Penerimaan Negara 2024: Pajak Naik, Dividen BUMN Anjlok, Ada Apa?

Img AA1LaNDA

MNCDUIT.COM , JAKARTA — Pemerintah menargetkan penerimaan negara yang ambisius pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, mencapai Rp3.147,7 triliun. Angka ini menandai kenaikan signifikan sebesar 9,8% dibandingkan outlook 2025 yang sebesar Rp2.865,5 triliun.

Target pendapatan negara yang optimistis ini akan ditopang oleh pertumbuhan kuat dari sektor pajak dan bea cukai. Secara rinci, penerimaan pajak dipatok sebesar Rp2.357,7 triliun, sementara penerimaan kepabeanan dan cukai ditargetkan mencapai Rp334,3 triliun.

Penerimaan pajak untuk tahun depan diproyeksikan tumbuh sebesar 13,5% dari outlook 2025, yang tercatat Rp2.076,9 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa berbagai langkah reformasi akan ditempuh guna mencapai target rasio pendapatan negara sebesar 12,24% terhadap PDB, dengan rasio pajak diharapkan naik ke 10,47%. Pernyataan ini disampaikan dalam rapat bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Jumat (22/8/2025).

Reformasi Perpajakan dan Sinergi Data untuk Target Pajak 2026

Sri Mulyani merinci sejumlah langkah reformasi strategis untuk memastikan tercapainya target penerimaan pajak. Inisiatif tersebut mencakup pemanfaatan sistem Coretax yang terintegrasi, sinergi pertukaran data antar kementerian/lembaga dan pemangku kepentingan (stakeholders), serta penerapan sistem pemungutan transaksi digital baik domestik maupun lintas negara. Selain itu, pemerintah juga akan menjalankan program bersama (joint program) dalam analisis data, pengawasan, pemeriksaan, intelijen, dan kepatuhan perpajakan. Tak lupa, pemberian insentif untuk daya beli, investasi, dan hilirisasi juga menjadi bagian dari upaya tersebut.

“Dalam hal ini, Direktorat Jenderal Pajak akan bekerja sama erat dengan aparat penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian, bahkan lembaga non-pemerintah (NGO), dalam rangka menciptakan penegakan hukum (enforcement) yang andal dan kredibel,” imbuhnya.

Tantangan dan Strategi Penerimaan Bea Cukai 2026, Termasuk Cukai Minuman Berpemanis

Sementara itu, penerimaan kepabeanan dan cukai yang ditargetkan sebesar Rp334,3 triliun menunjukkan kenaikan 7,7% dari outlook 2025 yakni Rp310,4 triliun. Sri Mulyani mengakui bahwa target optimistis ini bukanlah tanpa tantangan, terutama di tengah tekanan terhadap penerimaan bea cukai yang disebabkan oleh kebijakan pelarangan ekspor bahan mentah, yang berdampak pada penurunan penerimaan dari bea keluar. Meski demikian, Kementerian Keuangan tetap optimis mencapai target tinggi tersebut di tahun 2026 melalui sejumlah strategi, salah satunya adalah ekstensifikasi barang kena cukai.

Menerka Target PNBP Sektor ESDM 2026 Jelang Nota Keuangan

“Target ini cukup tinggi, tentu sangat ditopang oleh Cukai Hasil Tembakau. Namun, juga akan didukung oleh ekstensifikasi barang kena cukai. Kami akan mengintensifkan bea masuk dalam percaturan perdagangan internasional yang berubah sangat cepat, di mana kecenderungan bea masuk diturunkan sementara bea keluar adalah dalam rangka mendukung hilirisasi produk,” jelas Sri Mulyani di hadapan Komisi XI DPR pekan lalu.

Salah satu langkah ekstensifikasi barang kena cukai yang signifikan adalah pengenaan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Upaya pengenaan cukai MBDK ini telah dibahas beberapa tahun lalu dan kini akan mulai diterapkan. Pada kesimpulan rapat pengambilan keputusan RAPBN 2026, pemerintah dan Komisi XI DPR telah menyepakati bahwa pengenaan cukai terhadap minuman manis dalam kemasan akan dimasukkan dalam target penerimaan APBN tahun depan.

“Ekstensifikasi barang kena cukai antara lain melalui program penambahan objek cukai baru berupa minuman berpemanis dalam kemasan untuk diterapkan dalam APBN 2026, di mana pengenaan tarifnya harus dikonsultasikan dengan DPR,” terang Ketua Komisi XI Misbakhun.

Politisi Partai Golkar itu memastikan bahwa cukai MBDK akan diterapkan tahun depan, sembari memahami perlunya pembahasan lintas sektoral dengan pemangku kepentingan dari industri dan sektor kesehatan. “Jangan sampai memberikan tekanan terhadap sektor industri, sektor riilnya,” tegas Misbakhun. Besaran tarif, termasuk ambang batas atau threshold persentase kadar gula dalam MBDK yang akan dikenakan cukai, akan dibahas bersama DPR. “Misalnya dalam kandungan per miligram itu 0,5 atau 0,3. Kita sepakat di threshold-nya. Jangan sampai kemudian dinol-kan, kan enggak,” kata Misbakhun.

PNBP Turun Karena Danantara: Dampak Badan Pengelola Investasi Baru

Berbanding terbalik dengan target kenaikan penerimaan pajak dan bea cukai, pemerintah justru mematok target yang lebih rendah untuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pada RAPBN 2026. Dalam rancangan yang pertama kali disusun oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ini, PNBP dipatok sebesar Rp455 triliun, lebih rendah dari outlook 2025 yang Rp477,2 triliun.

Penurunan signifikan ini juga terlihat dari outlook 2025 yang anjlok dari perolehan 2024 sebesar Rp584,4 triliun. Anjloknya PNBP ini disebabkan oleh kehadiran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara di awal tahun ini. Sebagaimana diketahui, Danantara mengambil alih pengelolaan seluruh BUMN, sehingga dividennya tidak lagi masuk ke kas negara.

Fenomena ini, ditambah dengan prediksi harga komoditas yang masih dalam level konservatif hingga tahun depan, menjadi tantangan bagi Kementerian Keuangan. “Sedangkan PNBP ini karena tidak ada lagi dividen dan kita juga memprediksi harga komoditas masih cukup konservatif, maka kita menargetkan Rp455 triliun atau turun 4,7% dari tahun ini,” ujar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

Danantara dan Target Investasi untuk Pertumbuhan Ekonomi 2026

Meskipun dividen BUMN tidak lagi menjadi sumber penerimaan negara, Badan Pengelola Investasi (SWF) bentukan Presiden Prabowo ini diharapkan dapat menyalurkan sumber dayanya dalam bentuk investasi untuk mendorong target pertumbuhan ekonomi 5,4% (yoy) di tahun depan. Presiden ke-8 itu telah mengamanatkan agar capaian investasi pada 2026 untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4% mencapai Rp7.450 triliun.

Prabowo mewanti-wanti agar investasi tidak hanya berasal dari APBN, melainkan juga dari swasta dan Danantara. Dari target investasi Rp7.450 triliun tersebut, kontribusi investasi dari Danantara diproyeksikan sekitar Rp720 triliun. “Di mana investasi Rp720 triliun adalah Danantara, sedangkan lain dari swasta Rp6.200 triliun dan APBN di Rp530 triliun,” jelas Sri Mulyani pada konferensi pers RAPBN 2026 di kantor Ditjen Pajak Kemenkeu, Jakarta, Jumat (15/8/2025).

Saat dimintai konfirmasi lebih lanjut mengenai proyek investasi yang akan digarap Danantara, CEO Danantara Rosan Roeslani mengaku akan mengumumkannya dalam waktu dekat. Namun, ia tidak dapat mengungkapkannya saat ini karena terikat perjanjian kerahasiaan atau non-disclosure agreement (NDA). “Nanti kita akan umumkan untuk investasi ada beberapa investasi yang kita laksanakan. Saya tidak bisa umumkan itu karena saya juga terikat dalam perjanjian NDA, sabar saja tunggu saja,” terangnya di kantor Ditjen Pajak.

Ringkasan

Pemerintah menargetkan penerimaan negara ambisius sebesar Rp3.147,7 triliun dalam RAPBN 2026, meningkat 9,8% dari outlook 2025. Target ini akan ditopang oleh pertumbuhan penerimaan pajak sebesar Rp2.357,7 triliun melalui reformasi perpajakan seperti sistem Coretax dan sinergi data. Penerimaan kepabeanan dan cukai juga ditargetkan naik menjadi Rp334,3 triliun, didukung ekstensifikasi barang kena cukai termasuk pengenaan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) yang akan diterapkan di APBN 2026.

Berbanding terbalik, target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dipatok lebih rendah menjadi Rp455 triliun, anjlok karena kehadiran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) yang mengambil alih dividen BUMN. Meskipun begitu, Danantara diharapkan menjadi motor investasi untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,4% pada 2026, dengan proyeksi kontribusi investasi sebesar Rp720 triliun dari total target investasi Rp7.450 triliun.

You might also like