 
             
						MNCDUIT.COM JAKARTA. Pergerakan saham Indomobil, entitas di bawah Grup Salim, seperti PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS) dan PT Indomobil Multi Jasa Tbk (IMJS), mengalami lonjakan signifikan sejak awal tahun 2025. Momentum ini menarik perhatian investor dan analis pasar.
Hingga penutupan perdagangan pada Jumat, 17 Oktober 2025, saham IMAS berada di posisi Rp 1.090 per saham, mencatatkan penguatan 20,44% secara year to date (ytd). Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa saham ini mengalami koreksi sebesar 7,63% dalam sepekan terakhir.
Sementara itu, saham IMJS berhasil mengakumulasi kenaikan sebesar 55,7% ytd, mencapai posisi Rp 232 per saham pada akhir perdagangan di hari yang sama. Kinerja impresif ini menjadikan IMJS sebagai salah satu saham yang patut diperhitungkan.
Grup Salim akan Akuisisi Nissan Motor Indonesia
Menurut Abida Massi Armand, Fundamental Analyst BRI Danareksa Sekuritas, kenaikan tajam saham IMAS dan IMJS di tahun 2025 lebih banyak didorong oleh sentimen pasar dan faktor non-fundamental, ketimbang kinerja keuangan yang fundamentalnya membaik.
Abida berpendapat bahwa pendorong utama kenaikan saham-saham tersebut adalah spekulasi seputar rencana rights issue dan ekspansi besar-besaran ke segmen kendaraan listrik (EV). Langkah strategis ini diyakini memberikan angin segar bagi prospek Indomobil.
“Pasar menafsirkan aksi korporasi tersebut sebagai sinyal komitmen kuat manajemen untuk memperkuat struktur modal dan menyiapkan diri menghadapi transisi menuju kendaraan ramah lingkungan,” ungkap Abida kepada Kontan, Minggu (19/10/2025).
Sentimen positif juga dipicu oleh langkah Indomobil yang menggandeng sejumlah merek ternama, baik dari China seperti JAC Motors dan Changan, maupun Eropa seperti Citroen dan Volkswagen, untuk memperkaya portofolio kendaraan listriknya. Kolaborasi ini menunjukkan keseriusan Indomobil dalam memasuki pasar EV.
Namun, Abida mengingatkan bahwa laju harga saham ini cenderung bersifat event driven dan spekulatif, tercermin dari koreksi tajam setelah euforia rights issue mereda. Investor perlu berhati-hati dan tidak terbawa arus sentimen sesaat.
“Pola buy on rumor, sell on fact mencerminkan bahwa sebagian besar pelaku pasar hanya menumpang momentum, bukan berinvestasi berdasarkan fundamental,” imbuh Abida.
Selain itu, analisis teknikal juga mengindikasikan kondisi jenuh beli (overbought), dengan indikator MACD negatif dan sinyal jual mulai bermunculan. Hal ini menandakan bahwa kenaikan saham Grup Indomobil lebih merupakan respons terhadap ekspektasi masa depan, dan bukan karena adanya perbaikan mendasar dalam profitabilitas atau arus kas operasional.
Secara fundamental, Abida menilai kondisi Grup Indomobil masih rentan dan belum menunjukkan pemulihan yang solid. IMAS menghadapi tantangan struktural berupa beban utang yang sangat tinggi (Debt-to-Equity Ratio 3,40 kali) dan profitabilitas yang sangat tipis, tercermin dari ROE hanya 0,27% dan hampir seluruh laba operasi habis untuk membayar bunga.
Emiten Grup Salim IMJS Hingga INET Bakal Rights Issue, Mana yang Menarik?
Meskipun memiliki nilai buku tinggi dengan BVPS Rp 3.353, valuasi pasar yang rendah dengan PBV 0,33 kali mencerminkan kekhawatiran investor terhadap kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban dan menghasilkan arus kas yang berkelanjutan.
Sementara itu, IMJS yang bergerak di sektor multifinance juga menghadapi tantangan karena ROE masih di bawah 5% dan kinerjanya sangat sensitif terhadap pergerakan suku bunga.
“Dengan kondisi tersebut, penguatan saham secara signifikan Grup Indomobil berpotensi tidak berkelanjutan tanpa dukungan bukti nyata dari eksekusi bisnis,” tegas Abida.
Untuk menjaga momentum positif, IMAS harus menunjukkan keberhasilan konkret dalam peluncuran model EV dan pengelolaan utang agar rasio EBITDA/Interest Expense bisa meningkat di atas 1,5 kali.
Sedangkan IMJS membutuhkan penurunan suku bunga agar margin pembiayaan membaik. Tanpa perbaikan fundamental yang jelas, kenaikan harga saham cenderung hanya bersifat sementara dan mudah terkoreksi ketika sentimen pasar bergeser.
Pendorong dan Pemberat
Dari sisi sentimen positif, prospek sektor otomotif dan multifinance masih memiliki peluang dari insentif kendaraan listrik dan potensi pelonggaran kebijakan moneter. Pemerintah memberikan insentif fiskal bagi kendaraan listrik dan hybrid buatan dalam negeri melalui penurunan PPnBM dan PPN sekitar 3%, yang dapat dimanfaatkan IMAS karena ekspansi besarnya ke EV China.
Selain itu, jika Bank Indonesia mulai menurunkan suku bunga pada 2026, hal ini akan menurunkan biaya dana bagi IMJS, memperbaiki margin pembiayaan, serta meningkatkan permintaan kredit kendaraan. Bisnis logistik juga menjadi sumber pendapatan stabil bagi grup ini di tengah volatilitas pasar otomotif.
Namun, sentimen negatif masih mendominasi dalam jangka pendek. Penjualan otomotif nasional turun lebih dari 10% hingga September 2025, terutama di segmen LCGC yang anjlok 33,9%.
Kenaikan PPN menjadi 12% dan potensi pajak Opsen juga mengancam daya beli masyarakat. Di sisi lain, suku bunga tinggi dan nilai tukar rupiah yang lemah membatasi potensi ekspansi dan menambah tekanan biaya bunga bagi IMAS dan IMJS. Kombinasi faktor ini menimbulkan risiko perlambatan permintaan kendaraan dan pembiayaannya, yang dapat menahan momentum pertumbuhan laba ke depan.
Indomobil Sukses (IMAS) Jadi Distributor Mobil Hongqi, Cek Rekomendasi Sahamnya
Rekomendasi Saham
Berdasarkan analisis valuasi dan risiko fundamental, Abida merekomendasikan buy saham IMAS dengan target harga Rp 1.321, mencerminkan potensi kenaikan sekitar 21% dari harga penutupan Rp 1.090.
Meskipun memiliki visi bisnis menarik di sektor EV, risiko leverage tinggi menjadi penghambat utama. Investor disarankan menunggu bukti perbaikan struktur keuangan dan profitabilitas sebelum menambah posisi. Fokus utama bagi IMAS adalah mengurangi beban utang dan memastikan strategi ekspansi EV benar-benar menghasilkan arus kas positif.
Sementara itu, IMJS direkomendasikan akumulasi dengan target harga Rp 290, atau potensi kenaikan sekitar 25% dari harga Rp 232.
Valuasi IMJS yang masih murah dengan PBV 0,44 kali berpotensi naik ke 0,55 kali jika terjadi pelonggaran suku bunga dan peningkatan ROE ke level 5–7%.
Dengan volatilitas tinggi dan ketergantungan pada kebijakan moneter, saham IMJS lebih cocok untuk investor yang toleran terhadap risiko dan memiliki horizon investasi menengah hingga panjang.
Sementara itu, Head of Research Retail MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana menerangkan secara teknikal, posisi IMAS masih relatif downtend dan didominasi oleh tekanan jual. MACD dan Stochastic masih berada di area negatif.
Herditya merekomendasikan speculative buy saham IMAS dengan targe harga antara Rp 1.1140 hingga Rp 1.160 per saham.
“Level support saham IMAS berada di Rp 1.040 dan resistance Rp 1.115,” jelas Herditya kepada Kontan, Minggu (19/10/2025).
Adapun saham IMJS juga masih cenderung downtrend dan masih didominasi oleh tekanan jual. Indikator MACD dan Stochastic masih berada di area negatif dan belum menunjukkan trend penguatan. Dus, ia menyarankan wait and see saham IMJS di level support Rp 224 dan resistance Rp 240.
Saham IMAS dan IMJS dari Grup Salim mengalami kenaikan signifikan di tahun 2025, didorong sentimen pasar terkait rights issue dan ekspansi ke kendaraan listrik (EV). Analis BRI Danareksa Sekuritas, Abida Massi Armand, menilai kenaikan ini lebih bersifat spekulatif daripada fundamental, dan investor perlu berhati-hati terhadap koreksi setelah euforia mereda. Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, merekomendasikan speculative buy untuk IMAS dan wait and see untuk IMJS.
Secara fundamental, IMAS memiliki beban utang tinggi dan profitabilitas tipis, sementara IMJS sensitif terhadap suku bunga. Keberhasilan ekspansi EV dan penurunan suku bunga menjadi kunci keberlanjutan kenaikan saham. Abida merekomendasikan buy untuk IMAS dengan target harga Rp 1.321 dan akumulasi untuk IMJS dengan target Rp 290, namun menekankan pentingnya perbaikan fundamental untuk mendukung kenaikan harga saham.