
MNCDUIT.COM JAKARTA. Para pelaku pasar saham di seluruh dunia kini memfokuskan perhatian pada hasil akhir negosiasi tarif impor Amerika Serikat (AS). Masa negosiasi tarif resiprokal yang digagas Presiden AS Donald Trump ini semakin mendekati batas akhir yang telah ditetapkan.
Sesuai dengan jadwal yang diumumkan, negosiasi krusial ini akan berakhir pada 9 Juli 2025, atau tepat 90 hari setelah Presiden Trump pertama kali mengumumkan kebijakan tarif baru. Pada awal April lalu, Trump memang sempat mengumumkan tarif sebesar 10% yang akan berlaku untuk sebagian besar negara, serta bea tambahan hingga 50%. Namun, implementasi tarif tersebut sempat ditunda.
Perkembangan terbaru menunjukkan adanya ancaman yang lebih spesifik dari Trump. Ia menyatakan akan mengenakan tarif tambahan sebesar 10% kepada negara-negara yang dinilai mendukung kebijakan anti-AS dari blok BRICS. Kecaman ini muncul bersamaan dengan penyelenggaraan pertemuan tingkat tinggi oleh negara-negara BRICS.
Ancaman dari Presiden Trump ini tentu saja menjadi sinyal waspada bagi Indonesia. Sebagai negara yang kini resmi menjadi anggota blok ekonomi BRICS, Indonesia berpotensi besar terdampak jika kebijakan tarif tambahan ini benar-benar diberlakukan. Saat ini, keanggotaan BRICS telah mencakup 11 negara, yakni China, Rusia, Iran, Brasil, India, Afrika Selatan, Mesir, Ethiopia, Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), dan yang terbaru adalah Indonesia.
Indonesia sendiri resmi bergabung dengan BRICS sejak awal 2025, menjadikannya negara pertama di Asia Tenggara yang menjadi bagian dari kelompok ekonomi berpengaruh ini. Dinamika seputar kebijakan tarif yang diusung Trump ini diprediksi akan sangat memengaruhi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di pasar modal Indonesia.
Pada perdagangan Senin (7/7) lalu, IHSG berhasil menguat sebesar 0,52% ke level 6.900,93. Namun, di sisi lain, investor asing masih mencatatkan aksi jual bersih (net sell) yang signifikan, mencapai Rp 593,09 miliar di seluruh pasar.
Merespons situasi ini, Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, menilai bahwa ancaman Trump terhadap BRICS kemungkinan besar belum akan berdampak langsung secara signifikan pada Indonesia. “Meskipun Trump mengecam, bukan serta merta karena masuk BRICS Indonesia langsung melawan AS karena berhubungan baik dengan AS,” jelasnya kepada Kontan, Senin (7/7). Nico menambahkan bahwa pemerintah Indonesia pun terus berupaya melakukan negosiasi dengan Negeri Paman Sam, sehingga dampak negatif yang mungkin timbul diharapkan tetap minim.
Wait and See
Sementara itu, VP Head of Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi menambahkan bahwa keputusan tarif ini akan mendorong pasar untuk cenderung ‘wait and see’ seiring dengan penantian keputusan final. Audi memaparkan bahwa penerapan tarif tersebut berpotensi berdampak pada beberapa aspek vital, seperti penurunan ekspor Indonesia ke AS, serta tekanan pada nilai tukar rupiah seiring dengan menyusutnya neraca dagang. “Kami melihat peluang tekanan pada IHSG dapat berlanjut, terlebih jika respons kebijakan pemerintah cenderung lambat untuk menjaga sektor pada karya tersebut,” ungkapnya.
Senada, Research Analyst Phintraco Sekuritas Ratna Lim menambahkan bahwa selain perkembangan kesepakatan dagang, investor juga akan mencermati hasil FOMC minutes untuk mencari kejelasan arah kebijakan moneter The Fed. Lebih lanjut, Phintraco Sekuritas memproyeksikan IHSG akan bergerak konsolidasi dalam kisaran 6.800–7.000, dengan saham pilihan yang direkomendasikan antara lain MBMA, SMDR, DATA, LSIP, dan WIFI.
Di sisi lain, Kiwoom Sekuritas memproyeksikan IHSG akan bergerak dalam rentang 6.700–6.950 sepanjang pekan ini. Investor disarankan untuk mencermati sektor energi dan barang baku seiring dengan tren kenaikan harga sejumlah komoditas. Untuk jangka pendek, Kiwoom Sekuritas merekomendasikan trading buy GOTO di harga Rp 2.350 per saham, serta trading buy BRMS dengan target harga Rp 450.
Negosiasi tarif impor Amerika Serikat oleh Presiden Donald Trump menjadi fokus utama pelaku pasar global, dengan batas akhir ditetapkan pada 9 Juli 2025. Trump mengancam akan mengenakan tarif tambahan 10% kepada negara-negara yang mendukung kebijakan anti-AS dari blok BRICS, sebuah ancaman yang muncul bersamaan dengan pertemuan tingkat tinggi BRICS. Hal ini menjadi sinyal waspada bagi Indonesia, yang resmi bergabung dengan BRICS pada awal 2025, berpotensi terdampak kebijakan tarif tambahan tersebut.
Dinamika seputar kebijakan tarif ini diprediksi akan memengaruhi pergerakan IHSG di pasar modal Indonesia. Meskipun IHSG sempat menguat, investor asing mencatatkan aksi jual bersih yang signifikan. Analis menyarankan sikap ‘wait and see’, memperkirakan dampak langsung pada Indonesia belum signifikan karena hubungan baik dengan AS dan negosiasi yang terus berjalan, namun potensi tekanan pada ekspor, nilai tukar rupiah, dan IHSG tetap ada.