
MNCDUIT.COM JAKARTA. Investor saham kawakan di Bursa Efek Indonesia (BEI), Lo Kheng Hong, bersiap menerima dividen jumbo dari kepemilikan sahamnya di PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL). Pertanyaan pun muncul bagi investor ritel: apakah ini momen yang tepat untuk ikut membeli atau justru menjual saham yang akan membagikan dividen besar kepada sang “Warren Buffett Indonesia”?
Sebagai emiten produsen ban terkemuka, PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) telah mengumumkan pembagian dividen tunai sebesar Rp 174,22 miliar. Jumlah ini setara dengan 14,75% dari total laba bersih perusahaan pada tahun buku 2024 yang mencapai Rp 1,18 triliun. Setiap investor akan berhak memperoleh dividen sebesar Rp 50 per saham. Dengan mengacu pada harga penutupan saham GJTL pada Kamis (3/7) di level Rp 1.115 per saham, potensi yield dividen yang ditawarkan emiten ini diperkirakan mencapai 4,48%. Pembayaran dividen tunai ini dijadwalkan pada 30 Juli 2025.
Lo Kheng Hong, yang dikenal dengan filosofi investasi nilai jangka panjangnya, merupakan salah satu investor individu yang memegang porsi saham GJTL yang signifikan. Per akhir Juni 2025, ia tercatat menggenggam 191,48 juta saham GJTL. Lo Kheng Hong sendiri telah lama memiliki saham GJTL dan terus menambah kepemilikannya. Terbaru, ia membeli 595.700 saham GJTL pada 18 Juni 2025, menyusul aksi borong 2,43 juta saham pada Mei 2025. Dengan total saham yang dimilikinya, Lo Kheng Hong diperkirakan akan meraup dividen saham GJTL senilai Rp 9,57 miliar.
Rekomendasi saham GTL
Menanggapi prospek saham GJTL, Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, menyampaikan bahwa potensi yield dividen yang ditawarkan GJTL cukup menarik, meskipun bukan yang tertinggi di pasar. Ia juga menambahkan bahwa dividen payout ratio GJTL yang berada di level 14,75% bukanlah hal yang perlu dikhawatirkan investor. Menurut Wafi, GJTL memiliki rencana alokasi laba lain yang strategis, baik untuk ekspansi bisnis maupun untuk program deleveraging atau pengurangan utang perusahaan.
Dari sisi fundamental, Wafi mengakui bahwa GJTL masih dihadapkan pada sejumlah tantangan. Perlambatan di industri otomotif, seperti penurunan penjualan mobil nasional, berpotensi menggerus permintaan ban baru. Namun, GJTL memiliki strategi andalan dengan mengandalkan penjualan ban untuk segmen replacement atau ban pengganti, mengingat populasi kendaraan bermotor di Indonesia yang sangat tinggi. Selain itu, tren penurunan produksi karet nasional sebagai bahan baku utama ban juga bisa menjadi sentimen negatif. Namun, selama GJTL mampu mengelola dan mengamankan pasokan bahan baku dengan baik, kelangsungan usaha emiten ini diyakini tetap terjaga. Wafi turut mengingatkan risiko lain yang mungkin datang dari kenaikan harga bahan baku itu sendiri, yang dapat menekan margin keuntungan perusahaan.
Berdasarkan analisis tersebut, Muhammad Wafi merekomendasikan trading buy untuk saham GJTL, dengan target harga di level Rp 1.200 per saham. Rekomendasi ini mencerminkan keyakinan akan potensi kenaikan harga saham dalam jangka pendek hingga menengah.
Kinerja keuangan PT Gajah Tunggal Tbk pada kuartal I-2025 menunjukkan penurunan pendapatan sebesar 1,56% year on year (yoy) menjadi Rp 4,40 triliun. Meski demikian, laba bersih GJTL justru berhasil tumbuh 4,13% yoy, mencapai Rp 353 miliar, menunjukkan efisiensi operasional perusahaan.
Adapun pergerakan harga saham GJTL pada akhir perdagangan Kamis, 24 Juli 2025, berada di level Rp 1.130, turun 5 poin atau 0,44% dibandingkan sehari sebelumnya. Sejak awal tahun 2025, harga saham GJTL secara akumulatif telah terkoreksi 15 poin atau 1,31%.
Investor kawakan Lo Kheng Hong diperkirakan akan meraup dividen tunai sebesar Rp 9,57 miliar dari kepemilikan sahamnya di PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL). Emiten produsen ban ini akan membagikan dividen total Rp 174,22 miliar dari laba bersih tahun buku 2024, setara dengan Rp 50 per saham. Pembayaran dividen dijadwalkan pada 30 Juli 2025, menawarkan potensi yield sekitar 4,48%.
Analis Muhammad Wafi dari Korea Investment & Sekuritas Indonesia merekomendasikan “trading buy” untuk saham GJTL dengan target harga Rp 1.200, melihat potensi yield dividen yang menarik. Meskipun dihadapkan pada tantangan seperti perlambatan otomotif dan penurunan produksi karet, GJTL mengandalkan segmen ban pengganti dan efisiensi operasional. Pada kuartal I-2025, laba bersih GJTL tumbuh 4,13% menjadi Rp 353 miliar, menunjukkan kinerja yang baik meski pendapatan sedikit menurun.