MK Pisahkan Pemilu Nasional & Daerah: KPU Lega, Beban Kerja Berkurang!

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Mochammad Afifuddin, menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan antara pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah. Putusan ini diharapkan dapat meringankan beban kerja KPU sebagai penyelenggara pesta demokrasi.

Afifuddin menyampaikan apresiasinya terhadap putusan MK. “Memang tahapan yang beririsan, bahkan bersamaan, secara teknis cukup membuat KPU harus bekerja ekstra,” ujarnya di Jakarta, Jumat (27/6), seperti dikutip dari Antara. Pernyataan ini menggarisbawahi kompleksitas yang dihadapi KPU dalam menyelenggarakan pemilu serentak sebelumnya.

Keputusan MK yang tertuang dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, yang dibacakan pada Kamis (26/6/2025), menetapkan jeda waktu enam bulan antara pemilu nasional dan daerah. Pemilu nasional meliputi pemilihan anggota DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden. Sementara itu, pemilu daerah mencakup pemilihan anggota DPRD provinsi, kabupaten/kota, serta kepala daerah (gubernur, bupati, dan wali kota beserta wakilnya).

Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menjelaskan bahwa pelaksanaan pemilu dengan sistem lima kotak secara bersamaan memicu permasalahan terkait kualitas demokrasi, efisiensi kerja penyelenggara, dan hak pemilih. Kompleksitas ini menjadi dasar pertimbangan MK dalam mengambil keputusan.

“Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional,” tegas Saldi, Kamis (26/6), memastikan bahwa putusan ini tidak serta merta membatalkan hasil pemilu sebelumnya.

MK dalam pertimbangannya memaparkan beberapa alasan krusial di balik pemisahan pemilu ini. Salah satunya adalah kekhawatiran bahwa isu pembangunan daerah akan tenggelam oleh narasi nasional yang lebih dominan jika pemilu dilaksanakan serentak. Partai politik, para kandidat, hingga pemilih cenderung lebih fokus pada pemilihan presiden dan anggota DPR.

Selain itu, MK juga menyoroti potensi kejenuhan pemilih akibat banyaknya pilihan yang harus diambil dalam waktu terbatas. Kondisi ini, menurut MK, berpotensi menurunkan kualitas partisipasi dan pelaksanaan kedaulatan rakyat. Bayangkan saja, pemilih harus mencoblos lima jenis surat suara sekaligus: Presiden-Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Pemisahan ini diharapkan dapat memberikan waktu dan fokus yang lebih baik bagi pemilih untuk menentukan pilihan mereka.

Ringkasan

Ketua KPU, Mochammad Afifuddin, menyambut baik putusan MK terkait pemisahan pemilu nasional dan daerah, yang diharapkan dapat meringankan beban kerja KPU. Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 menetapkan jeda waktu enam bulan antara pemilu nasional (DPR, DPD, Presiden) dan pemilu daerah (DPRD provinsi/kabupaten/kota, kepala daerah).

Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menjelaskan bahwa pelaksanaan pemilu serentak memicu masalah terkait kualitas demokrasi dan efisiensi kerja. MK juga menyoroti potensi isu daerah tenggelam oleh narasi nasional dan kejenuhan pemilih akibat banyaknya pilihan dalam waktu terbatas. Putusan ini bertujuan meningkatkan kualitas partisipasi dan pelaksanaan kedaulatan rakyat.

You might also like