IHSG Terkapar! Harapan Kesepakatan AS-China Jadi Penentu?

Img AA1D0i52

MNCDUIT.COM JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri pekan dengan catatan pelemahan, merefleksikan dinamika pasar yang penuh tantangan. Meskipun sempat menguat 0,63% secara harian pada penutupan perdagangan Kamis (5/6) di level 7.113,42, performa akumulatif IHSG dalam sepekan justru tergerus 1,19%.

Maximilianus Nico Demus, Direktur Pilarmas Investindo Sekuritas, menjelaskan bahwa harapan pasar sempat melambung tinggi dengan adanya sinyal komunikasi antara dua kekuatan ekonomi raksasa, Amerika Serikat dan Tiongkok. Namun, absennya kesepakatan konkret di antara keduanya dengan cepat membangkitkan kembali kekhawatiran di kalangan investor global.

“Pasar sempat menyambut baik langkah awal penurunan tarif, namun kini yang terjadi justru saling tuding. Ibaratnya, hubungan Amerika Cina ini tidak jadi baikan,” ujar Nico, menyoroti ketidakpastian yang berlanjut dalam relasi kedua negara adidaya tersebut.

Ketidakpastian ini, menurut Nico, mendorong pelaku pasar untuk mengambil sikap wait and see, terutama di tengah ketegangan geopolitik yang belum mereda. Situasi semakin diperkeruh oleh proyeksi Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang mengindikasikan penurunan pertumbuhan ekonomi secara global.

“OECD bahkan menyebut penurunan pertumbuhan tidak hanya terjadi secara global, namun nyaris merata di seluruh negara. Ini merupakan dampak dari kebijakan tarif dan berbagai tekanan eksternal lain yang terus menciptakan ketidakpastian di pasar,” tegas Nico, menekankan dampak domino dari friksi ekonomi global.

IHSG Ditutup Naik 0,63% ke 7.113,4 Kamis (5/6), Top Gainers: BRPT, AMMN, BBNI

Selain faktor eksternal yang dominan, Nico juga menyoroti tekanan dari sisi domestik, meskipun perannya belum menjadi pemicu utama. Ia menyinggung fakta penurunan surplus neraca perdagangan Indonesia pada Mei lalu, yang tercatat sebagai yang terendah dalam lima tahun terakhir. Selain itu, inflasi yang cenderung melandai juga menjadi perhatian serius.

“Turunnya inflasi mengindikasikan melemahnya konsumsi masyarakat dan penurunan daya beli. Ini merupakan sinyal kuat bagi pemerintah untuk segera mengeluarkan stimulus fiskal,” kata Nico, menyoroti urgensi intervensi pemerintah. Ia lantas merujuk pada beberapa kebijakan yang baru-baru ini diumumkan, seperti diskon transportasi dan bantuan langsung tunai, sebagai langkah antisipasi.

Mengenai arah pergerakan IHSG selanjutnya, Nico menilai koreksi teknikal masih dalam batas wajar selama indeks mampu bertahan di atas level psikologis 7.000. “Selama masih bertahan di atas 7.000, peluang penguatan masih terbuka lebar. Namun, pergerakan indeks tentu akan sangat bergantung pada perkembangan hubungan AS–Tiongkok dalam pekan mendatang,” imbuhnya, menekankan kembali pengaruh sentimen global.

IHSG Menguat 0,63% Jelang Libur Panjang Diiringi Net Sell Asing, Kamis (5/6)

Pandangan senada disampaikan oleh Ahmad Iqbal Suyudi, Investment Analyst Edvisor Profina Visindo. Secara teknikal, Iqbal mengonfirmasi bahwa IHSG memang telah mencapai area resistance jangka pendek, sehingga koreksi yang terjadi minggu ini sebetulnya sudah dapat diantisipasi sejak awal. Ia menambahkan, pelemahan IHSG masih bersifat terbatas, dengan level support kuat yang bertumpu pada kisaran 7.000.

Di samping faktor teknikal, Iqbal juga menyoroti bahwa pasar tengah menanti rilis data ketenagakerjaan krusial dari Amerika Serikat, khususnya Non-Farm Payroll (NFP) dan tingkat pengangguran. “Selama data penting itu belum dirilis, investor cenderung wait and see. Hal inilah yang menyebabkan ruang pergerakan IHSG menjadi terbatas,” jelasnya.

Dari perspektif domestik, Iqbal melihat kondisi inflasi yang melandai sebagai sentimen positif yang signifikan. Kondisi ini memberikan ruang gerak bagi Bank Indonesia untuk mempertimbangkan kembali kebijakan penurunan suku bunga. “Jika inflasi tetap dalam batas aman dan nilai tukar rupiah stabil, peluang penurunan suku bunga lanjutan akan terbuka lebar, dan ini berpotensi menjadi katalis baru yang mendorong pasar saham,” tutupnya, memberikan harapan bagi prospek pasar domestik.

Ringkasan

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri pekan dengan pelemahan 1,19% secara akumulatif, terutama dipicu oleh ketidakpastian hubungan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang belum mencapai kesepakatan konkret. Kondisi ini, ditambah ketegangan geopolitik dan proyeksi penurunan pertumbuhan ekonomi global dari OECD, mendorong investor mengambil sikap `wait and see`. Harapan pasar sempat muncul namun kini diwarnai saling tuding di antara kedua kekuatan ekonomi tersebut.

Dari sisi domestik, penurunan surplus neraca perdagangan dan inflasi yang melandai mengindikasikan pelemahan konsumsi, memicu seruan untuk stimulus fiskal. Namun, inflasi yang stabil juga dipandang positif karena membuka peluang bagi Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga lanjutan, yang berpotensi menjadi katalis bagi pasar saham. Pergerakan IHSG selanjutnya akan sangat bergantung pada perkembangan sentimen global, khususnya hubungan AS-Tiongkok, dengan level 7.000 sebagai dukungan psikologis penting.

You might also like