saat ini berada dalam posisi krusial, berjuang menghadapi ketidakpastian pasokan gas dan tekanan yang signifikan pada margin distribusi. Meskipun demikian, berbagai inisiatif strategis yang gencar dilakukan oleh emiten gas pelat merah ini diharapkan dapat menjadi pilar penopang keberlanjutan bisnis PGAS dalam jangka panjang.

Salah satu langkah strategis yang diambil PGAS adalah pengalihan gas ekspor ke pasar domestik. Senior Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas, menyoroti kesepakatan dengan West Natuna Group yang memungkinkan pengalihan gas yang sebelumnya dialokasikan untuk Singapura kembali ke pasar domestik. “Ini berpotensi menambah pasokan domestik di 2025 sekitar 71,83 BBTUD, jadi distribusi gas PGAS makin lebih tinggi,” jelas Sukarno kepada Kontan.co.id, Senin (30/6).

Di tengah upaya ini, penguatan rupiah beberapa waktu ke belakang memberikan sedikit angin segar bagi Perusahaan Gas Negara. Namun demikian, volatilitas rupiah yang masih tinggi menjadi kekhawatiran utama, mengingat beban dolar Amerika Serikat (AS) yang substansial masih memengaruhi efisiensi perusahaan. Tekanan beban dolar AS inilah yang menjadi faktor utama penurunan laba bersih PGAS di kuartal I 2025 sebesar 48,8% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi US$ 62 juta.

Menariknya, meskipun kinerja PGAS di kuartal pertama tertekan, Sukarno Alatas memprediksi bahwa performa perusahaan akan membaik sepanjang tahun 2025. Perbaikan ini didorong oleh ketersediaan pasokan gas baru, upaya efisiensi biaya yang berkelanjutan, serta prospek permintaan dari sektor industri yang kian meningkat. Berdasarkan analisisnya, Sukarno merekomendasikan “trading buy” untuk saham PGAS dengan target harga Rp 1.715 per saham.

Di sisi lain, Analis Ekuitas OCBC Sekuritas Indonesia, Devi Harjoto, memilih untuk mempertahankan rekomendasi “hold” bagi PGAS, dengan menargetkan harga Rp 1.810 per saham. Devi menilai bahwa PGAS masih dibayangi beberapa tantangan fundamental, terutama terkait keberlanjutan pasokan gas yang belum sepenuhnya pulih. Dia memproyeksikan laba bersih PGAS mencapai US$ 342,2 juta pada tahun 2025, seiring dengan kenaikan tipis pendapatan sebesar 2% menjadi US$ 3,86 miliar.

Lebih lanjut, Devi Harjoto juga menyoroti tekanan signifikan terhadap margin distribusi gas. “Penggunaan LNG menyebabkan biaya pengadaan meningkat, sehingga menekan margin distribusi gas,” papar Devi. Selain itu, proyeksi volume distribusi gas PGAS diperkirakan hanya tumbuh 1,1% yoy. Bahkan, volume transmisi gas justru diperkirakan menurun dari 1.543 MMSCFD pada 2024 menjadi 1.400 MMSCFD pada 2025, dampak dari penurunan output gas di wilayah Sumatera Selatan dan Jawa Barat. Di segmen hulu, Devi juga memprediksi lifting minyak dan gas akan turun 8,1% yoy menjadi 6,8 juta barel ekuivalen minyak (MMBOE) akibat penurunan alamiah di Blok Pangkah.

Meski dihadapkan pada berbagai tekanan, PGAS tetap berkomitmen kuat untuk melanjutkan ekspansi infrastruktur dan diversifikasi usahanya. Proyek pipa gas Tegal–Cilacap yang terintegrasi dengan jaringan Gresik–Semarang dan Cisem Fase II terus dikebut, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pasokan ke kilang Pertamina. Di sektor hilir, PGAS menargetkan penambahan 200.000 sambungan rumah tangga pada program jaringan gas kota.

Tak hanya itu, Perusahaan Gas Negara juga aktif menjajaki peluang bisnis baru di segmen LNG trading dan regasifikasi melalui optimalisasi fasilitas FSRU Lampung. Sebagai langkah menuju energi hijau, PGAS mulai mengeksplorasi potensi monetisasi biomethane, sekaligus berupaya keras memperpanjang kontrak blok-blok migas strategis seperti Muara Bakau dan Muriah demi menjaga portofolio hulu tetap produktif. Selain inisiatif ini, perlu diketahui bahwa PGAS juga berencana menebar dividen tunai sebesar US$ 271,5 juta, sebuah langkah yang menunjukkan komitmen perusahaan kepada pemegang saham di tengah dinamika pasar.

Pada akhirnya, Devi Harjoto mengakui adanya beberapa katalis positif yang berpotensi mendorong kinerja saham PGAS, termasuk peningkatan pasokan gas dan konsumsi, kontribusi signifikan dari segmen LNG, serta berbagai inisiatif energi hijau yang sedang dijalankan. “Namun, selama isu kontrak dan tekanan margin belum tuntas, kami memilih tetap berhati-hati,” pungkas Devi, menegaskan pandangan konservatifnya terhadap prospek jangka pendek PGAS.

Ringkasan

PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) menghadapi tantangan ketidakpastian pasokan gas dan tekanan margin distribusi. Untuk keberlanjutan bisnis jangka panjang, PGAS melakukan inisiatif strategis seperti pengalihan gas ekspor ke pasar domestik, yang berpotensi menambah pasokan domestik pada tahun 2025. Meskipun penguatan rupiah memberi sedikit angin segar, volatilitas dan beban dolar AS tetap menjadi kekhawatiran utama, berkontribusi pada penurunan laba bersih PGAS di kuartal I 2025.

Proyeksi kinerja PGAS tahun 2025 bervariasi; sebagian analis memprediksi perbaikan berkat pasokan gas baru dan efisiensi, sementara yang lain lebih berhati-hati karena isu pasokan berkelanjutan dan tekanan margin akibat peningkatan biaya pengadaan LNG. Meskipun demikian, PGAS berkomitmen melanjutkan ekspansi infrastruktur, diversifikasi bisnis ke LNG dan energi hijau, serta menjaga portofolio hulu. Perusahaan juga berencana menebar dividen tunai sebesar US$271,5 juta.

You might also like