
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan taringnya dalam memberantas rasuah, dengan memanggil belasan pegawai dari institusi strategis negara, yakni Bank Indonesia (BI), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pemeriksaan ini dilakukan sebagai bagian dari penyelidikan intensif terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam program Corporate Social Responsibility (CSR) BI-OJK yang disinyalir merugikan keuangan negara.
Skandal ini berpusat pada penyaluran dana CSR, sebuah program sosial yang seharusnya memberikan manfaat bagi masyarakat, namun diduga disalahgunakan. Ironisnya, program ini merupakan inisiatif bersama dari tiga lembaga yang kini disorot, yaitu DPR, OJK, dan BI, menambah kompleksitas kasus yang tengah ditangani KPK.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi jadwal pemeriksaan ini pada Rabu (10/9/2025). Beliau menjelaskan, “Hari ini Rabu (10/9), KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dalam dugaan TPK terkait program sosial atau CSR di Bank Indonesia dan OJK.” Pemeriksaan krusial tersebut dilangsungkan di Gedung Merah Putih KPK, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Kendati demikian, Budi belum bisa memberikan rincian materi pemeriksaan secara spesifik, menambah spekulasi tentang ruang lingkup penyelidikan.
Dalam rangka mendalami lebih lanjut kasus dugaan korupsi ini, sebanyak enam belas pegawai dari berbagai entitas terkait dijadwalkan untuk dimintai keterangan. Daftar saksi yang dipanggil meliputi individu-individu penting dari yayasan hingga pejabat di lingkungan BI, DPR, dan OJK, mengindikasikan luasnya jaringan yang diduga terlibat.
1. Eka Kartika Bendahara Yayasan Harapan Putra Mandiri
2. Ageng Wardoyo Kepala Subbagian Rapat Sekretariat Komisi XI DPR RI
3. Andri Sopian Ketua Yayasan Giri Raharja dan Yayasan Guna Semesta Persada
4. Anita Handayani Putri Kepala Bagian Sekretariat Komisi XI DPR RI
5. Dhira Krisna Jayanegara Analis Junior Hubungan Kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan tahun 2020 s.d. sekarang
6. Enrico Hariantoro Kepala Departemen Sekretariat Dewan Komisioner dan Hubungan Kelembagaan OJK (Oktober 2022 s.d. Februari 2024)
7. Ferddy Rahmadi Kepala Sekretariat Badan Supervisi OJK
8. Ferial Ahmad Alhoraibi Pengawas Utama di Departemen Pemeriksaan Khusus dan Pengawasan Perbankan Daerah OJK
9. Sarilan Putri Khairunnisa Kepala Bagian Sekretariat Komisi XI DPR
10. Hery Indratno Kepala Divisi PSBI – DKom Bank Indonesia
11. Helen Maniktenaga Ahli Anggota DPR RI sdr. Heri Gunawan periode 2019 s.d. 2024
12. Hanafi Pensiunan Bank Indonesia (tenaga honorer individu bank indonesia)
13. Nita Ariesta Muelgini Grup Relasi Lembaga Publik dan Pengelolaan Program Sosial
14. Indarto Budiwitono Karyawan Bumn (deputi komisioner pengawas bank swasta pada OJK dan Mantan Kepala Departemen Pengendalian Kualitas dan Pengembangan Pengawasan Perbankan periode 1 maret 2024 s/d 12 september 2024)
15. Martonotenaga Ahli Anggota DPR RI sdr. Heri Gunawan periode 2019 s.d. 2024
16. Hestu Wibowo Ekonom Ahli Kantor Perwakilan Bank Indonesia DKI Tahun Feb 2024
Sebelumnya, KPK telah menetapkan dua nama sebagai tersangka utama dalam kasus ini, yaitu Heri Gunawan dan Satori, keduanya merupakan mantan anggota Komisi XI DPR RI periode 2019-2024. Penetapan ini menandai perkembangan signifikan dalam penyelidikan, mengarahkan fokus pada individu yang diduga bertanggung jawab atas penyalahgunaan dana CSR.
Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, Heri Gunawan diduga menerima total dana sebesar Rp15,86 miliar. Dana fantastis ini berasal dari berbagai sumber, termasuk Rp6,26 miliar dari BI melalui Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp7,64 miliar dari OJK lewat kegiatan Penyuluhan Keuangan, serta Rp1,94 miliar dari sejumlah Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya. Rincian ini menunjukkan pola penerimaan dana yang terstruktur dari beberapa institusi.
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan modus operandi Heri Gunawan yang diduga melibatkan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Heri diduga memindahkan seluruh dana ilegal yang diterimanya melalui yayasan yang ia kelola ke rekening pribadinya melalui skema transfer. Untuk menyamarkan jejak, ia juga meminta anak buahnya membuka rekening baru sebagai penampung dana hasil pencairan, yang kemudian disetor secara tunai. Asep Guntur Rahayu menambahkan, “HG menggunakan dana dari rekening penampung untuk kepentingan pribadi, diantaranya pembangunan rumah makan, pengelolaan outlet minuman, pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat,” demikian dijelaskan pada Kamis (7/8/2025). Ini menunjukkan bahwa dana tersebut dialihkan untuk memperkaya diri sendiri.
Tak berbeda jauh, tersangka Satori juga diduga meraup keuntungan ilegal dengan menerima total Rp12,52 miliar. Sumber dana ini mencakup Rp6,30 miliar dari BI melalui Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp5,14 miliar dari OJK melalui Penyuluhan Keuangan, serta Rp1,04 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya. Pola penerimaan dana Satori mirip dengan Heri Gunawan, menunjukkan potensi adanya kolaborasi atau modus yang serupa.
Mirip dengan Heri Gunawan, Satori juga diduga menggunakan uang hasil korupsi tersebut untuk memperkaya diri dan memenuhi kebutuhan pribadinya, seperti deposito, pembelian tanah untuk pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, dan berbagai aset lainnya. Lebih lanjut, Satori bahkan melakukan rekayasa perbankan, dengan meminta salah satu bank untuk menyamarkan penempatan deposito miliknya. Taktik ini bertujuan agar pencairan dana tidak mudah teridentifikasi dalam rekening koran, menunjukkan upaya sistematis untuk menyembunyikan jejak kejahatan.
Atas rangkaian perbuatan melawan hukum ini, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Selain itu, mereka juga dijerat dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo. Pasal 55 ayat 1 ke-(1) KUHP. Ancaman hukuman berat menanti para pelaku yang telah menyalahgunakan kepercayaan publik ini.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi dalam program Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebagai langkah lanjutan, KPK telah memanggil enam belas pegawai dari BI, OJK, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan pihak yayasan terkait pada 10 September 2025 untuk dimintai keterangan. Dugaan penyalahgunaan dana ini melibatkan program inisiatif bersama dari ketiga lembaga tersebut.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Heri Gunawan dan Satori, keduanya mantan anggota Komisi XI DPR RI, sebagai tersangka. Heri Gunawan diduga menerima dana sebesar Rp15,86 miliar dan Satori sebesar Rp12,52 miliar dari BI, OJK, serta mitra kerja Komisi XI lainnya. Kedua tersangka diduga melakukan pencucian uang dan rekayasa perbankan untuk menyamarkan dan menggunakan dana tersebut demi kepentingan pribadi.