LQ45 Siap Rebound? Investor Pantau Dampak Penurunan Suku Bunga BI

Img AA1NhK0R

MNCDUIT.COM, JAKARTA — Indeks saham terlikuid LQ45, yang sepanjang tahun ini menunjukkan kinerja tertinggal dibandingkan IHSG, kini disebut-sebut memiliki peluang rebound yang signifikan. Harapan ini muncul seiring proyeksi penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dan potensi pemulihan solid di sektor perbankan.

Liza Camelia Suryanata, Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, mengakui bahwa pergerakan indeks LQ45 memang kurang agresif sepanjang tahun 2025. Kondisi ini kontras dengan IHSG yang justru berhasil menanjak hampir 15% sejak awal tahun (Year to Date/YtD).

Menurut Liza, perhatian investor dalam beberapa bulan terakhir cenderung beralih ke saham-saham di luar konstituen LQ45. Beberapa nama konglomerasi baru seperti BRPT, BREN, CUAN, TPIA, dan DSSA, juga saham Grup Salim yaitu AMMN dan PANI, serta emiten pusat data DCII, telah menjadi motor penggerak utama penguatan indeks komposit.

“Tren yang tengah digandrungi pasar, seperti transisi energi, hilirisasi nikel, properti superblok, digitalisasi, hingga green energy, banyak ditemukan pada saham-saham tersebut, bukan pada saham blue chip lama yang dominan di LQ45,” jelas Liza kepada Bisnis, Kamis (25/9/2025).

: Intip Prospek Rebound BBCA, BMRI hingga TLKM Kala LQ45 Tertekan

Kendati demikian, Liza melihat prospek LQ45 untuk kembali bangkit sangat terbuka lebar. Penurunan BI Rate diyakini mampu memacu kinerja sektor perbankan, khususnya melalui peningkatan penyaluran kredit dan perbaikan net interest margin (NIM).

Liza menambahkan, “Likuiditas tambahan yang telah digelontorkan pemerintah memang sudah memicu respons di pasar. Namun, ujian sesungguhnya akan terlihat di akhir tahun, apakah dana tersebut benar-benar mampu terserap efektif ke dalam kredit perbankan yang saat ini masih cenderung lesu.”

Selain sektor perbankan, Liza juga menggarisbawahi potensi saham telekomunikasi dan konsumsi untuk kembali menarik minat investor. Peluang ini akan menguat jika stabilitas rupiah tetap terjaga dan aliran dana asing kembali masuk ke pasar modal Indonesia. Faktor-faktor ini dipercaya dapat memberikan amunisi tambahan bagi indeks LQ45 untuk memperbaiki performanya.

Dalam menyikapi dinamika pasar, ia menekankan pentingnya menyeimbangkan portofolio investasi. Menurutnya, saham perbankan LQ45 tetap layak untuk dipertahankan dalam jangka menengah. Namun, investor tidak boleh mengabaikan momentum yang sedang terjadi pada saham-saham konglomerasi baru.

“Jadi, strategi paling rasional adalah memegang sebagian saham bank LQ45 untuk prospek jangka menengah, tetapi juga tetap membuka mata terhadap peluang di saham konglomerasi baru,” tegasnya.

Sebagai informasi, data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga penutupan perdagangan Rabu (24/9/2025) mencatat bahwa LQ45 terkoreksi 2,16% YtD, berada di level 808,77. Angka ini berbanding terbalik dengan kinerja IHSG yang cemerlang dengan kenaikan 14,78% YtD.

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Ringkasan

Indeks saham LQ45 menunjukkan kinerja tertinggal dibandingkan IHSG sepanjang tahun ini, terkoreksi 2,16% YtD. Hal ini disebabkan perhatian investor beralih ke saham-saham di luar LQ45, terutama emiten konglomerasi baru yang bergerak di sektor transisi energi, hilirisasi nikel, properti superblok, dan digitalisasi. Tren ini tidak banyak ditemukan pada saham blue chip lama yang mendominasi LQ45.

Meski demikian, LQ45 diproyeksikan memiliki peluang rebound signifikan, terutama didorong oleh potensi penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia. Penurunan BI Rate diharapkan dapat memacu kinerja sektor perbankan melalui peningkatan kredit dan NIM. Selain itu, potensi penguatan saham telekomunikasi dan konsumsi, didukung stabilitas rupiah dan masuknya dana asing, juga dapat menjadi pendorong LQ45 untuk memperbaiki performanya.

You might also like