LQ45 Tahan Duit: Capex Lesu Hingga Kuartal III-2025?

Img AA1OVZ13

MNCDUIT.COM JAKARTA. Kinerja belanja modal atau capital expenditure (capex) dari emiten-emiten berlikuiditas tinggi yang tergabung dalam indeks LQ45 menunjukkan tren kehati-hatian hingga kuartal III-2025. Mayoritas perusahaan belum merealisasikan anggaran capex mereka secara agresif, mencerminkan strategi yang lebih terukur dalam menghadapi dinamika pasar dan potensi risiko ekonomi.

Salah satu contoh paling menonjol datang dari PT Astra International Tbk (ASII). Hingga September 2025, raksasa konglomerasi ini baru menyerap sekitar Rp 12,7 triliun dari total anggaran capex tahunan sebesar Rp 26 triliun, atau sekitar 48,84%. Windy Riswantyo, Head of Corporate Communications Astra, menjelaskan bahwa dana tersebut dialokasikan untuk pembelian alat berat di Grup United Tractors, pemeliharaan mill & port di Astra Agro Lestari, serta renovasi dealer. Menurut Windy, Grup Astra menerapkan prinsip kehati-hatian dalam setiap keputusan investasi, senantiasa menimbang situasi dan kondisi bisnis yang dinilai cukup menantang.

“Belanja modal akan terus disesuaikan dengan perkembangan pasar dan strategi bisnis perseroan untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan,” tambah Windy kepada Kontan, Jumat (9/11/2025), menegaskan komitmen Grup dalam mempertimbangkan peluang ekspansi demi pertumbuhan jangka panjang.

Di sektor ritel, PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (ACES) juga menunjukkan pola serupa. Perusahaan ini melaporkan penyerapan capex sebesar Rp 132 miliar hingga kuartal III-2025, yang merupakan 44% hingga 52% dari total alokasi capex 2025 sebesar Rp 250 miliar sampai Rp 300 miliar. Melinda Pudjo, Head of Corporate Communications & Sustainability ACES, menyatakan bahwa penggunaan capex difokuskan pada inisiatif strategis seperti pembukaan toko baru, yang sebagian besar direncanakan pada paruh kedua tahun ini, serta pembaruan konsep toko-toko eksisting. Melinda juga menegaskan bahwa seluruh capex yang terealisasi hingga kuartal III-2025 dan yang akan berlanjut hingga akhir tahun dibiayai sepenuhnya menggunakan dana internal perusahaan, seperti disampaikan kepada Kontan, Kamis (6/11).

Sementara itu, PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) mencatatkan penyerapan capex sekitar Rp 506 miliar hingga kuartal ketiga 2025, dari anggaran maksimal Rp 1 triliun. Hari Nugroho, Head External & Stakeholders Relation KLBF, menyebutkan bahwa dana tersebut digunakan untuk keperluan perluasan dan pemeliharaan. Hari menambahkan bahwa meskipun sumber pendanaan utama berasal dari internal, perusahaan tetap membuka peluang untuk pendanaan eksternal, dengan realisasi belanja modal yang disesuaikan berdasarkan situasi dan kebutuhan perusahaan, jelasnya kepada Kontan, Jumat (7/11/2025).

Beralih ke sektor energi, PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) telah merealisasikan capex sebesar US$ 297 juta per September 2025 dari total anggaran US$ 430 juta. Leony Lervyn, Senior Manager Communication MedcoEnergi, merinci bahwa US$ 276 juta dialokasikan untuk segmen Minyak & Gas (dari target US$ 400 juta) dan US$ 21 juta untuk ketenagalistrikan (dari target US$ 30 juta). Penyerapan capex di sektor Minyak & Gas berfokus pada peningkatan fasilitas produksi dan pengembangan sumur-sumur baru di sejumlah wilayah, termasuk South Natuna Block B, Senoro Phase 2, dan Oman Block 60. Sementara itu, di sektor ketenagalistrikan, dana investasi diarahkan untuk proyek Ijen Geothermal 35 MW, East Bali Solar PV 25 MWp, serta ekspansi PLTG Energi Listrik Batam. Leony menambahkan, sisa capex yang belum terserap akan digunakan untuk menuntaskan proyek-proyek yang sedang berjalan tersebut, terang Leony kepada Kontan, Jumat (7/11).

Senada, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) mencatatkan penyerapan belanja modal sebesar US$ 174 juta hingga triwulan III 2025, dari total anggaran US$ 338 juta, yang seluruhnya bersumber dari dana internal. Fajriyah Usman, Corporate Secretary PGN, menjelaskan bahwa realisasi capex ini difokuskan pada pengembangan infrastruktur hilir, ekspansi jaringan gas kota, serta revitalisasi hub LNG Arun, yang diharapkan dapat menopang pertumbuhan dan keberlanjutan bisnis. PGN juga berkomitmen untuk mengakselerasi penyerapan capex hingga akhir 2025 melalui berbagai prioritas investasi, meliputi penyelesaian pengeboran di wilayah kerja migas SAKA, pelaksanaan proyek pembangunan Pipa BBM Cikampek – Plumpang, serta instalasi pipa dan fasilitas bagi pelanggan komersial, industri, dan rumah tangga, termasuk revitalisasi Tangki Arun, seperti disampaikan kepada Kontan, Jumat (7/11/2025).

Sebagai konstituen pendatang baru di indeks LQ45, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) telah menyerap capex sebesar Rp 500 miliar per kuartal III-2025 dari total alokasi Rp 1,1 triliun. Sutiana Ali, Direktur Emtek, mengungkapkan bahwa pendanaan capex berasal dari kombinasi dana internal perusahaan dan pinjaman bank, dengan alokasi yang tersebar di berbagai sektor, meliputi media, jasa kesehatan, dan jasa penerbangan, tuturnya kepada Kontan, Jumat (7/11).

Tren serupa juga terlihat pada emiten lain, seperti PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) yang baru menggunakan US$ 50 juta dari total anggaran US$ 318,94 juta. Demikian pula, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) merealisasikan capex Rp 15,4 triliun dari Rp 40 triliun, sementara PT United Tractors Tbk (UNTR) menyerap sekitar Rp 9,8 triliun dari anggaran Rp 16,6 triliun hingga kuartal ketiga 2025. Angka-angka ini semakin menguatkan gambaran umum mengenai pendekatan konservatif emiten dalam investasi modal.

Namun, di tengah gelombang kehati-hatian ini, ada pengecualian yang patut disorot. PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), emiten dari sektor ritel, justru menunjukkan agresivitas dalam penyerapan belanja modalnya. Menurut Rani Wijaya, Corporate Communications General Manager Alfamart, realisasi capex AMRT telah mencapai sekitar 70% atau setara Rp 4,5 triliun hingga kuartal III-2025. Angka ini mendekati total anggaran capex perusahaan untuk tahun 2025 yang berkisar antara Rp 4,5 triliun hingga Rp 5 triliun, menandakan laju investasi yang jauh lebih cepat dibandingkan mayoritas konstituen LQ45 lainnya.

Menanggapi fenomena ini, Chory Agung Ramdhani, Customer Engagement & Market Analyst Department Head BRI Danareksa Sekuritas (BRIDS), menjelaskan bahwa moderasi serapan capex emiten LQ45 mencerminkan sikap kehati-hatian atau strategi wait and see. Hal ini dipicu oleh berbagai risiko, baik di tingkat global maupun domestik. Di ranah global, ketidakpastian ekonomi global yang berkepanjangan, potensi perang dagang, dan tren suku bunga tinggi, telah meningkatkan biaya pendanaan serta menekan proyeksi permintaan ekspor. Lebih lanjut, fluktuasi nilai tukar Rupiah menjadi tantangan besar bagi emiten dengan capex yang didominasi impor atau utang mata uang asing, mendorong penundaan pembelian modal baru demi menghindari pembengkakan biaya yang signifikan.

Di tingkat domestik, pelemahan daya beli masyarakat berdampak pada profitabilitas, khususnya di sektor ritel dan konsumen. Kondisi ini mendorong emiten untuk menunda ekspansi gerai atau penambahan kapasitas produksi, dan sebaliknya berfokus pada penguatan arus kas serta neraca keuangan. Keputusan ini diambil sambil menanti stabilisasi ekonomi dan kejelasan kebijakan dari pemerintahan baru pasca-transisi 2024.

Meskipun demikian, Chory menilai bahwa bagi investor, kondisi penyerapan capex yang moderat ini justru dapat disikapi secara positif. Hal ini mengindikasikan strategi ekspansi yang lebih terukur, terutama mengingat lingkungan pembiayaan dalam negeri yang relatif suportif, dengan suku bunga BI yang mulai memasuki fase penurunan dan likuiditas perbankan yang cukup longgar. Seharusnya, kondisi ini memberikan ruang pendanaan yang kuat bagi emiten untuk berekspansi, terang Chory kepada Kontan, Minggu (9/11/2025).

Namun, lanjut Chory, banyak perusahaan lebih memilih untuk berinvestasi pada proyek dengan visibilitas permintaan yang lebih pasti, mengingat pemulihan daya beli dan prospek pertumbuhan global yang masih bertahap. Oleh karena itu, ia merekomendasikan investor untuk memprioritaskan emiten yang terbukti mampu mengoptimalkan capex guna memperkuat recurring income, meningkatkan efisiensi operasional, dan mendorong transformasi digital. Pendekatan stock picking yang berfokus pada kualitas capex ini diharapkan dapat membuka peluang rerating valuasi saat kepercayaan terhadap prospek ekonomi membaik dan siklus ekspansi korporasi kembali agresif, terutama bagi emiten yang berhasil mengonversi investasi menjadi arus kas berkelanjutan dan peningkatan ROI.

Ringkasan

Emiten-emiten dalam indeks LQ45 menunjukkan kehati-hatian dalam realisasi belanja modal (capex) hingga kuartal III-2025, dengan mayoritas perusahaan belum menyerap anggaran secara agresif. Sebagai contoh, PT Astra International Tbk (ASII) baru merealisasikan sekitar 48,84% dari total capex-nya, sementara PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) menyerap sekitar 50,6% dari anggaran maksimal. Sikap terukur ini mencerminkan respons terhadap dinamika pasar, kondisi bisnis yang menantang, serta potensi risiko ekonomi.

Strategi “wait and see” ini dipicu oleh berbagai faktor seperti ketidakpastian ekonomi global, potensi perang dagang, tren suku bunga tinggi, fluktuasi nilai tukar Rupiah, dan pelemahan daya beli domestik. Namun, PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) menjadi pengecualian dengan penyerapan capex mencapai sekitar 70% hingga kuartal III-2025, mendekati total anggaran tahunan. Analis menilai moderasi capex secara umum ini sebagai strategi ekspansi yang lebih terukur, sambil menanti stabilisasi ekonomi dan kejelasan kebijakan pemerintah.

You might also like