
MNCDUIT.COM JAKARTA. Kinerja emiten properti di semester I 2025 diperkirakan masih akan ditopang segmen aset pendapatan berulang alias recurring income. Tren ini kemungkinan akan berbalik arah karena penjualan aset hunian kemungkinan akan menunjukkan perbaikan di semester II nanti.
Sejumlah emiten properti masih menunjukkan pelemahan kontribusi segmen hunian ke pendapatan mereka di kuartal I 2025.
PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) mencatatkan kontribusi segmen recurring income sebesar 85% terhadap total pendapatan perseroan per kuartal I 2025. Pendapatan PWON tercatat sebesar Rp 1,55 triliun per akhir Maret lalu.
Kontribusi paling besar berasal dari segmen retail leasing sebesar 61%. Lalu, hotel and serviced apartments 20% dan office leasing 4%. Sehingga, totalnya mencakup 85% dari pendapatan PWON per kuartal I.
Suku Bunga BI Bertahan di Level 5,75%, Cek Rekomendasi Saham Emiten Properti
Sementara, penjualan rumah tapak menyumbang 7% dan penjualan condominium menyumbang 8%, dengan total segmen hunian ini hanya 15%.
Direktur Pakuwon Jati, Minarto Basuki menyatakan, pengeluaran belanja modal pada kuartal I-2025 yang telah dikucurkan oleh Perseroan tercatat sebesar Rp 237 miliar.
“Ini digunakan untuk membiayai proyek konstruksi Pakuwon Mall Bekasi dan Pakuwon City Mall tahap 3 Surabaya,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (25/6).
PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) juga mencatatkan penurunan pendapatan dari aset hunian dan kenaikan kontribusi dari aset recurring income.
SMRA Chart by TradingView
Per kuartal I 2025, total pendapatan neto SMRA sebesar Rp 2,10 triliun, dengan kontribusi dari segmen pengembangan properti sebanyak Rp 1,33 triliun. Pendapatan dari segmen pengembangan properti ini turun dari Rp 1,44 triliun per kuartal I 2024.
Suku Bunga BI Ditahan di 5,75%, Simak Prospek Kinerja Emiten Properti
Sementara, pendapatan dari segmen properti investasi sebesar Rp 552,48 miliar per Maret 2025, naik dari sebelumnya Rp 479,83 miliar pada periode sama tahun lalu.
Lalu, segmen lain-lain termasuk hotel dan rekreasi tercatat Rp 218,82 miliar pada periode itu, naik dari Rp 212,30 miliar di kuartal I 2024.
Presiden Direktur PT Summarecon Agung Tbk Adrianto P Adhi mengatakan, SMRA juga tengah mengembangkan proyek Summarecon Mall Bekasi tahap II yang ditargetkan untuk menjadi destinasi bagi masyarakat Bekasi dan sekitarnya.
“Kami yakin Summarecon Mall Bekasi ini bisa kompetitif dan menarik karena menghadirkan experience-based mall yang menjadi sesuatu yang baru,” ujarnya dalam paparan publik RUPST Tahun 2024 SMRA, Kamis (12/6).
PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) juga tengah fokus menggarap proyek segmen recurring income lewat anak usahanya, PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK).
Melihat Prospek Emiten Properti di 2025, Begini Rekomendasi Analis
Fokus CBDK kini bergeser dari penjualan properti menjadi pengembangan portofolio recurring income.
Salah satunya melalui pembangunan Nusantara International Convention Exhibitions (NICE) dan hotel bintang lima berkapasitas 250 kamar di wilayah CBD PIK2.
Pembangunan gedung NICE terdiri dari tiga bangunan dengan total luas lebih dari 123.000 meter persegi dan ditargetkan beroperasi secara bertahap mulai Oktober 2025. Dua gedung lainnya dijadwalkan akan rampung pada semester II 2026.
Sementara, PT Ciputra Development Tbk (CTRA) melihat bahwa segmen pendapatan berulang juga menemui tantangan di tahun 2025.
CTRA Chart by TradingView
Direktur Utama CTRA, Candra Ciputra mengatakan, penurunan daya beli masyarakat dan kebijakan efisiensi anggaran bisa memengaruhi pendapatan Ciputra di tahun ini.
Sentimen Positif Warnai Prospek Emiten Properti pada 2025, Simak Rekomendasi Sahamnya
“Terutama, dari segmen hotel yang berkurang karena aktivitas dari pemerintah yang diturunkan anggarannya,” ujarnya dalam Public Expose CTRA pada 17 Juni 2025.
Meskipun begitu, CTRA masih optimistis dengan kinerja mereka lantaran aset yang dimiliki menyasar segmen masyarakat menengah ke atas yang resiliensi daya belinya lebih tinggi.
“Untuk hotel, kami terus berupaya agar pengurangan booking meeting room bisa diatasi,” paparnya.
Per kuartal I 2025, CTRA mencatatkan penjualan dan pendapatan usaha sebesar Rp 2,73 triliun. Segmen pendapatan usaha (recurring income) berkontribusi Rp 560,88 miliar di akhir Maret, naik dari Rp 553,9 miliar pada periode sama tahun lalu.
Research Analyst Phintraco Sekuritas, Nurwachidah mengatakan, banyaknya jumlah hari besar dan libur nasional di Indonesia sepanjang kuartal I 2025 menjadi pendorong peningkatan kinerja aset recurring income emiten properti.
Sentimen Positif Dorong Saham Emiten Kesehatan di 2025, Cek Rekomendasi Analis
“SMRA memimpin dengan recurring income tumbuh 11,44% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 772 miliar di kuartal I 2025,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (1/7).
Pusat perbelanjaan masih menjadi kontributor utama pencapaian SMRA tersebut. Pendapatan dari pusat perbelanjaan tumbuh 15% YoY menjadi Rp552 miliar di kuartal I, dengan kontribusi sebesar 72% terhadap total recurring income periode tersebut.
”Pertumbuhan pendapatan tersebut seiring dengan pertumbuhan dari seluruh pusat perbelanjaan yang dimiliki SMRA, termasuk Summarecon Mall Bandung yang baru mulai beroperasi di tahun 2024,” paparnya.
Kemudian, PWON dengan porsi recurring income terbesar dibanding peers, menempati posisi pertumbuhan tertinggi kedua di kuarta I 2025.
Kinerja Emiten Properti Cukup Beragam di Kuartal I 2025, Berikut Rekomendasi Analis
Recurring income PWON tumbuh 10,07% YoY menjadi Rp 1,32 triliun di kuartal I. Pakuwon Mall dan Tunjungan City berkontribusi terbesar ke pendapatan PWON, masing-masing berkontribusi 19% terhadap total pendapatan.
“Kemudian, Net Leasable Area (NLA) perkantoran PWON mencapai 288 ribu meter persegi dengan okupansi rata-rata 77% di kuartal I 2025, naik dari akhir 2024 yang sebesar 75%,” ungkapnya.
Senior Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas mengatakan, kenaikan kinerja recurring income emiten properti di kuartal 2025 didorong pemulihan aktivitas ekonomi masyarakat dan strategi diversifikasi.
“Ini juga didukung konsumsi masyarakat yang naik, okupansi mal di atas 90%, dan penyerapan positif kantor Grade A,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (1/7).
Prospek Kinerja dan Rekomendasi Saham
Nurwachidah melihat, segmen recurring Income pada kuartal II 2025 diperkirakan masih akan melanjutkan pertumbuhan seiring dengan masih banyaknya jumlah hari libur besar dan libur nasional sepanjang periode ini.
Sementara, untuk di semester II 2025, kinerja emiten properti akan lebih mencatatkan pertumbuhan, namun dengan revenue driver yang berbeda.
Kinerja Sejumlah Emiten Grup Sinarmas Lesu, Simak Rekomendasi Analis
“Jika di sepanjang semester I recurring segmen lebih unggul, maka di semester II segmen residensial berpotensi lebih optimal,” paparnya.
Ada tiga sentimen positif untuk kinerja emiten properti di semester II 2025.
Pertama, suku bunga Bank Indonesia (BI rate) berpotensi dipangkas 25 – 50 basis poin (bps) di sisa tahun 2025. Ini mengingat kondisi makroekonomi Indonesia yang relatif solid, dimana tingkat inflasi sejalan dengan asumsi BI, yaitu 1,5%-3,5% di 2025.
“Selain itu, The Fed maupun European Central Bank (ECB) diperkirakan masih akan memangkas suku bunga acuan di sisa tahun 2025,” ungkapnya.
Kedua, masih adanya sejumlah stimulus dari pemerintah. Misalnya, pemerintah masih akan melanjutkan program Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) hingga akhir tahun 2025.
PPN yang ditanggung tersebut berlaku untuk harga rumah Rp 2 miliar – Rp 5 miliar. Sehingga, insentif ini akan lebih menguntungkan emiten properti yang memiliki lebih banyak portofolio pada harga Rp 2 miliar – Rp 5 miliar serta telah siap diserahterimakan pada 2025.
Industri Properti Bersaing Ketat, Cek Rekomendasi Saham Ciputra Development (CTRA)
“Selain itu, pemerintah juga melanjutkan kebijakan diskon Loan to Value sebesar 100% hingga akhir 2025, sehingga memungkin pembelian rumah dengan DP 0%,” katanya.
Ketiga, tren kenaikan harga properti dan recurring income. Sebagai gambaran, Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) yang dirilis BI pada kuartal I 2025 tumbuh 1,07% YoY, meningkat ke 109.93 pada periode sama tahun lalu.
Kenaikan IHPR ini sekaligus melanjutkan tren kenaikan dalam enam tahun terakhir.
Di sisi lain, sentimen negatif untuk kinerja emiten properti berasal dari pelemahan daya beli konsumen, yang juga diiringi dengan pertumbuhan penjualan properti residensial yang lebih rendah.
“Penjualan properti residensial tumbuh 0,73% YoY atau 33.92% secara kuartalan di kuartal I 2025, dibandingkan -15,09% YoY di akhir tahun 2024,” ujarnya.
Valuasi saham emiten properti saat ini pun dilihat masih berada di bawah kinerja harga sahamnya saat ini alias undervalue, sehingga belum sejalan dengan kinerja keuangan mereka.
Kemendag Permudah Perizinan Waralaba, Bisnis Franchise Makin Mudah!
Dengan berbagai katalis di atas serta kinerja masing-masing emiten di sektor properti, Nurwachidah pun merekomendasikan beli untuk CTRA dengan potensi fair value Rp 1.320 per saham, BSDE Rp 1.185 per saham, dan PWON Rp 535 per saham, PANI Rp 15.200 per saham, dan SMRA Rp 600 per saham.
Analis Edvisor Profina Visindo, Indy Naila mengatakan, di kuartal I 2025, memang ada pemulihan dalam mal dan sewa gedung seiring dengan konsumsi yang meningkat.
“Sementara, di kuartal II, aset recurring masih bisa menopang kinerja keuangan walaupun dampak sedikit terbatas dan tetap bergantung pada sisi daya beli masyarakat serta proyeksi suku bunga acuan ke depan,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (1/7).
Selain stimulus PPN DTP dan proyeksi penurunan suku bunga, kinerja emiten properti juga bakal bergantung dari sisi penyelesaian proyek di tahun ini.
Investor saat ini juga masih cenderung wait and see, karena sektor properti sangat sensitif dengan kondisi makroekonomi dan suku bunga acuan. “Tetapi, secara valuasi saham, masih ada beberapa emiten yang menarik, seperti CTRA,” paparnya.
Dolar AS Masih Tertekan, Simak Proyeksi Rupiah pada Perdagangan Rabu (2/7)
Indy pun merekomendasikan beli untuk CTRA dengan target harga Rp 1.200 per saham.
Sukarno melihat, meski BI rate turun ke 5,5% sejak Mei 2025, dampaknya ke penjualan hunian belum terasa. Sehingga, recurring income diperkirakan masih jadi penopang utama di kuartal II, terutama dari momentum Ramadan dan Lebaran dan sektor food and beverages (F&B).
“Tapi, ini tetap tergantung pada suku bunga, daya beli, dan strategi diversifikasi,” ujarnya.