
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Gelombang kelesuan industri pulp dan kertas global mulai menerpa kinerja emiten-emiten besar di sektor ini, tak terkecuali PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) dan PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM).
Dua raksasa industri ini mencatatkan penurunan laba bersih yang signifikan sepanjang semester I-2025. Tekanan pasar dan membengkaknya biaya produksi menjadi biang keladinya.
INKP mengalami penurunan laba bersih yang cukup dalam, yakni 41,27% secara tahunan (yoy) menjadi US$ 163,69 juta pada semester I-2025. Padahal, pada periode yang sama tahun sebelumnya, INKP mampu membukukan laba bersih US$ 278,75 juta.
Senada dengan penurunan laba, penjualan INKP juga terkoreksi 2,44% yoy di semester I-2025, menjadi US$ 1,56 miliar dari US$ 1,60 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
TKIM pun tak luput dari dampak negatif ini. Laba bersih TKIM di semester I-2025 merosot tajam sebesar 54,29% yoy, menyisakan US$ 98,37 juta dibandingkan dengan US$ 215,22 juta yang diraih pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Kinerja penjualan TKIM juga mengalami penurunan, tercatat merosot 5,31% yoy menjadi US$ 490,36 juta, dari US$ 517,89 juta.
Kinerja INKP dan TKIM Merosot di Semester I-2025, Cermati Rekomendasi Analis
Analis BCA Sekuritas, Hernanda Suryadi, menyoroti bahwa tingginya beban pembelian bahan baku INKP yang mencapai US$ 735 juta telah mendorong beban pokok penjualan (COGS) naik menjadi US$ 1,08 miliar. Akibatnya, laba kotor pada semester I-2025 tertekan.
Lebih lanjut, Hernanda menjelaskan bahwa kerugian selisih kurs (one-off) sebesar US$ 56 juta semakin memperparah keadaan, membuat laba bersih kuartal II-2025 terjun bebas menjadi hanya US$ 24 juta. Alhasil, laba bersih semester I-2025 INKP turun menjadi US$ 164 juta, atau turun 41,3% YoY. Angka ini lebih rendah dari estimasi BCA Sekuritas sebesar (45,6%) maupun konsensus pasar 30,7%.
Selain itu, Hernanda juga menyoroti bahwa tren harga pasar pulp dan kertas masih belum menunjukkan sinyal pemulihan, seiring dengan sentimen pasar yang masih diliputi kehati-hatian.
Hingga 31 Juli 2025, harga BSK (bleached softwood kraft) masih terpuruk di level US$ 727,8 per ton, atau 16,6% di bawah rata-rata 5 tahun yang sebesar US$ 873 per ton.
Kondisi ini diperparah dengan rata-rata pengapalan pulp global pada kuartal II-2025 yang turun menjadi 4,3 juta ton (turun 9,9% secara kuartalan dan 2,7% secara tahunan), dengan tingkat operasional pengapalan terhadap kapasitas juga menurun menjadi 81%, atau turun 1.150 basis poin secara kuartalan dan 470 basis poin secara tahunan.
“Tekanan pasar ini semakin menjadi-jadi akibat kondisi di China, yang merupakan salah satu kontributor permintaan pulp terbesar, mencakup sekitar 44% dari total pasar,” ungkap Hernanda dalam risetnya, Selasa (5/8).
Intip Rekomendasi Saham dan Prospek Kinerja Emiten Kertas INKP dan TKIM
Pada kuartal II-2025, rata-rata permintaan BSK di China anjlok menjadi 530,8 ribu ton, turun 33,0% QoQ dan 7,7% YoY. Sementara itu, rata-rata pengapalan BSK global juga merosot menjadi 1,65 juta ton, turun 14,7% QoQ dan 7,3% YoY, mencerminkan tekanan pasar yang terus berlanjut.
“Ke depan, pasar pulp dan kertas diperkirakan akan tetap tertekan hingga akhir 2025, terutama karena dipengaruhi oleh kinerja ekonomi yang masih lesu,” prediksi Hernanda.
Sebagai konsekuensinya, BCA Sekuritas menurunkan proyeksi keuangan INKP. Estimasi pendapatan tahun 2025 diturunkan menjadi US$ 3,4 miliar atau turun 11,6% dari proyeksi sebelumnya yang tumbuh 5,5% YoY. Untuk tahun 2026, proyeksi diturunkan menjadi US$ 3,6 miliar, turun 17,6% dari proyeksi sebelumnya yang tumbuh 6,8% YoY. Revisi ini mencerminkan sentimen pasar yang masih berhati-hati serta terbatasnya pemulihan harga di sejumlah segmen utama.
Tak hanya itu, BCA Sekuritas juga merevisi turun estimasi laba bersih INKP, dengan proyeksi laba bersih tahun 2025 menjadi US$ 351 juta, dan tahun 2026 menjadi US$ 433 juta.
Analis MNC Sekuritas, PIK Hijjah Marhama, menambahkan bahwa penurunan kinerja emiten seperti INKP dan TKIM merupakan kombinasi dari penurunan penjualan dan peningkatan biaya produksi.
Sebagai contoh, penjualan INKP turun 2,44% yoy, sementara beban pokok penjualan meningkat 2,25% yoy akibat kenaikan harga energi dan bahan baku.
Selain itu, beban operasional juga mengalami kenaikan, dengan beban penjualan dan administrasi naik sekitar 5%.
TKIM menghadapi tekanan serupa, diperparah dengan fluktuasi nilai tukar, mengingat eksposur perusahaan yang cukup tinggi terhadap dolar Amerika Serikat.
Secara makroekonomi, Hijjah menilai bahwa pelemahan ini turut dipengaruhi oleh pelemahan permintaan global, khususnya dari pasar ekspor utama seperti China dan Eropa, serta melemahnya daya beli industri di sektor hilir atau downstream.
Meskipun kinerja pada semester I masih belum optimal, Hijjah menerangkan bahwa terdapat beberapa katalis yang berpotensi mendorong pemulihan di semester II.
“Di antaranya adalah potensi pemulihan ekspor menjelang akhir tahun serta mulai beroperasinya pabrik baru INKP yang memproduksi kertas industri. Hal ini diperkirakan dapat meningkatkan margin perusahaan,” kata Hijjah kepada Kontan, Selasa (5/8/2025).
Dari sisi teknikal, Hijjah menilai bahwa saham INKP berpotensi melanjutkan penguatan dengan target kenaikan ke level Rp 8.700–Rp 8.900, setelah berhasil menembus area EMA200.
Sementara itu, saham TKIM juga menunjukkan pola bullish reversal serupa, dengan peluang penguatan lanjutan menuju level Rp 7.400.
INKP Chart by TradingView
Kinerja keuangan PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) dan PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) mengalami penurunan laba bersih yang signifikan pada semester I-2025 akibat tekanan pasar dan peningkatan biaya produksi. INKP mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 41,27% yoy, sementara TKIM mengalami penurunan sebesar 54,29% yoy. Penurunan ini juga dipengaruhi oleh harga pulp global yang belum pulih dan pelemahan permintaan dari pasar ekspor utama seperti China.
Analis menilai bahwa penurunan kinerja INKP dan TKIM disebabkan oleh kombinasi penurunan penjualan dan kenaikan biaya produksi, termasuk beban pembelian bahan baku dan fluktuasi nilai tukar. Meskipun demikian, terdapat potensi pemulihan di semester II dengan katalis seperti potensi pemulihan ekspor dan beroperasinya pabrik baru INKP. Secara teknikal, saham INKP berpotensi menguat ke level Rp 8.700–Rp 8.900, dan saham TKIM berpeluang menguat ke level Rp 7.400.