
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengumumkan kemajuan signifikan dalam penyerapan dana pemerintah oleh Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yang mencapai total Rp200 triliun. Hingga kini, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) mencatat realisasi tertinggi, berhasil menyerap 74% dari alokasi yang diberikan.
Langkah strategis ini merupakan bagian dari kebijakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk menginjeksi likuiditas ke lima bank Himbara. Dana segar sebesar Rp200 triliun yang sebelumnya disimpan di Bank Indonesia (BI), kini dialihkan untuk mendukung stabilitas ekonomi dan mendorong sektor riil melalui penyaluran kredit perbankan.
Secara rinci, Bank Mandiri, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BNI), dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BRI) masing-masing menerima kucuran dana sebesar Rp55 triliun. Sementara itu, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BTN) mendapatkan Rp25 triliun, dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI) menerima Rp10 triliun.
Perkembangan penyerapan dana ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu kepada wartawan di kantor Ditjen Pajak Kemenkeu, Jakarta, pada Kamis, 9 Oktober 2025. Febrio mengungkapkan bahwa realisasi penyerapan dana pemerintah oleh bank-bank tersebut sudah cukup tinggi: Bank Mandiri mencapai 74%, BRI 62%, BNI 50%, BTN 19%, dan BSI 55%.
Febrio menjelaskan bahwa kebijakan penempatan dana pemerintah ini bertujuan untuk menyediakan likuiditas murah bagi perbankan. Harapannya, dana tersebut dapat segera disalurkan menjadi kredit yang produktif bagi sektor riil. Dana kas pemerintah ini menawarkan tingkat bunga yang jauh lebih rendah dari cost of fund perbankan, yakni setara 80% dari suku bunga acuan BI Rate yang saat ini berada di level 4,75%.
Dengan skema tersebut, bunga yang dibebankan kepada bank sekitar 3,8%, menjadikannya opsi pembiayaan yang lebih murah dan menguntungkan dibandingkan biaya dana internal perbankan. Kemenkeu sangat berharap kebijakan penempatan dana pemerintah ini dapat terus berlanjut, dengan keyakinan kuat bahwa likuiditas murah tersebut akan diarahkan untuk mendukung kredit produktif, bukan justru instrumen investasi pasif seperti Surat Berharga Negara (SBN).
Dampak positif kebijakan ini juga terlihat dari adanya permintaan serupa dari beberapa bank lain yang ingin mendapatkan injeksi likuiditas dari pemerintah. Menteri Keuangan Purbaya bahkan telah menyebut dua Bank Pembangunan Daerah (BPD), yaitu PT Bank DKI (Bank Jakarta) dan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk. (Bank Jatim), sebagai bank yang tengah dalam tahap diskusi. Kebijakan yang terlihat sederhana, yaitu memindahkan kas, diharapkan mampu memberikan dorongan signifikan pada pertumbuhan kredit nasional. Jika pada Agustus pertumbuhan kredit masih di angka 7%, pemerintah menargetkan angka tersebut dapat mencapai 10% pada akhir tahun.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan penyerapan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun oleh Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk mendukung stabilitas ekonomi dan mendorong sektor riil. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) mencatat realisasi penyerapan tertinggi, mencapai 74% dari alokasi yang diterima. Dana ini merupakan bagian dari kebijakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk menginjeksi likuiditas ke lima bank Himbara.
Secara rinci, Bank Mandiri, BRI, dan BNI masing-masing menerima Rp55 triliun, BTN Rp25 triliun, dan BSI Rp10 triliun. Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu, menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan menyediakan likuiditas murah bagi perbankan agar dapat disalurkan menjadi kredit produktif. Kemenkeu berharap dana ini akan mendorong pertumbuhan kredit nasional dan saat ini ada diskusi dengan beberapa Bank Pembangunan Daerah untuk injeksi serupa.