 
             
						MNCDUIT.COM JAKARTA. PT Astra International Tbk (ASII) melaporkan penurunan kinerja keuangan pada kuartal III-2025, merefleksikan dinamika pasar yang menantang bagi konglomerasi tersebut.
Berdasarkan keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat (31/10/2025), pendapatan konsolidasi emiten otomotif terkemuka ini terkoreksi tipis 1,10% secara tahunan (YoY). Angka pendapatan ASII tercatat sebesar Rp 243,60 triliun hingga September 2025, sedikit menurun dari Rp 246,32 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Meski demikian, tidak semua segmen bisnis Astra International mengalami pelemahan. Beberapa divisi berhasil mencatatkan peningkatan pendapatan yang solid. Divisi otomotif dan mobilitas, misalnya, tumbuh 1% YoY menjadi Rp 8,81 triliun. Sektor jasa keuangan juga menunjukkan performa yang kuat dengan kenaikan 8% YoY mencapai Rp 6,73 triliun. Bisnis agribisnis melonjak signifikan sebesar 34% YoY menjadi Rp 853 miliar. Selain itu, divisi infrastruktur juga mengalami peningkatan pendapatan sebesar 28% YoY menjadi Rp 935 miliar, diikuti oleh teknologi informasi yang tumbuh 20% YoY menjadi Rp 139 miliar, dan properti yang naik 1% menjadi Rp 164 miliar.
Di sisi lain, divisi alat berat, pertambangan, konstruksi, dan energi menjadi penekan utama kinerja keseluruhan, dengan pendapatan yang merosot tajam 26% YoY menjadi Rp 7,03 triliun.
Penurunan pendapatan ini berdampak langsung pada laba bersih. Laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk ASII hingga September 2025 tercatat sebesar Rp 30,11 triliun, anjlok 5,02% YoY dari Rp 32,41 triliun yang dicatatkan setahun sebelumnya. Sementara itu, posisi kas bersih ASII, tidak termasuk anak perusahaan jasa keuangan, menunjukkan peningkatan menjadi Rp 13,4 triliun, lebih tinggi dibandingkan Rp 8,0 triliun pada 31 Desember 2024. Namun, utang bersih anak perusahaan jasa keuangan ASII di periode yang sama juga meningkat menjadi Rp 64,6 triliun, dari Rp 60,2 triliun pada 31 Desember 2024.
Presiden Direktur PT Astra International Tbk (ASII), Djony Bunarto Tjondro, menjelaskan bahwa penurunan laba bersih tersebut utamanya disebabkan oleh harga batubara yang lebih rendah. Lebih lanjut, Djony menyebutkan beberapa faktor lain yang turut memengaruhi bisnis ASII, termasuk melemahnya daya beli konsumen, menyusutnya pangsa pasar di beberapa segmen, curah hujan tinggi, dan volume penjualan mobil yang lebih rendah.
Secara lebih rinci, pada segmen otomotif dan mobilitas, pangsa pasar Astra tercatat menurun dari 56% menjadi 53%. Penurunan ini sebagian besar dikontribusikan oleh berkurangnya pangsa pasar Daihatsu. Sementara itu, pada divisi alat berat, pertambangan, konstruksi, dan energi yang mengalami penurunan pendapatan sebesar 28% YoY, penyedia jasa penambangan, PT Pamapersada Nusantara, melaporkan penurunan pengupasan lapisan tanah sebesar 10% menjadi 829 juta bank cubic metres. Hal ini diakibatkan oleh curah hujan yang lebih tinggi serta adanya penurunan stripping ratio pada sebagian kontrak pelanggan.
Kendati menghadapi tantangan tersebut, Djony optimistis. Ia menekankan bahwa kontribusi yang solid dari berbagai bisnis lainnya berhasil mendukung resiliensi kinerja ASII. Djony memperkirakan bahwa kinerja Astra International sepanjang tahun 2025 akan tetap sejalan dengan tren yang telah berjalan. “Kami tetap fokus untuk menjaga disiplin keuangan dan keunggulan operasional, serta memanfaatkan kekuatan neraca keuangan kami untuk menangkap peluang pertumbuhan dan meningkatkan nilai bagi pemegang saham,” pungkas Djony.
PT Astra International Tbk (ASII) melaporkan penurunan kinerja keuangan pada kuartal III-2025, dengan pendapatan konsolidasi terkoreksi tipis 1,10% YoY menjadi Rp 243,60 triliun hingga September 2025. Laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk juga anjlok 5,02% YoY menjadi Rp 30,11 triliun. Penurunan ini terutama disebabkan oleh merosotnya pendapatan divisi alat berat, pertambangan, konstruksi, dan energi sebesar 26%, meskipun beberapa segmen lain menunjukkan pertumbuhan.
Presiden Direktur Djony Bunarto Tjondro menjelaskan bahwa penurunan laba bersih utamanya dipicu oleh harga batu bara yang lebih rendah, daya beli konsumen yang melemah, serta curah hujan tinggi. Meskipun menghadapi tantangan tersebut, Djony optimistis dan menyatakan bahwa kontribusi solid dari berbagai bisnis lainnya mendukung resiliensi kinerja ASII. Perusahaan akan tetap fokus pada disiplin keuangan dan keunggulan operasional untuk menangkap peluang pertumbuhan.