
MNCDUIT.COM – Harapan akan pemangkasan suku bunga acuan The Federal Reserve (The Fed) kian menguat menyusul laporan inflasi tahunan Amerika Serikat (AS) yang kembali di bawah ekspektasi pasar. Kondisi ini meningkatkan kemungkinan bank sentral AS tersebut akan menurunkan Fed funds rate (FFR) dua kali tahun ini, dengan perkiraan awal pada September 2025.
Biro Statistik Tenaga Kerja AS melaporkan, inflasi tahunan pada Mei 2025 tercatat naik tipis menjadi 2,4 persen dari 2,3 persen di bulan sebelumnya. Meskipun demikian, angka tersebut masih berada di bawah perkiraan pasar yang sebesar 2,5 persen, memberikan sinyal positif bagi prospek kebijakan moneter The Fed.
Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, menilai bahwa data inflasi yang lebih lemah dari perkiraan ini memberikan sedikit kelegaan bagi para investor. Terutama, hal ini meredakan kekhawatiran terkait potensi dampak inflasi dari kebijakan perdagangan yang pernah digagas oleh Presiden AS Donald Trump.
Andry Asmoro menekankan bahwa semua indikator utama inflasi yang tercatat lebih rendah dari perkiraan telah meningkatkan ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed tahun ini. “Probabilitas pemangkasan FFR kini melonjak hingga 99,7 persen berkat data inflasi ini. September menjadi bulan dengan probabilitas terbesar untuk pemangkasan. Artinya, pasar menjadi lebih bullish terhadap prospek penurunan suku bunga,” ujar Asmoro kepada Jawa Pos pada Kamis (12/6). Ia menambahkan, “Kondisi ini akan sangat positif bagi pasar Indonesia karena arus modal diperkirakan akan kembali masuk ke Indonesia.”
Tak hanya dari data domestik AS, prospek pasar global juga menunjukkan perbaikan signifikan. Andry Asmoro melihat membaiknya sentimen global sebagai pendorong potensial bagi penguatan nilai tukar rupiah dan pemulihan cadangan devisa (cadev) Indonesia. Perbaikan sentimen ini didorong oleh dimulainya kembali dialog antara AS dan Tiongkok, di mana para pejabat tinggi kedua negara melanjutkan negosiasi perdagangan untuk meredakan ketegangan dan meninjau ulang kebijakan tarif. “Pembicaraan ini berhasil meredakan kekhawatiran pasar global dan mengembalikan sebagian kepercayaan investor,” jelasnya.
Pergeseran sentimen global ini, lanjutnya, berpotensi mendorong peningkatan selera risiko investor, membuka jalan bagi arus modal yang lebih seimbang menuju negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Dengan meredanya tekanan eksternal, rupiah berpotensi menguat seiring dengan membaiknya posisi investor, sementara tekanan terhadap cadangan devisa kemungkinan juga akan berkurang signifikan. Data terbaru menunjukkan bahwa rupiah hanya melemah sekitar 1 persen hingga 10 Juni 2025, mencerminkan pemulihan yang berarti dari depresiasi hingga 4 persen pada awal tahun ini.
“Kami mempertahankan proyeksi bahwa cadangan devisa akan berada di kisaran USD 155-160 miliar pada akhir 2025,” terang lulusan Georgia State University itu. Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah tercatat terapresiasi 0,15 persen menjadi Rp 16.335 per USD hingga pukul 17.00 WIB, diperdagangkan di kisaran Rp 16.220 hingga Rp 16.255 per USD.
Inflasi tahunan Amerika Serikat (AS) pada Mei 2025 tercatat 2,4 persen, di bawah ekspektasi pasar, memperkuat harapan pemangkasan suku bunga The Federal Reserve (The Fed). Kondisi ini meningkatkan probabilitas The Fed akan menurunkan Fed funds rate (FFR) dua kali tahun ini, dengan perkiraan awal pada September 2025. Probabilitas pemangkasan FFR kini melonjak hingga 99,7 persen, menunjukkan pasar lebih *bullish* terhadap prospek penurunan suku bunga.
Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, menilai kondisi ini sangat positif bagi pasar Indonesia karena arus modal diperkirakan kembali masuk. Selain itu, membaiknya sentimen global akibat dialog AS-Tiongkok mendorong peningkatan selera risiko investor terhadap negara-negara berkembang. Hal ini berpotensi menguatkan nilai tukar rupiah dan memulihkan cadangan devisa Indonesia, yang diproyeksikan mencapai USD 155-160 miliar pada akhir 2025.