
MNCDUIT.COM – JAKARTA. Pemangkasan suku bunga acuan oleh The Fed membuka ruang pelonggaran kebijakan moneter lanjutan di dalam negeri.
Di tengah tren pemotongan suku bunga ini, dinilai prospek obligasi korporasi masih cerah hingga tahun depan, seiring turunnya biaya pendanaan emiten dan tetap menariknya imbal hasil bagi investor.
Seperti yang diketahui, Bank sentral AS, The Fed, pada Rabu (10/12/2025) memutuskan untuk memangkas suku bunga sebesar 25 bps menjadi ke kisaran 3,50%–3,75%, sesuai ekspektasi konsensus dan menandai pemangkasan suku bunga ketiga sepanjang tahun 2025.
Pemangkasan ini membawa suku bunga AS ke level terendah sejak 2022.
Prospek Obligasi Tahun Depan Usai Mendengar Sinyal dari The Fed
Ada pun, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang akan dilaksanakan minggu ini pada 16-17 Desember 2025, masih memiliki potensi yang terbuka untuk kembali melonggarkan dan memangkas suku bunga acuan atau BI-Rate.
Saat ini, BI-Rate berada di level 4,75%.
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas, Ramdhan Ario Maruto pun menaksir, di tengah kondisi ini obligasi korporasi masih akan tetap tumbuh positif.
Hal ini sebab, jika terjadi cut rate berkelanjutan maka biaya pendanaan (cost of funding) bagi korporasi juga akan lebih murah.
Prospek obligasi korporasi tahun depan juga dibidiknya akan lebih baik, apalagi jika disokong sentimen pertumbuhan ekonomi yang dibidik di atas kisaran 5%.
“Ini akan membuat cost of fund lebih murah, otomatis penerbit berlomba-lomba memanfaatkan ini. Dan investor pasti akan memanfaatkan kondisi ini untuk portofolio mereka,” jelas Ramdhan kepada Kontan, Jumat (12/12/2025).
Tren Suku Bunga Turun, Obligasi Korporasi Dinilai Tetap Menarik pada 2026
Di tengah banyaknya diversifikasi instrument investasi yang bisa dipilih, Ramdhan bilang obligasi korporasi masih menjadi salah satu alternatif yang banyak bertumbuh.
Hal ini tecermin dari penerbitan surat utang korporasi pada tahun 2025 melonjak ke rekor tertinggi sebesar Rp 252,16 triliun hingga November.
Angka tersebut melampaui total penerbitan tahun 2024 yang sebesar Rp 149,76 triliun, level tertinggi pasca pandemi pada tahun 2022 sebesar Rp 163,63 triliun, dan bahkan melampaui rekor tertinggi sebelumnya pada tahun 2017 yakni Rp 185,00 triliun.
“Contohnya juga ada banyak BUMN menempatkan portofolio mereka di surat utang, termasuk surat utang korporasi. Dan itu selama mereka tumbuh, ya ini menopang pasar kita,” tambahnya.
Sehingga, pada tahun 2026 dia pun berpandangan prospek obligasi korporasi masih akan tetap berkembang dan diminati oleh investor.
Sama pula, Head of Investment Specialist Sinarmas Asset Management Domingus Sinarta Ginting bilang prospek obligasi korporasi Indonesia masih cukup cerah dan diperkirakan tetap diminati investor dengan sejumlah faktor fundamental.
Obligasi Korporasi Bisa Jadi Underlying Repo, Ini Dampaknya ke Pasar Obligasi!
Misalnya, adanya faktor kebutuhan pendanaan korporasi. Selain itu, beban biaya dana yang lebih rendah, yang mana tren penurunan suku bunga diproyeksi berlanjut sehingga biaya penerbitan obligasi bagi emiten makin murah.
Emiten dapat menawarkan kupon lebih rendah namun tetap laku karena benchmark yield juga turun.
Dan juga, faktor profil imbal hasil yang masih menarik di mata investor. “Meski yield cenderung turun, obligasi korporasi masih menawarkan imbal hasil lebih tinggi dari obligasi pemerintah (SUN) sehingga menarik bagi investor yang mencari yield pick-up,” terang Domingus.
Hingga saat ini, Domingus berpandangan bahwa dampak pemangkasan suku bunga sudah mulai terlihat, di mana yield obligasi pemerintah seri benchmark turun mengikuti penurunan suku bunga BI. Yield obligasi korporasi pun berangsur turun meski belum turun terlalu besar nilainya.
Bagi investor obligasi, tren penurunan suku bunga ini menguntungkan harga obligasi. Karena harga dan yield obligasi bergerak berlawanan, turunnya yield otomatis meningkatkan harga obligasi yang ada di pasar.
Capital gain pun terbuka bagi investor, terutama untuk obligasi tenor panjang yang paling sensitif terhadap perubahan suku bunga.
Dian Swastatika (DSSA) Lunasi Obligasi dan Sukuk Yang Jatuh Tempo, Segini Nilainya
Penurunan yield ini mengurangi biaya kupon yang harus ditawarkan perusahaan saat menerbitkan obligasi baru, sehingga biaya pendanaan via surat utang menjadi lebih murah dibanding tahun lalu. Likuiditas pasar obligasi pun meningkat dengan banyaknya penerbitan baru dan investor yang aktif transaksi.
Terus juga, penurunan suku bunga biasanya berpotensi mendorong perbaikan kondisi ekonomi dan menurunkan risiko kredit korporasi secara umum. Sehingga, kombinasi yield turun dan prospek ekonomi membaik ini memperkuat kepercayaan pasar obligasi.
Sedang terkait potensi pergerakan yield obligasi (government and corporate) ke depan di tengah ekspektasi BI-Rate yang berlanjut dipangkas pada tahun 2026, menurutnya yield kemungkinan melanjutkan tren turun meski dengan laju lebih perlahan.
“Artinya, harga obligasi berpotensi naik lagi. Bagi pemegang obligasi, ini positif karena capital gain masih bisa terjadi. Namun bagi pembeli baru di akhir 2026, mereka akan mendapatkan yield lebih rendah,” jelasnya.
Pollux Hotels (POLI) Catatkan Obligasi Berkelanjutan Pertama di Sektor Hospitality
Dengan suku bunga acuan turun, instrumen pasar uang seperti deposito dan savings rate akan turun bunga, sehingga menjadi kurang menarik relatif terhadap obligasi. Reksadana pasar uang pun imbal hasilnya turun.
Sementara obligasi korporasi memberikan kupon rutin serta potensi apresiasi harga, sehingga tetap menjadi core holding bagi banyak investor.