
Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) secara resmi menurunkan target pencatatan saham perdana atau initial public offering (IPO) untuk tahun 2025. Dari proyeksi awal sebanyak 66 perusahaan, kini BEI merevisi target menjadi 45 perusahaan.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman, dalam konferensi RUPSLB BEI pada Rabu (29/10/2025), menjelaskan bahwa hingga saat ini sudah ada 23 perusahaan yang sukses melantai di bursa. Selain itu, terdapat 13 IPO yang masih dalam jalur pendaftaran (pipeline) dan lima perusahaan tergolong sebagai lighthouse IPO, menunjukkan kualitas dan prospek yang signifikan. Untuk tahun berikutnya, BEI menargetkan pencatatan 50 saham IPO.
Tidak hanya berfokus pada saham, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menegaskan bahwa cakupan target bursa mencakup seluruh efek. Ini termasuk instrumen investasi seperti obligasi, ETF, EBA, EBA SP, Dinfra, DIRE, DIRE Syariah, dan structured warrant. Target kumulatif pencatatan efek yang diharapkan BEI untuk tahun 2025 adalah 430. Capaian impresif menunjukkan bahwa hingga saat ini, BEI telah melampaui angka tersebut dengan lebih dari 600 efek tercatat, melebihi 140% dari target yang ditetapkan.
Nyoman menambahkan, BEI juga menaruh perhatian khusus pada aspek kualitas dengan menargetkan lima lighthouse IPO tahun ini. Target ini telah berhasil dicapai, bahkan ada tambahan tiga perusahaan lagi yang termasuk dalam kategori lighthouse IPO di dalam pipeline. Hal ini menggarisbawahi komitmen BEI untuk tidak hanya mengejar kuantitas, tetapi juga kualitas perusahaan yang masuk ke pasar modal.
Meskipun target IPO direvisi, baik Nyoman maupun Iman tidak secara gamblang menguraikan alasan penurunan dari angka awal 66. Namun, Nyoman menekankan bahwa BEI bersama dengan organisasi regulasi mandiri (SRO) lainnya dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berupaya meningkatkan jumlah lighthouse IPO, demi memperkuat kualitas pasar modal Indonesia.
Dalam upaya menarik perusahaan-perusahaan berkualitas tinggi, BEI tahun lalu telah melaksanakan survei komprehensif terhadap pemilik perusahaan yang belum tercatat di bursa. Melalui diskusi dan survei independen, BEI berhasil mengidentifikasi masukan krusial yang dibutuhkan perusahaan-perusahaan tersebut agar lebih tertarik untuk masuk ke pasar modal. Hal ini sangat terkait dengan kebijakan pemerintah, regulasi sektor tertentu termasuk pajak, serta peran OJK sebagai regulator.
Menyongsong masa depan, Nyoman mengungkapkan bahwa Bursa Efek Indonesia berencana untuk mengadakan pertemuan dengan para pembuat keputusan atau decision makers terkait. Harapannya, langkah ini akan membantu BEI dalam memenuhi kebutuhan calon perusahaan lighthouse potensial. Dengan demikian, Bursa menargetkan untuk meningkatkan daya tarik perusahaan-perusahaan besar agar lebih banyak yang bergabung dan memperkaya pasar modal. Sebagai catatan Bisnis, beberapa contoh lighthouse IPO dalam kategori ini meliputi PT Raharja Energi Cepu Tbk (RATU), PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK), PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk (YUMI), dan Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA).
Bursa Efek Indonesia (BEI) secara resmi merevisi turun target pencatatan saham perdana (IPO) untuk tahun 2025 menjadi 45 perusahaan, dari proyeksi awal 66. Hingga RUPSLB pada 29 Oktober 2025, 23 perusahaan telah sukses melantai di bursa, dengan 13 IPO dalam jalur pendaftaran dan lima tergolong sebagai ‘lighthouse IPO’ yang telah tercapai. BEI juga telah melampaui target kumulatif pencatatan seluruh efek tahun 2025 (430 efek) dengan lebih dari 600 efek tercatat, menunjukkan fokus pada kualitas di samping kuantitas.
Meskipun alasan revisi target tidak diuraikan, BEI bersama SRO dan OJK terus berupaya meningkatkan jumlah ‘lighthouse IPO’ demi memperkuat kualitas pasar modal Indonesia. Untuk menarik perusahaan berkualitas tinggi, BEI telah melakukan survei komprehensif untuk mengidentifikasi masukan krusial terkait kebijakan pemerintah, regulasi sektor, pajak, serta peran OJK. Ke depannya, BEI berencana bertemu dengan para pembuat keputusan untuk memenuhi kebutuhan calon perusahaan ‘lighthouse’ potensial, mendorong lebih banyak perusahaan besar bergabung dan memperkaya pasar modal.