
IHSG Merah di Awal Juli 2025: Penurunan 0,18% Ditandai Jual Bersih Asing Jumbo
Perdagangan saham di awal Juli 2025 dibuka dengan catatan kurang menggembirakan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona merah, menandai pelemahan pasar saham domestik. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui RTI, IHSG terpantau melemah 0,18% atau 12,31 poin, hingga akhirnya menetap di level 6.915,36 pada penutupan perdagangan Selasa, 1 Juli 2025.
Sepanjang hari perdagangan, IHSG bergerak dalam kisaran yang cukup fluktuatif, menyentuh titik terendah di 6.885 dan titik tertinggi di 6.971. Total volume perdagangan mencapai 17,17 miliar saham dengan nilai transaksi mencapai Rp 11,38 triliun. Dari total saham yang diperdagangkan, 356 saham mengalami penurunan, 245 saham mengalami kenaikan, dan 191 saham stagnan.
Dominasi jual bersih asing menjadi sorotan utama dalam perdagangan hari ini. Investor asing mencatatkan net sell atau jual bersih yang signifikan, mencapai Rp 695,74 miliar di seluruh pasar. Hal ini mengindikasikan sentimen negatif dari investor asing terhadap pasar saham Indonesia.
Saham Bank Blue Chip LQ45 Terdampak Penurunan IHSG
Penurunan IHSG turut berdampak pada sejumlah saham, khususnya saham-saham bank blue chip LQ45. Beberapa saham mengalami tekanan jual yang cukup besar dari investor asing. Berikut sepuluh saham dengan net sell terbesar oleh investor asing pada Selasa, 1 Juli 2025:
BBRI Chart by TradingView
Pada awal Juli 2025, IHSG mengalami penurunan 0,18% atau 12,31 poin, ditutup di level 6.915,36. Penurunan ini ditandai dengan aktivitas jual bersih asing yang signifikan, mencapai Rp 695,74 miliar. Pergerakan IHSG fluktuatif sepanjang hari, dengan volume perdagangan mencapai 17,17 miliar saham dan nilai transaksi Rp 11,38 triliun.
Penjualan bersih asing terbesar tercatat pada saham-saham bank blue chip LQ45, terutama BBRI (Rp 200,17 miliar), ANTM (Rp 98,38 miliar), dan BBCA (Rp 76,76 miliar). Saham-saham lain yang juga mengalami penjualan bersih besar oleh asing meliputi BMRI, BBNI, TOBA, BRMS, UNVR, SSIA, dan INCO. Hal ini menunjukkan sentimen negatif investor asing terhadap pasar saham Indonesia.