IHSG Rawan Profit Taking? Cek Analisisnya Sebelum Jual Saham!

MNCDUIT.COM – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan akan menghadapi tekanan pelemahan pada pekan ini, setelah sebelumnya mencatat reli signifikan dan bahkan berhasil menembus level psikologis 8.000. Perhatian utama pelaku pasar akan tertuju pada arah kebijakan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), serta Simposium Jackson Hole yang krusial.

Analis pasar modal, Hans Kwee, mengungkapkan bahwa pergerakan IHSG akan tetap sangat dipengaruhi oleh dinamika ekonomi global, di samping adanya potensi aksi profit taking setelah periode kenaikan yang cukup panjang. “Lebih ke aksi ambil untung,” jelas Hans kepada Jawa Pos, Selasa (18/8).Img AA1I65Q1

Sebelumnya, data inflasi konsumen AS untuk Juli 2025 yang hanya naik 0,2 persen, sedikit di bawah ekspektasi pasar sebesar 0,3 persen, sempat memicu harapan pemangkasan suku bunga The Fed hingga 50 basis poin (bps). Namun, optimisme tersebut meredup setelah data inflasi produsen AS menunjukkan lonjakan signifikan sebesar 3,3 persen secara tahunan dan 0,9 persen secara bulanan.

“Karena ternyata inflasi level produsen AS lebih tinggi dan berpotensi menaikkan inflasi konsumen AS di masa depan,” terang Hans. Kendati demikian, ekspektasi pemangkasan Fed funds rate (FFR) sebesar 25 bps pada pertemuan September masih tetap tinggi. The Fed sendiri dihadapkan pada dilema antara data ketenagakerjaan yang melemah dan tekanan inflasi yang meningkat akibat tarif perdagangan. Dalam konteks ini, “Pelaku pasar menanti petunjuk dari simposium Jackson Hole,” tambah Hans.

Selain faktor ekonomi, pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin di Alaska yang membahas konflik Ukraina juga menarik perhatian pasar. Meskipun peluang tercapainya perdamaian dinilai kecil, hasil dari pertemuan tersebut berpotensi berdampak besar pada harga minyak dunia dan stabilitas ekonomi kawasan Eropa.

Dari Asia, ekonomi Tiongkok menunjukkan tanda-tanda pelemahan pada Juli 2025, dipicu oleh ketidakpastian kebijakan tarif AS. Harga minyak global juga berada dalam tekanan kuat lantaran potensi kelebihan pasokan di tahun mendatang, seiring dengan proyeksi permintaan yang melemah.

Di sisi domestik, Hans menilai bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 tergolong cukup baik, memberikan sentimen positif di pasar keuangan. Bersamaan dengan prospek pemangkasan suku bunga The Fed dan kembalinya aliran dana asing, IHSG sempat mengalami reli yang tajam.

“Kenaikan IHSG lebih banyak ditopang sektor teknologi dalam hal ini DCII. Masuknya dana asing mendorong naiknya BBRI,” kata dosen Magister Fakultas Ekonomi Bisnis Unika Atma Jaya itu. Dalam jangka pendek, IHSG berpotensi cenderung melemah.

Sentimen utama pekan ini akan datang dari hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) dan simposium Jackson Hole di tingkat global, serta keputusan suku bunga Bank Indonesia (BI) dari dalam negeri. “Secara teknikal, IHSG akan bergerak dengan support di kisaran 7.800 hingga 7.646 dan resistance di rentang 8.017 hingga 8.050,” pungkas Hans.

Ringkasan

IHSG diperkirakan menghadapi tekanan pelemahan dan potensi aksi ambil untung setelah reli panjang. Pergerakan ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) dan Simposium Jackson Hole. Meskipun sempat ada harapan pemangkasan suku bunga, lonjakan inflasi produsen AS meredupkan optimisme tersebut, membuat pelaku pasar menanti petunjuk dari simposium.

Selain itu, pelemahan ekonomi Tiongkok dan tekanan harga minyak global juga memengaruhi sentimen pasar. Meskipun pertumbuhan ekonomi domestik dinilai baik, IHSG berpotensi melemah dalam jangka pendek. Level support teknikal IHSG berada di kisaran 7.800, sementara resistance di rentang 8.017.

You might also like