Kemenkeu Sentil Proyeksi World Bank: Mereka Nggak Tahu Bisnis Kita

Img AA1O947M

JAKARTA – Bank Dunia (World Bank) merevisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini. Dari 4,7 persen menjadi 4,8 persen. Sementara proyeksi untuk 2026 tetap di 4,8 persen.

Proyeksi ini mencerminkan upaya pemerintah dalam mendorong permintaan melalui kebijakan fiskal yang terarah. Terutama di sektor pangan, transportasi, dan energi, serta program bantuan sosial yang mendukung konsumsi rumah tangga.

Bank Dunia menilai investasi akan ditopang oleh inisiatif pemerintah melalui Danantara, pelonggaran moneter untuk mendorong kredit swasta, dan peningkatan arus masuk investasi asing langsung (FDI). Yang didukung oleh hilirisasi, deregulasi, dan reformasi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Permintaan domestik yang meningkat diperkirakan akan mampu mengimbangi pelemahan ekspor bersih. Mengingat, harga komoditas yang menurun. Serta, melambatnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok.

Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu menegaskan, proyeksi tersebut menjadi masukan positif. Namun belum mencerminkan keseluruhan strategi dan kebijakan pemerintah.

“World Bank kan nggak tahu tentang bisnis kita. Jadi, ya, sebagai outsider melihat itu bagus, kita dapat feedback. Tapi, seperti saya jelaskan, ada stimulus 1, 2, 3, dan mesin-mesin pertumbuhan,” ujar Febrio di kantor Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Kamis (9/10).

Menurut dia, proyeksi itu belum mempertimbangkan secara penuh kebijakan fiskal ekspansif yang telah disiapkan pemerintah. Termasuk injeksi likuiditas sebesar Rp 200 triliun ke bank-bank Himbara. Dalam rangka mendorong pertumbuhan kredit dan konsumsi.

Langkah-langkah stimulus seperti penguatan belanja sosial, subsidi sektor pangan dan energi, serta insentif investasi menjadi mesin pertumbuhan yang akan mendorong ekonomi Indonesia. Tumbuh lebih tinggi dibandingkan proyeksi lembaga internasional.

“Memang World Bank tahu tentang (injeksi likuiditas ke bank-bank Himbara) Rp 200 triliun? Kan nggak. Yang kita hitung dengan policy measures yang dilakukan tentu sangat berbeda,” tegasnya.

Febrio menjelaskan, proyeksi dari lembaga internasional seperti World Bank, OECD, IMF, dan ADB bukan sekadar studi akademik. Tapi juga mewakili kepentingan dan kebutuhan investor-investor yang mereka bawa. Sehingga mencerminkan minat investasi dari banyak negara.

Dia mengingatkan, dalam beberapa tahun terakhir, proyeksi pertumbuhan ekonomi oleh lembaga-lembaga internasional kerap meleset jika dibandingkan dengan realisasi. “World Bank itu kalau kalian lihat juga beberapa tahun terakhir kan selalu miss. Ya sudahlah bagus itu sebagai feedback. Kita senang banyak orang yang ngelihatin ekonomi Indonesia. Berarti mereka tertarik,” ungkap Febrio.

Oleh karena itu, Kemenkeu optimistis untuk 2025, pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5,2 persen. Sedangkan, di 2026 bisa tumbuh 5,4 persen. “Bahkan kita melihat peluang akan lebih cepat lagi,” tegasnya.

Sementara itu, Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan menguat dalam beberapa kuartal mendatang. Didorong oleh kombinasi kebijakan ekspansif pemerintah dan pelonggaran moneter Bank Indonesia (BI).

Penempatan dana sebesar Rp 200 triliun oleh Kemenkeu ke dalam sistem perbankan, bersama dengan lima kali penurunan suku bunga BI secara berturut-turut, akan meningkatkan likuiditas dan pertumbuhan kredit. “Yang pada akhirnya mendorong konsumsi rumah tangga dan aktivitas investasi, terutama pada kuartal IV 2025,” jelas Asmo kepada Jawa Pos.

Mempertimbangkan dinamika tersebut, dia tetap mempertahankan proyeksi ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,0 persen pada 2025 dan 5,2 persen di tahun depan. “Mencerminkan dampak berkelanjutan dari kebijakan yang akomodatif dan pemulihan yang stabil pada komponen permintaan domestik,” terang alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1995 itu. (han)

You might also like